Wednesday, March 6, 2019

#YourStory - Ibu Juga Manusia, Siapa yang Setuju Denganku?

Tidak ada yang istimewa dari ceritaku. Aku ibu dari dua anak, seperti halnya dengan jutaan ibu di luar sana.
Aku seorang ibu pekerja. Tapi, zaman sekarang sepertinya sudah umum bagi seorang ibu untuk memegang beberapa peran sekaligus.
Di sini aku hanya ingin berbagi cerita. Terlepas dari latar belakang yang berbeda, semua ibu juga manusia. Kami butuh kasih sayang, dukungan dan dimengerti.
Kami melakukan kesalahan dan belajar darinya.

Menjadi ibu bukan sekadar kodrat, tapi juga merupakan pilihan

[caption id="" align="alignnone" width="1000"]woman holding baby (Photo by Zach Lucero on Unsplash)[/caption]Hari di mana aku dan suami tahu bahwa aku hamil adalah saat aku mulai belajar lebih banyak ilmu dibanding yang pernah kudapat selama bangku sekolah.
Kupikir saat mengandung anak kedua aku akan lebih berpengalaman. Namun, nyatanya lebih banyak lagi ilmu yang harus kupelajari hingga kini.
Bagiku, menjadi seorang ibu bukan hanya karena kodrat, tapi juga sebuah pilihan. Kini aku mengerti mengapa ada kiasan surga di telapak kaki ibu.
Seorang ibu mendedikasikan seluruh hidupnya untuk mendidik dan membesarkan anaknya. Harapannya, anak itu akan mendapat kehidupan yang jauh lebih baik.
Untuk mencapai tujuan tersebut, ada ibu yang mengorbankan karirnya. Ada yang mengorbankan kehidupan sosialnya demi menebus waktu yang hilang bersama anak. Ada pula yang mengorbankan jam tidur malamnya demi kejar setoran ASI perah.
Bukan. Aku bukan mengeluh. Tapi ini realitanya.
Kami para ibu juga manusia. Kami juga bisa lelah, kami juga bisa sakit. Kami bukan malaikat, kami berbuat salah. Kadang kami berteriak karena kesal, kadang kami menangis karena frustasi.

Orang terdekat seringkali menjadi alasan ibu merasa tidak maksimal menjalankan perannya

[caption id="" align="alignnone" width="1000"]woman sitting in front of child sitting beside trees (Photo by Eye for Ebony on Unsplash)[/caption]Tahukah kamu bahwa seringkali yang membuat seorang ibu merasa tidak maksimal menjalankan peranannya berasal dari orang terdekat?
Seorang teman pernah mengeluh tentang pertengkaran dengan ibunya sendiri karena perbedaan pola asuh anak.
Atau seringkali kudengar adanya penggolongan ibu bekerja, ibu rumah tangga, ibu pro ASI, ibu yang memberi anaknya susu formula, ibu yang pro imunisasi dan ibu yang anti imunisasi.
Anehnya, penggolongan ini kebanyakan berasal dari sesama ibu.
Sangat disayangkan sebetulnya karena seharusnya sebagai sesama ibu kita bisa saling menguatkan.

Ibu juga manusia: Kami belajar, kami melakukan kesalahan

[caption id="" align="alignnone" width="1000"]two women and a child taking picture (Photo by Julie Johnson on Unsplash)[/caption]Aku mengadopsi berbagai cara mendidik anak. Semua itu aku sesuaikan dengan gaya keluargaku.
Bagi beberapa orang mungkin ada yang aneh dan tidak cocok. Tak apa. Buatku, beberapa cara mereka pun begitu. Karena latar belakang keluarga kami berbeda, nilai dan pandangan kami tak sama.
Kutanamkan pikiran kalau tak ada orang tua yang ingin mendidik anaknya ke arah yang tidak baik. Maka kuhormati perbedaan cara didik kami.
Dulu ini salah satu yang bisa membuatku stres, jika ada ibu yang nyinyir, "Kok makannya itu-itu aja ya? Nanti nggak sehat, lho. "
Anakku picky-eater, sampai saat ini aku masih berusaha untuk mengenalkan variasi menu makanan kepadanya.
Namun, selama dokter bilang perkembangan anakku baik, begitu pula dengan tabel dan grafik pertumbuhannya, sudah cukup buatku.

Tak perlu sempurna di depan orang lain karena bagi anakmu kaulah segalanya

[caption id="" align="alignnone" width="1000"]woman standing near wall (Photo by Jhon David on Unsplash)[/caption]Sekarang ini aku sudah tak terlalu memikirkan lagi hal-hal kecil seperti komentar orang lain. Yang kuanggap bisa jadi masukan, maka kuterima. Yang sekadar nyinyir, kudoakan si ibu punya dana lebih untuk piknik bersama keluarganya.
Bagiku yang terpenting adalah senyum anak-anak yang menyambutku sepulang kantor. Peluk hangat mereka menjelang tidur. Waktu berkualitas yang kuhabiskan bersama dengan mereka dan keluarga.
Aku tak perlu menjadi sempurna di mata orang lain, karena saat anakku berkata, "Mas sayaaaaang banget sama bibu!", aku tahu bahwa aku sudah menjadi ibu yang baik di mata mereka. Itu segalanya buatku.

Peluk hangat untuk semua ibu di luar sana!

[caption id="" align="alignnone" width="1000"]woman carrying baby with two ladies beside her smiling (Photo by Sharon McCutcheon on Unsplash)[/caption]Tidak ada yang istimewa dari ceritaku karena mungkin hampir semua ibu bisa merasakan apa yang ada di hatiku. Membuatku berpikir bahwa aku tak sendiri.
Di tengah malam ketika terbangun sambil terkantuk-kantuk untuk menyusui bayiku. Saat kunyalakan lampu, jutaan ibu di luar sana juga melakukan hal yang sama.
Ibu pekerja, ibu rumah tangga, ibu yang menyusui anaknya langsung, ibu yang memberi anaknya susu formula. Peluk hangat untuk semua. Karena kita semua berharga.
---
Kadang menjadi ibu memang tidak mudah. Seringkali aku bertanya pada diri sendiri, apakah aku sudah menjadi ibu yang baik?
Tak jarang di saat galau seperti itu, aku memilih cerita ke orang yang tidak kukenal. Bukan sembarang orang, tapi ke psikolog.
Kenapa? Karena ibu juga manusia. Kami butuh bercerita tanpa dinilai sebelah mata.
Aku menggunakan Riliv. Aplikasi yang menghubungkanku dengan psikolog profesional melalui media chat. Jadi aku bisa konsultasi kapan saja, di mana saja.
Referensi:
  1. https://www.haloibu.id/2017/10/1016/
Sri Resy Khrisnawati. Having 100 dreams and 1001% faith it will come true before her dying day.

No comments:

Post a Comment