Wednesday, October 29, 2014

Tokoh "Sengkuni" Dalam Kehidupan Saya

Saya ingin bercerita tentang seseorang yang (sayangnya) harus saya kenal dan hadir dalam kehidupan saya.
Seumur hidup, baru sekali saya bertemu dengan tipe orang seperti ini dan semoga tak akan lagi harus bertemu dengan orang semacam dia.
Saya termasuk orang yang percaya bahwa dalam setiap tindakan, baik itu tindakan yang dikategorikan tindakan buruk maupun baik oleh khalayak, pasti ada alasan di baliknya. Saya sendiri tipe orang yang cuek, selama tindakan orang tersebut tidak mengganggu saya sih menurut saya sah-sah saja, silahkan saja.
Namun berbagai kejadian yang kebetulan bersinggungan dengan orang ini, selalu saja membuat saya mbatin. Ngelus dada, "Kok ada ya orang yang seperti itu?"

Kalau ada orang yang nanya, emang orangnya seperti apa sih? Kok sepertinya "Luar Biasa" sekali?
Well, betul. Orangnya memang luar biasa unik. Sampe saya ngerasa perlu nulis topik untuk orang ini. Saya harap ini pertama dan terakhir kalinya saya mengangkat topik tentangnya.
Kalau diminta untuk menggambarkan seperti apa sih karakter dari orang ini, mungkin saya akan merujuk pada sosok "Sengkuni".
Bagi yang suka cerita wayang seperti saya yang sedari kecil sudah terbiasa dicekoki ayah saya dengan komik karangan R.A. Kosasih, pasti sudah familiar dengan tokoh "Sengkuni" ini. 

Dalam dunia perwayangan, karakter Sengkuni ini digambarkan sebagai sosok yang licin, licik, hasut dan penuh tipu muslihat. Ia adalah paman sekaligus mahapatih dari Kerajaan Hastinapura yang dikuasai oleh Kurawa.
Ia digambarkan sebagai tokoh yang berperan banyak dalam mengajarkan berbagai akal licik serta tipu muslihat kepada para Kurawa untuk mencapai tujuan tertentu. Contoh perbuatan buruknya adalah menghasut Kurawa untuk meracuni Bima salah satu tokoh Pandawa hingga pingsan untuk kemudian dilemparkan ke dalam Sumur Jalatunda yang penuh ular berbisa. Alih-alih celaka, tubuh Bima yang dipatok ular berbisa malah menjadi kebal dan bertambah kuat karena racun yang diberikan para Kurawa sebelumnya. 
Tipu muslihat lain yang dilakukan Sengkuni adalah saat memperdaya Pandawa dengan kecurangannya dalam bermain judi sehingga menyebabkan Pandawa Lima harus menjalani hukuman menjadi orang buangan selama belasan tahun.

Jika dibandingkan dengan tokoh Sengkuni yang ada di kehidupan saya, orang inilah yang telah "berjasa" mengajarkan dan secara tidak langsung menularkan berbagai cara tipu daya dan kelicikan kepada orang terdekat saya sehingga secara tidak langsung menjerumuskannya ke dalam kesulitan. 
Sedih rasanya saya melihat bagaimana orang terdekat ini bisa dimanfaatkan sedemikian rupa sehingga membuat ia tidak sadar bahwa pola pikir yang dijalaninya selama bertahun-tahun itu melenceng dari pola pikir umum yang seharusnya, prinsip hidup yang dulu dijalaninya seolah-olah sama persis seperti prinsip hidup tokoh Sengkuni dalam pewayangan: Biarlah yang lain menderita yang penting dirinya bahagia. 

Sengkuni dalam pewayangan digambarkan sebagai sosok yang munafik, tampil sebagai manusia cerdik terdidik, terampil bicara sehingga mudah meraih simpati dan mendapat kepercayaan dari orang. 
Hal ini juga tidak jauh beda dengan si Sengkuni dalam kehidupan nyata saya. Orang ini tergolong terampil bicara, suka tampil, over PD kalau boleh saya katakan, pintar berbohong dan memanipulasi. Dalam mencapai tujuannya, dia bisa lho menggunakan media sosial orang lain dan menulis pesan seolah-olah orang itu yang menulis sendiri. Jadi misalnya nih kalau saya umpamakan sebuah kejadian dimana saya adalah si Sengkuninya dan saya nggak suka teman saya deket sama orang tertentu. Saya akan lakukan berbagai cara untuk menjauhkan orang tersebut dari teman saya. Misalnya dengan login ke medsos milik teman saya dan menuliskan pesan ke orang yang dituju dan mengatakan berbagai macam hal yang tidak sebenarnya dengan mengatasnamakan teman saya sebagai pemilik medsos tersebut. Ck ck ck.. Ada-ada saja ya akal muslihat orang itu? 

Ia juga pandai berbohong (atau munafik ya lebih tepatnya?). Contoh kasusnya saya buatkan perumpamaan ya. Katakanlah orang yang makan roti itu adalah suatu perbuatan yang dicap buruk oleh masyarakat. Maka ia bisa dengan tanpa hati melabeli orang-orang yang makan roti tersebut sebagai makhluk yang rendah. Ia bisa tanpa henti melancarkan "petuah" dengan membawa dalil agama seolah-olah dialah orang yang paling benar. Namun pada kenyataannya ia sendiripun termasuk orang yang menyimpan banyak roti dirumahnya!
Ia juga tipe orang yang bisa mendua dengan sahabat dari pasangannya sendiri. Ia bisa berusaha menjalin pertemanan dengan pasangan dari orang yang sebenarnya ada affair dengannya. Orang ini juga pandai menceritakan kisah yang membuat orang lain trenyuh dengan tidak menceritakan latar belakang sebenarnya dari kisah tersebut. Ia bisa tampil bak pahlawan bagi beberapa orang, padahal sebenarnya ia lah yang mendapat manfaat dari orang yang ditolong tersebut. Ia termasuk orang yang bisa meminjamkan pensil 2 B kepadamu, namun sebagai gantinya ia minta bolpen Parker-mu. Ia adalah tipe orang yang bisa berbicara banyak hal tentang ketuhanan dan dosa-dosa yang dibenci Tuhan sambil menenggak botol minuman beralkohol. Astaga! Seperti yang saya bilang di atas, kok bisa ya ada orang yang seperti itu? 

Namun saya percaya bahwa sepandai-pandainya tupai melompat pasti akan terjatuh juga. Semua orang baru yang mengenalnya jika terus menerus bergaul dekat dengannya pasti akan sadar dengan sendirinya, cerita mana yang benar dan mana yang tidak. 

Kembali lagi ke tokoh Sengkuni dalam dunia perwayangan nih, setahu saya cerita wayang itu mengandung filsafat yang dikemas dalam wujud kesenian. Tokoh-tokoh seperti Sengkuni merupakan personifikasi dari sifat manusia licik dan penuh intrik. Ia bersembunyi di balik kedok orang yang santun, relijius, ramah namun di balik itu penuh akal bulus dan munafik. Sadly to say.. Semua personifikasi yang ada di dalam diri Sengkuni, semuanya ada di watak orang tersebut. 
Saya cuma berharap, semoga di kemudian hari saya tidak perlu lagi berurusan lebih jauh dengan orang ini (dan orang-orang yang sejenis dengannya), karena saya yakin dengan membuka sedikit peluang berhubungan dengan orang seperti ini akan lebih banyak mendatangkan kemudharatan dibandingkan manfaat.
Saya juga berharap semoga orang ini cepat disadarkan ke jalan yang benar supaya nggak ngeribetin hidup orang-orang biasa seperti kami yang masih juga belajar memperbaiki diri. Amin YRA.




Sunday, October 26, 2014

Reminiscing Babel

Jalan-jalan ke Bangka Belitung kali ini sebenarnya nggak direncanakan. Tadinya saya pengen nabung supaya akhir tahun bisa jalan-jalan ke tempat lain, eh kok ndilalah dari kantor diumumin bahwa raker yang diadain tanggal 18-19 Oktober 2014 kali ini perginya ke Belitung. Langsung deh otak jalan-jalannya gatel. Hahaha. Setelah ngobrol sama suami, akhirnya saya coba ajuin cuti tanggal 20-21 Oktober 2014 supaya bisa sekalian liburan sama suami ke Bangka. Suami sendiri waktu itu memang pernah sempet beberapa bulan tinggal di Bangka karena urusan kerjaan, sementara saya sendiri juga sempat ke Bangka hanya saja waktu itu cuma sebentar jadi belum sempat menjelajah. Masih penasaran ceritanya. Hehehe.

Setelah dapat approval cuti dari om bos (HORE!), langsung deh saya cari tiket buat saya pulang plus tiket PP buat suami. Eh, ndilalah lagi.. Ternyata tiket pulang saya bisa di-reimburse ke kantor karena emang udah dapet jatah dari kantor (HORE lagi!!). Alhamdulillah rejeki anak solehah.. Alhasil kami cuma keluar uang untuk tiket PP suami saya sekitar 900 ribuan dengan menggunakan maskapai Sriwijaya Air.

Di Belitung kami mendapat fasilitas dari kantor untuk menginap di Lor In, Tanjung Pandan. Daerah ini sekitar 30 menit perjalanan dari Airport H.A.S Hanandjoedin. Dalam perjalanan menuju hotel saya melihat tambang timah, baik yang sudah tidak beroperasi maupun yang masih aktif berada di kiri kanan saya. 


Masih sempat narsis di Pantai depan hotel, padahal jadwal raker padat merayap waktu itu. Hihihi

Dikarenakan agenda di Belitung adalah Rapat Kerja, saya dan rekan kerja memang nggak terlalu bebas jalan-jalan. Jadwalnya padat merayap kaya jalanan Jakarta. Hanya saja di hari kedua ada kegiatan Island Trip ke Pulau Lengkuas. 
Di kapal menuju ke Lengkuas, kami melewati beberapa pulau, salah satunya Pulau Burung dimana disana ada batu besar yang bentuknya menyerupai paruh burung Garude (Garuda) dan uniknya paruh burung tersebut mengarah ke arah kiblat (barat). Kami juga melewati pulau yang menurut pemandu kapal kami, pulau tersebut milik seorang Tionghoa yang punya peternakan babi sehingga dinamakan Pulau Babi. 


Batu Garude yang famous itu. Memang mirip paruh burung ya?

Sebenarnya ada juga Pulau Pasir, yaitu Pulau yang terdiri atas hamparan pasir yang luas sekali di tengah laut, namun saat itu kondisi sedang pasang sehingga Pulau Pasirnya tidak nampak. Perjalanan ke Pulau Lengkuas makan waktu sekitar 30-45 menit tergantung kondisi ombak. 

Sesampainya di Pulau Lengkuas yang menarik perhatian saya adalah mercusuarnya. Saya dan teman kantor saya, Rika, Mahta dan Rangga memutuskan untuk naik ke atas mercusuar terlebih dulu sebelum snorkeling. Untuk naik ke mercusuar tersebut, kita harus membayar Rp 5.000,- dan melepas alas kaki. Setelah menaiki 18 lantai atau sekitar 300 anak tangga yang cukup curam, sampailah kami di puncak mercusuar yang pemandangannya (dan anginnya) yang luar biasa. Saya nggak berani berlama-lama di luar karena anginnya dahsyat banget. Rasanya takut ketiup secara badan saya imut gini. Hahaha. Belum puas foto-foto di mercusuar, saat saya melihat ke bawah kelihatan sekumpulan teman kantor saya sedang berjalan ke kapal untuk snorkeling, maka dengan terburu-buru saya dan Rika menuruni anak tangga untuk menyusul mereka. Namun sayangnya saat kami sampai di bawah, kapal kami sudah berangkat. Saya sih tidak terlalu kecewa karena saya lagi nggak kepengen banget snorkeling. Yang sedikit kecewa sepertinya Rika, maka untuk mengobati kekecewaannya kami sempat mengelilingi pulau untuk menonton sebagian rekan kami yang sedang memancing di laut. Tak lupa kamimelanjutkan kegiatan foto-foto di bebatuan super besar yang menjadi khas Pantai di Bangka Belitung. Konon katanya, batu-batu tersebut dulu asalnya dari letusan Gunung Krakatau. Humm.. Jadi ngebayangin betapa seremnya kejadian waktu itu.


Mercusuar Pantai Lengkuas

Puas foto-foto, kami memutuskan kembali ke mercusuar karena di dekat situ ada warung kecil yang menjual minuman dan makanan. Karena lapar, kami sempat pesan mie instan sambil ngobrol sama mas penjaganya. Dari mas itu kami tahu bahwa Pulau Lengkuas ini merupakan salah satu tempat penangkaran penyu. Kami sempat melihat ke tempat penetasan telur penyu dan kolam berisi puluhan penyu yang baru berusia 5 hari. 

Selain Pulau Lengkuas, kami juga sempat ke Pantai Tanjung Tinggi tempat syuting Laskar Pelangi. Sayangnya walaupun pemandangan di sana indah, namun pantai ini sudah agak kotor dengan sampah-sampah pengunjung. Tapi itu tak mengurangi niat kami untuk mengabadikan momen lewat foto-foto tentunya. 


Tanjung Tinggi, Belitong

Sejenak berandai-andai jadi Laskar Pelangi

Hari Senin, 20 Oktober 2014 saya dan suami sudah standby sejak jam 6 pagi di Pelabuhan Tanjung Pandan untuk menyeberang ke Bangka. Jadwal jetfoil KM Express Bahari dari Belitung ke Bangka hanya sekali dalam sehari yaitu pukul 07.00 WIB, kecuali hari Selasa dimana pada hari tersebut tidak ada jadwal penyeberangan. Jadi mau tidak mau, pada Hari Senin tersebut kami harus lakukan penyeberangan, kalau tidak mau membeli tiket pesawat ke Bangka yang harganya kurang lebih sama dengan tiket ke Jakarta. 

Ada cerita lucu saat di pelabuhan. Kebetulan HP suami saya mati total saat itu, padahal nomor HP rental mobil tersimpan disana. Untungnya suami dan Mas Eka dari rental mobil sudah janjian sehari sebelumnya untuk bertemu di pelabuhan. Sampai dengan pukul 06.30 WIB Mas Eka masih tidak nampak batang hidungnya di pelabuhan, kami mulai deg-degan sebab harus kemana kami menitipkan kunci dan STNK kalau si empu-nya mobil nggak juga muncul?
Kebetulan saat sedang menunggu, suami saya melihat ada satu keluarga yang diantar oleh guide lokal dengan menggunakan mobil rental. Seusai keluarga tersebut turun, suami saya dengan modal nekat mengetuk kaca mobil dan menceritakan bahwa HP-nya mati total sehingga tidak dapat menghubungi orang yang menyewakan mobil rental kepada kami, pemilik mobil ditunggu-tunggu juga tidak terlihat di pelabuhan. Untungnya, setelah menunjukkan STNK mobil, guide lokal tersebut ternyata kenal dengan pemilik mobil dan berbaik hati membantu menghubungi rental kami. Tidak sampai 15 menit kemudian, Mas Eka rental mobil kami datang dengan diantar motor. Dengan lega di detik-detik terakhir kami menyerahkan mobil ke Mas Eka.

Lain lagi cerita saat antri tiket di Pelabuhan. Sementara suami saya mencari Mas Eka, tugas saya adalah antri untuk beli tiket. 
Namun sialnya hari itu petugas loketnya telat. Jadwal kapal berangkat pukul 07.00 WIB, namun sampai pukul 06.30 WIB lewat loket masih juga kosong padahal dari pengeras suara pihak pelabuhan sudah menginfokan agar para penumpang segera ke atas kapal bagi yang sudah memiliki tiket. Humph. Makin spaneng deh rasanya nunggu loket buka.
Antrian sudah panjang ke belakang tapi saya cukup tenang karena kami sudah datang dari pagi dan dapat antrian nomor tiga dari depan. Kurang 15 menit dari jadwal keberangkatan, petugas loket baru datang dengan tergopoh-gopoh. Tepat saat loket dibuka, tiba-tiba antrian yang tadinya (lumayan) rapih jadi seketika berantakan. Semua orang yang antri di belakang serentak langsung menyerbu ke depan. Banyak dari yang antri sepertinya calo tiket, karena mereka beli tiket dalam jumlah yang langsung banyak. Saya yang tadinya berencana beli tiket kelas Bisnis, urung beli karena tiba-tiba diberitahu kalau tiket Bisnis sudah habis! Nah lho.. Kok bisa? Padahal saya kan antrinya termasuk bagian paling depan?? Dengan rasa mangkel akibat desak-desakan akhirnya kami (terpaksa) beli tiket kelas VIP dengan harga satu tiket Rp 285.000,-, padahal di papan tertera 3 kategori harga tiket: Bisnis Rp 190.000,-; Executive Rp 195.000,- dan VIP 230.000,- .

Benar-benar pengalaman buruk banget deh di Pelabuhan tersebut. Sudah masyarakatnya nggak bisa antri dengan baik, petugas juga tidak ada kesadaran untuk merapihkan antrian, belum lagi petugas loketnya datang telat dan super lelet sehingga menyebabkan jadwal keberangkatan juga mundur, belum lagi harga tiket yang tidak sesuai dengan yang ada di papan. Hummm.. Ya sudahlah, dijadikan pelajaran aja. Lain kali kalau mau nyeberang dari Belitung-Bangka, lebih baik pesan tiket sebelumnya atau sekalian aja naik pesawat.

Perjalanan dari Belitung-Bangka lewat laut makan waktu sekitar 4 jam. Sesampainya di Pelabuhan Pangkal Balam, Bangka kami segera naik angkot ke pasar untuk cari makan terlebih dulu. Angkot yang kami tumpangi minta tarif Rp 10.000,- per orang. 
Menu pertama yang kami coba siang itu tentunya Mie Bangka yang terkenal itu. Yang menarik perhatian saya hampir setiap makanan di Bangka menggunakan jeruk kunci, jeruk khas Bangka yang rasanya sedikit lebih manis dari jeruk nipis. Setelah kenyang dengan besarnya porsi Mie Bangka yang kami makan kami segera melanjutkan naik angkot kembali untuk mencari hotel. Kali ini angkotnya mengenakan tarif normal yaitu Rp 2.500,-/orang. 
Kami memutuskan untuk bermalam di Damai Inn, di kawasan Pangkal Pinang dengan tarif hotel Rp 220.000,-/malam (sudah termasuk pajak). 
Hotelnya sendiri sederhana, namun cukup bersih. Cukuplah bagi kami untuk beristirahat dan menaruh barang-barang, mengingat kami pasti menghabiskan hampir seluruh waktu kami di luar untuk jalan-jalan sayang rasanya kalau mengeluarkan uang lebih untuk hotel mahal.

Usai bersih-bersih sejenak dan suami mencari rental mobil di lobby hotel, kami segera bersiap keluar untuk jalan-jalan. Rental di Bangka yang kami dapat ini harganya sama dengan di Belitung yaitu Rp 250.000,-/hari. Perjalanan pertama kami ke Pantai Pasir Padi yang konon katanya unik karena kontur pantainya yang landai dan tekstur pasirnya keras sehingga kita bisa jalan sampai ke tengah laut karena airnya juga tidak terlalu dalam. Dalam perjalanan menuju pantai, sayangnya ban mobil kami sempat robek karena tertancap paku besar, jadi perjalanan sedikit terhambat untuk ganti ban dengan ban serep. Sesampai di Pantai Pasir Padi, kami segera parkir mobil di pinggir pantai dan jalan hingga hampir ke tengah laut yang ada beton-beton pemecah ombaknya. Kami duduk-duduk disana dan menikmati sunset yang arahnya berseberangan dengan pantai. Hingga matahari tenggelam kami segera bergegas kembali ke Pangkal Pinang untuk mencari makan malam.


Foto ini diambil di tengah laut lho.. Pantainya landai jadi mudah bagi kami untuk berjalan ke tengah-tengah laut

Malam itu atas anjuran suami saya makan tekwan, yang menurut saya rasanya mantab. Asinnya pas, kuah bening dengan rasa sup ikan yang kerasa banget apalagi ditambah perasan jeruk kunci, irisan jamur dan bengkoang. Segar banget! Suami sendiri memilih untuk makan pempek kapal selam yang menurut saya rasanya lebih manis dari pempek pada umumnya, tapi setelah agak lama rasa pedasnya baru terasa menggigit. 


Tekwan yang super seger dengan perasan Jeruk Kunci


Wisata kuliner malam itu nggak berhenti sampai di situ saja, kami langsung lanjut ke Alun-Alun Kota yang disingkat ATM oleh masyarakat setempat. Bahkan pada malam yang bukan akhir pekan, tempat ini ramai dikunjungi masyarakat yang membawa anggota keluarganya. Yang remaja bisa makan-makan di sekitar alun-alun, yang anak-anak bisa main di berbagai macam jenis permainan yang ada di sana, salah satunya semacam mobil-mobilan mini yang bisa dikendalikan remote control oleh orang tua mereka. Di sana kami juga sempat mencoba jajanan berupa gorengan yang pada dasarnya berasal dari ikan namun diolah menjadi berbagai macam jenis. Delapan potong gorengan ditambah dengan segelas susu kedelai, kami cukup mengeluarkan uang Rp 12.000,- saja. Harusnya malam itu wisata kuliner kami ditutup dengan makan buah duren, namun sayangnya karena bukan musimnya, kami tidak dapat menemukan satupun pedagang durian yang biasanya ada di sepanjang jalan.

Jadwal hari terakhir kami di Babel adalah Beaches Marathon sebelum jadwal pulang kami ke Jakarta pukul 17.10 WIB sorenya. Namun sebelumnya kami berencana sarapan dulu ke warung kopi yang terkenal di Bangka yaitu Warung Kopi Tung Tau. Entah Google Maps dan Waze-nya lagi kacau, bukannya ketemu si warkop kami malah sempat kesasar sampai ke kuburan cina. Sempat hampir menyerah, akhirnya warkop ini secara tidak sengaja ketemu dalam perjalan kami ke Pantai Parang Tenggiri. Warkop Tung Tau ini terletak di perempatan pasar di Jl. Muhidin. Sudah berdiri sejak tahun 1938 dengan resep yang diwariskan turun temurun dan dikelola sendiri oleh generasi penerusnya. Semua kedongkolan karena sempat kesasar tadi terbayarkan saat makan roti panggang telur dan mencicipi kopi susu serta teh susunya. Semuanya enak. Roti panggangnya crunchy di luar tapi lembut banget di dalam. Buat seseorang yang nggak bisa minum kopi seperti saya aja, sepertinya saya jatuh cinta sama rasa kopinya. Sebagai bekal di perjalanan, akhirnya kami memutuskan untuk take away roti panggang isi srikaya. Oya, so far menurut saya jajanan dan makanan di Bangka ini harganya bersahabat dengan dompet merah saya. Menyenangkan deh pokoknya. Hehehe.


Wajib mampir ke Tung Tau kalau lagi di Bangka

Sarapan sudah, saatnya ke Pantai Parang Tenggiri. Pantai ini sebenarnya bukan pantai umum, jika masuk ke pantai, kita harus membayar Rp 25.000,-/orang, karena wilayah pantai ini memang masuk ke dalam wilayah Parang Tenggiri Beach, Resort & Spa. Kami sempat menemukan hotspot di Parang Tenggiri berupa pantai kecil di balik bebatuan dekat restoran hotel yang tempatnya menjorok ke tengah laut. 

Hotspot di Pantai Parang Tenggiri, pantai mini dibalik bebatuan

Pantai Parang Tenggiri yang bersih

Tujuan kedua adalah Pantai Matras yang letaknya bersebelahan dengan Pantai Parang Tenggiri. Saat kami kesana sepertinya sedang ada restorasi di Pantai Matras, sehingga akhirnya kami terus menyusuri jalan mencari pantai yang lebih nyaman tanpa ada kehadiran excavator-excavator di pinggir pantai. Sedikit off road dan sempat berhenti di area bekas tambang timah, akhirnya kami menemukan spot di daerah Matras yang indahnya luar biasa. Pantainya nihil orang, dengan bebatuan besar dan uniknya di pinggir pantai juga ada rawa yang banyak ikan dan udangnya. Kami agak lama menjelajah di pantai tersebut. Loncat dari satu batu ke batu yang lain dan sedikit bermain air di bibir pantai.



Berasa pantai pribadi

Rawa di seberang dalam pantai. Kami menemukan banyak udang dan ikan di sini

Indahnya Pantai Matras dengan bebatuan besar khas pantai di Babel

Jernih ya airnya?

Bersanntai di salah satu batu besar Pantai Matras

Tujuan selanjutnya adalah Teluk Kenangan.. Eh, Teluk Uber maksudnya.. Hehehe. Di Pantai Uber ini sedikit berbeda dengan pantai-pantai di Bangka lainnya karena warna pasirnya yang sedikit kehitaman. Kami sempat berenang di sana, bahkan sempat nemuin ubur-ubur yang setiap mau difoto pasti kabur.


Berenang sebelum pulang

Nggak terasa jam sudah menunjukan hampir pukul 13.30 WIB, kami segera bergegas ke hotel untuk check out dan menyempatkan diri ke Museum Timah Indonesia yang dikelola oleh PT Timah, Tbk. Di museum yang tadinya merupakan tempat bersejarah yaitu tempat diselenggarakan dan ditandatanganinya Perjanjian Roem Royen ini kita bisa belajar banyak tentang sejarah timah di Indonesia, bahkan saya dengar Museum ini adalah satu-satunya museum Timah di Asia Tenggara. Sayang kami tak bisa berlama-lama di sana karena harus mengejar pesawat ke Bandara Depati Amir.


Mangkuk keruk timah yang ukurannya bisa nampung saya dan suami sekaligus sepertinya. Hihihi

Sempat delay karena cuaca saat itu super mendung, akhirnya pukul 18.30 kami take off juga ke Jakarta. Begitu banyak cerita yang bisa saya bagi dalam waktu yang singkat. Jika ada kesempatan, saya dan suami ingin sekali kembali ke sana, karena masih banyak sekali tempat yang ingin kami kunjungi. Pantai-pantai, Bangka Botanical Garden, Kampung Pecinan di Belinyu, daerah bersejarah Muntok, dan lain-lain. Yang pasti kota Bangka selalu punya tempat tersendiri di hati kami, karena kota ini adalah awal pertemuan kembali saya dan suami..

Happy Anniversary, my dearest one.
I love you above and beyond. 


Friday, October 10, 2014

Random Weekend Getaway to Puncak

Suatu malam ngobrol dengan suami. Ingin sekali-sekali kumpul dengan keluarga suami.. Gantian lah ceritanya, berhubung selama ini memang lebih sering berkumpul dengan keluarga saya. Setelah diskusi, akhirnya diputuskanlah untuk pergi ke Puncak, menyewa satu villa terus malamnya bbq-an rame-rame. 

Mulailah saya sibuk browsing cari villa yang kira-kira cukup untuk 3-4 keluarga kecil yang sesuai dengan budget di Agoda.com. Kebetulan saya dulu memang cukup sering cari hotel di sini baik untuk urusan kantor maupun untuk urusan pribadi. Setelah cari sana-sini, akhirnya saya putuskan untuk coba booking 1 villa di Cluster Osaka, Kota Bunga Puncak.
Pertimbangannya selain karena sesuai dengan budget, jumlah kamarnya cukup banyak. Ada 5 kamar tidur dengan 3 kamar mandi. Dua kamar mandi di luar dan satu kamar mandi di master bedroom. Fasilitas lainnya selain ruang keluarga juga ada dapur yang menurut testimoni pengunjung sebelumnya sudah lengkap dengan peralatan masaknya. Untuk villa dengan fasilitas yang cukup memadai tersebut, saya hanya perlu merogoh kocek kurang dari Rp 700 ribu. Nominal yang murah jika dibandingkan dengan harga villa dengan fasilitas serupa di daerah Lembang yang harganya pasti sudah di atas Rp 1 juta.

Villa sudah di-booked. Tinggal menunggu hari H saja. Namun sayangnya mendekati hari H dari keluarga suami banyak yang berhalangan, padahal sehari sebelumnya saya sudah sempat belanja 'murah-meriah' untuk bbq-an di Giant (bukan promosi. Tapi untuk bbq-an dengan menu yang sederhana, ga yang mewah-mewah amat, belanja di sini emang terhitung murah. Hehehe). Akhirnya di Hari H kami 'putar haluan' deh dengan mengajak saudara-saudara dari pihak saya. Jadilah mama, 2 kakak saya, 4 keponakan serta adik dan calon istrinya konvoi berangkat ke puncak.

Kami jalan dari Cinere sekitar dzuhur, siang itu panasnya menyengat sekali. Kami sempat berhenti di rest area KM 58. Adik dan keponakan saya menyempatkan mampir ke Starbucks, sementara saya yang bukan pecinta kopi cukup membekali diri dengan sebotol air mineral saja. Hehehe. Selesai jajan, kami melanjutkan perjalanan menyusul mobil kakak saya yang sudah lebih dulu berangkat.

Mendekati Ciawi saya di-Watsapp kakak yang memberitahukan kalau jalan naik ke Puncak sedang ditutup dan baru dibuka kembali jam 6 sore nanti. Mendengar hal tersebut kami berinisiatif lewat jalan alternatif. Di sekitar pintu tol Ciawi cukup padat dengan pedagang dan orang-orang yang menawarkan jasanya untuk mengantar mobil-mobil yang tidak ingin menunggu sistem buka-tutup ini melewati jalur alternatif. Kami sendiri memutuskan untuk tidak menggunakan jasa penunjuk jalan ini. Selain karena suami saya memang cukup hapal dengan jalan alternatif di Puncak, sekarang ini kan juga ada aplikasi Waze jadi ga perlu takut kesasar. 
Lewat jalan alternatif ini menurut saya bagi pengguna mobil matic dan mobil sedan tidak disarankan, karena rutenya cukup berliku dan tanjakannya juga tajam dengan kondisi jalan yang tidak terlalu baik. 

Nampaknya saat itu kami sedang kurang beruntung. Setelah 'berjuang' melewati lika-liku tajam kehidupan.. Eh, lika liku jalanan. Hanya beberapa meter dari jalan utama, mobil kami dihentikan karena sistem buka tutup ke arah bawah puncak masih berlaku. Akhirnya kami tetap harus menunggu sampai dengan pukul 18.00 lewat baru dapat melanjutkan perjalanan kami menuju ke Kota Bunga.

Hampir pukul 19.00 kami sampai di Kota Bunga. Sempat agak kesulitan mencari kantor marketingnya karena tidak ada petunjuk yang cukup jelas dan letak kantornya pun cukup jauh ke dalam. Sesampai di kantor marketing, saya cukup menyebutkan nama dan email booking kepada petugas, kemudian petugas segera meminta saya mengikuti salah satu staff yang akan menunjukan letak villa yang kami tempati.

Villa tersebut terletak di cluster Osaka sehingga desainnya berbau Jepang, unik dengan aksen pintu depan geser. Letak villanya di pinggir jalan Hoek, sehingga menyisakan lahan untuk taman yang dilangkapi gazebo dan sebuah ayunan. Di bagian depan villa ada kolam kecil yang pada akhirnya jadi tempat favorit dua keponakan saya, Dewa dan Noah karena di situ mereka bisa bermain air dan menangkap kecebong.




Ini tampak depan villa kami
Setelah bersih-bersih dan meluruskan kaki yang cukup pegal sesuai perjalanan tadi, kami segera bersiap-siap untuk bbq. Kami sempat keluar sebentar untuk beli beras, arang untuk bakar-bakar dan beberapa keperluan lain di mini market yang letaknya satu area dengan kantor marketing tadi. Sayangnya sampai di villa, ibu saya memberitahu kalau ia tidak dapat menemukan wadah untuk nasi di dalam rice cooker yang sudah tersedia di villa, sehingga tetap saja kami tidak bisa menanak nasi. Kali ini adik saya yang menawarkan diri keluar untuk membeli nasi sementara kami menyiapkan bumbu bbq dan mulai menyalakan 'panggangan darurat' yang bahan-bahannya kami temukan di villa. 

Malam itu kami habiskan dengan bbq-an di luar rumah. Tentu saja, yang paling banyak porsi makannya ya saya dan suami. Hahaha. Seusai makan, saya yang agak teler memilih tiduran di sofa ruang tengah sambil menemani suami yang main Monopoly On The Go bareng adik, calon istri adik saya, dan keponakan.
Nggak games di Tab, nggak  di dunia nyata kayaknya semua lagi pada keranjingan main monopoli lagi ya. Hihihi. Sampai jam 2 dini hari baru saya dibangunkan suami untuk pindah masuk ke kamar *tutup tirai* *eh*

Yang perlu dicatat jika menginap di Kota Bunga, sebisa mungkin jangan ambil villa di pinggir jalan raya karena cenderung berisik dengan orang-orang yang kebanyakan berdarah Arab (Oops.. Bukannya rasis, tapi memang banyak banget keturunan Arab di sana) yang mondar-mandir dengan mobil yang dibuka kacanya sehingga suara musik terdengar keras dari dalam kendaraan mereka, atau suara knalpot mereka yang kebut-kebutan bahkan di malam hari. Untuk itu sebaiknya kasih pengertian juga untuk anak-anak kecil agar tidak sendirian bermain di jalan raya tanpa ditemani orang dewasa.

Saya terbangun pukul 06.30 dan langsung mendapati bahwa tadi pagi mobil kami sudah dicuci bersih oleh beberapa anak muda tanpa diminta. Sempat kuatir kalau-kalau ongkos yang mereka minta mahal untuk 1 mobil, ternyata setelah ditanya mereka hanya minta ongkos 15 ribu per mobilnya. Saat saya, kakak dan Shayna keponakan saya menyempatkan diri untuk jalan-jalan di sekitar villa ada beberapa kusir dengan kudanya yang menawarkan jasa menunggang kuda keliling kompleks. Untuk satu putaran dikenakan biaya 25 ribu per kuda. 


Pagi-pagi belum sarapan udah keliling naik kuda

Di Kota Bunga ini juga banyak pedagang yang menjajakan makanan. Mulai dari nasi uduk, pedagang pisang, gemblong, sampai SPG minuman fermentasi juga ada. Mereka akan mampir ke depan villa menawarkan dagangannya silih berganti. Namun jangan kuatir, mereka bukan tipe pedagang yang memaksa agar kita membeli dagangannya, jadi tolak saja dengan halus jika anda tidak berminat.

Seusai sarapan dan mandi pagi, kami segera beberes untuk bersiap-siap pulang. Ada rencana sebelum pulang untuk mampir ke Kebun Raya Cibodas. Saya sudah puluhan tahun tidak ke Cibodas. Terakhir itu SD kalau nggak salah ingat. Dulu keluarga saya kalau libur atau sedang ada keluarga dari Solo yang datang berkunjung, biasanya akan kami ajak ke Puncak, masuk Taman Safari dan wisata ke Cibodas agar anak-anak dapat bebas berlarian sampai terjatuh guling-gulingan di areal Cibodas yang memang konturnya berbukit-bukit. Itu saja rasanya bukan main senangnya ngalahin jalan-jalan ke Mall :p

Kebun Raya Cibodas merupakan gerbang awal bagi pendaki yang ingin naik ke Gunung Gede. Di sana banyak pohon-pohon yang usianya sudah ratusan tahun, air terjun Cismun, berbagai tanaman bonsai, anggrek langka sampai dengan bunga bangkai dapat ditemukan disini. Tiket masuk ke Cibodas untuk mobil dikenakan 16 ribu sementara per orangnya Rp 9.500,-. Ternyata disana nggak banyak berubah. Anak- anak senang sekali bermain di lapangan terbuka di bawah pohon-pohon rindang dengan udara yang cukup sejuk dibandingkan saat di Kota Bunga. Sambil mengamati anak-anak yang sedang bermain, kami memutuskan menyewa plastik untuk alas kami duduk-duduk di bawah pohon sambil menikmati bekal makan nasi goreng telor ceplok home made suami saya. Hehehe. Betul juga keputusan untuk membawa bekal makan dari rumah karena dagangan yang dijajakan di sini harganya relatif sudah dinaikkan, misalnya saja sebotol air mineral ukuran sedang dihargai 10 ribu rupiah.


Kapan terakhir kali anda piknik di taman terbuka?

Waktu sudah menunjukkan pukul 14.00 WIB saat kami memutuskan untuk turun dan pulang ke Jakarta. Saya dan suami beserta adik dan pacarnya memutuskan untuk duluan turun sementara rombongan di mobil kakak saya ingin belanja sayur mayur dulu di areal parkiran luar kebun raya yang memang dipenuhi pedagang sayuran, buah dan souvenir.

Alhamdulillah perjalanan turun dari Puncak kami relatif lebih lancar dibanding saat naik, karena bertepatan dengan arus turun ke arah Jakarta. Kami sempat minum sekoteng dan makan jagung bakar di Masjid Atta'awun, turun sedikit kami melanjutkan wisata kuliner kami dengan menyantap poffertjes dan segelas susu coklat sambil menikmati pemandangan orang-orang yang sedang parasailing dari atas bukit. Suatu saat saya ingin coba ah..



Santapan wajib kalau ke Puncak 

Meskipun puncak saat ini tidak sesejuk dulu dan sudah cukup banyak yang berubah karena sekarang terasa lebih ramai, terutama oleh pendatang keturunan dan hampir semua toko, agen tour travel serta restoran sudah menggunakan plang dengan tulisan arab gundul dan kalau tidak dibantu dengan gambar visual dari apa yang ditawarkan agak menyulitkan pembeli namun perjalanan ini cukup menyenangkan. Terutama karena kami sekeluarga sudah cukup lama tidak berkumpul liburan sama-sama. Jadi memotivasi saya untuk merancang liburan keluarga lagi nih! ^^








Thursday, October 2, 2014

Chapter of my Life - Trying to Conceive (TTC) - Fighting PCOS

Hi.. Hi..

Posting-an saya kali ini bukan tentang jalan-jalan dulu ya. Sekedar mau share buat temen-temen di luar sana yang kemungkinan punya cerita sama dengan saya atau bisa juga untuk sekedar nambah-nambah wawasan soal PCOS. Kalau ada kurang lebihnya informasi yang saya share, mohon maaf ya, karena saya juga masih explore soal gangguan hormon yang diduga jadi penyebab infertilitas atau ketidaksuburan bagi 5-10% wanita usia reproduksi (12-45 tahun) ini.


Infertilitas pada wanita? Whew.. Serem ya kedengarannya, tapi nggak juga sih.. Kata dokter dan berbagai sumber yang saya dengar dan baca, asal tetep berpikir positif, jaga pola makan dan gaya hidup serta olahraga, Insyaallah penderita PCOS bisa sembuh dan bisa punya anak.
Di pembahasan kali ini pastinya saya akan share pengalaman saya sendiri, sedikit informasi yang saya dapat dari berbagai sumber soal PCOS.. (CMIIW ya kalau ada info yang kurang tepat. Hihi), serta rincian biaya yang dikeluarkan siapa tau bisa bermanfaat bagi yang membutuhkan :)

Pembahasan kali ini agak panjang nih. Jadi siap-siap ya.. Hold my hands tight through out my "roller coaster ride" *halah*


Jadi dari awal nikah, saya dan suami memang nggak nunda-nunda momongan. Suami saya sendiri sudah punya seorang putri dari pernikahannya yang terdahulu. Dalam rangka persiapan kehamilan, beberapa bulan sebelum nikah saya sudah memutuskan untuk ngurangin ngerokok sampe akhirnya bener-bener berhenti, ga 'minum' lagi even itu cuma 'mimik-mimik' cantik, lebih banyak makan sayur, ga begadang lagi, ga jalan malem lagi, ga juga ngendon lama-lama di kantor seperti waktu masih belum nikah dulu. Pokoknya bener2 diniatin supaya kalau nanti dikasih rezeki hamil, baby-nya bener2 sehat deh.

Sempat waktu itu di bulan ke-4 usia pernikahan, saya telat haid sampai 2 minggu lebih. Dari seminggu sebelum jadwal haid, perut bagian bawah saya sering terasa sakit sekali seperti ditarik-tarik. Bahkan untuk berjalan saja bisa bikin saya terengah-engah menahan sakit, apalagi kalau sedang naik turun tangga di kantor dan saat sedang nyetir, kebetulan mobil saya transmisinya manual, jadi lumayan berasa tuh kalau lagi macet. 

Sakitnya itu datang come and go, kalau sedang nggak terasa sakit sih saya masih bisa pecicilan kesana kemari, tapi kalau lagi kambuh.. paling saya cuma bisa meringis-ringis nahan sakit sambil menjalankan aktivitas seperti biasa. Waktu itu saya juga sempat test pack sehari sebelum jadwal haid, tapi hasilnya (-). Sampai kemudian saya telat lebih dari seminggu dan rasa sakit saya makin menjadi-jadi, saya mulai kepikiran. Karena selain merasa sakit, perut saya juga makin besar dan mengeras. Saya sempat konsul ke 2 dokter. Yang satu di RS Puri Cinere dan RS Gandaria. Diagnosisnya sama, sedang ada penebalan dinding rahim. Kemungkinannya ada dua, antara mau haid atau mau hamil. Di RS Gandaria saya dikasih folavit - vitamin (asam folat) yang penting dikonsumsi ibu hamil di awal kehamilan agar bayi terhindar dari cacat sistem saraf (otak).Total biaya di RS Puri Cinere sekitar Rp 400.000, sementara di RS Gandaria sekitar Rp 250.000 sudah termasuk konsul dokter, USG transvagina dan obat.

Setelah 2 minggu lebih saya masih juga belum mens, kemudian pada hari Minggu saat suami saya sedang di luar kota, saya merasakan sakit yang hebat di bagian punggung bawah, dekat tulang ekor. Saking sakitnya, saya sampai nggak bisa jalan. Sorenya saya merasa ingin buang air kecil. Di kamar mandi saat buka celana tiba-tiba jatuh gumpalan kental warna merah tua seukuran ibu jari. Sempat panik, saya hubungi suami dan Ibu saya. Saya diminta jangan banyak bergerak dan kemudian dijemput Ibu saya kerumahnya. Sesampai di rumah Ibu, sakitnya berkurang hingga malam hari sakitnya datang lagi, saat saya ke kamar mandi keluarlah lagi gumpalan darah berwarna merah tua, tapi kali ini nggak sebanyak gumpalan sebelumnya.


Keesokannya saya periksa ke dr Fitriadi, SpOg di RS Pondok Indah rekomendasi dari kakak saya. Dokternya kalem tapi cukup informatif saat menjelaskan pertanyaan yang kita lontarkan. Berdasarkan gejala yang saya rasakan, dokter bilang kalau kemarin kemungkinan terjadi pembuahan namun karena kondisi pembuahannya tidak baik, maka pembuahan tersebut luruh dengan sendirinya. Kondisi pembuahan yang tidak baik itu bisa karena berbagai macam faktor. Bisa dari kondisi sel telur, sperma atau kondisi badan yang ga fit saat terjadi pembuahan, bisa karena kecapekan atau stress. Dokter juga sempat komentar soal sel telur saya yang terlhat banyak dan kecil di layar saat sedang USG, namun karena saat itu kondisi saya memang sudah keluar haid, dokter menyimpulkan kemungkinan sel telur tersebut adalah bakal sel telur di siklus mendatang yang memang belum waktunya matang. Karena usia perkawinan kami juga masih baru, kami diminta untuk enjoy aja usahanya, belum perlu program dulu. Total biaya konsul dan USG transvagina di RSPI ga beda jauh dr RS Puri Cinere. Berarti compare dengan RSPI, biaya di Puri Cinere itungannya termasuk mahal jg ya?


Nah.. Sejak saat itu, siklus haid saya malah bertambah panjang dari yang sebelumnya 32 hari menjadi antara 38-39 hari. Bulan kesekian siklus seperti itu lama-lama saya jadi sudah terbiasa dengan haid yang telat. Sampai akhirnya 3 bulan yang lalu saya telat (lagi) lebih dari seminggu. Badan rasanya nggak enak aja bawaannya, mood juga ikutan ancur-ancuran. Kadang saya sampe kasian sama suami kalau saya lagi ngomel-ngomel. Untungnya suami saya orang yang paling sabar (dan ganteng) sedunia buat saya. Hahaha. Karena telat cukup lama, saya test pack tapi hasilnya juga masih (-). Perut saya juga kembali mengeras seperti di bulan ke-4 pernikahan. Saya sering merasa pusing dan sedikit mual, serta kram perut meskipun nggak sesakit kram sebelumnya. Antara sedih, kesel dan ga ngerti lagi sama kondisi badan saya, akhirnya saya bilang sama suami saya untuk ke dokternya kalau akhirnya sudah keluar haid saja.

Betul juga, setelah 3 minggu lebih telat akhirnya haid datang juga. Kali ini nggak berbentuk gumpalan, tapi volume darahnya sedikit sekali dan warnanya pun cenderung hitam. Hari ke-2 haid saya dan suami memutuskan ke RS Mayapada TB. Simatupang. Di sana kami konsul ke DR. dr. Bambang Yudomostopo, SpOg. Dokternya sudah sepuh dan terlihat telaten, belakangan setelah dikasih kartu nama, saya baru tahu kalau beliau termasuk dokter senior juga di RSB Asih.
Dari pemeriksaan USG, rahim saya dinyatakan bersih, ukurannya pun normal tidak ada kelainan, kista ataupun miom. Untuk keluhan siklus haid saya yang panjang, saya diberi profertil (obat penyubur kandungan) yang katanya berfungsi untuk memancing haid serta diresepkan Folic Acid (asam folat) 5 mg. Saya diminta dateng lagi kira-kira seminggu setelah Hari Pertama Haid Terakhir (HPHT). Cuma saya nggak dateng lagi setelahnya, karena buat saya biaya di RS Mayapada cukup mahal. Untuk konsul dokter sendiri aja sudah kena Rp 350.000,-, ditambah biaya USG dan print hasilnya jadi Rp 700.000,- belum lagi ditambah obat-obatnya. Tadinya pengen dateng ke prakter dr. Bambang di RSB Asih, tapi waktunya memang belum ada yang pas.

Menjelang 1 tahun pernikahan kami, saya diskusi dengan suami dan sepakat untuk mulai program hamil ke dokter sesegera mungkin, pertimbangannya karena usia saya yang sudah menginjak kepala 3. Saya nggak ingin usia saya terpaut terlalu jauh dengan anak. Beberapa pertimbangan lain, seperti usia produktif saya dan suami terkait dengan biaya pendidikan anak juga jadi salah satunya.


Maka setelah cukup research kesana kemari, saya memutuskan untuk datang ke dr Prima Progestian di RS Muhammadiyah Taman Puring untuk program hamil sekalian saya juga mau periksa soal siklus haid saya yang kurang teratur, terutama setelah menikah. Rata-rata siklus saya dilihat dari 6 bulan terakhir antara 38-51 hari. 

dr Prima ini menurut kabar adalah dokter yang memang mendalami infertilitas (ketidaksuburan) wanita, pembedahan endoskopi ginekologi Laparoskopi-Histeroskopi (minimal invasive surgery) dan pembedahan ginekologi estetik. Singkat kata banyak yang bilang dr Prima ini sepertinya dokter yang tepat lah untuk didatangi kalau mau program hamil.

Paginya saya sudah daftar melalui BBM ke RS Muhammadiyah dan dapat nomor urut satu. Sorenya saya izin pulang cepat dari kantor sekalian mau cek medan *macam mau perang aja* karena baru pertama kali ke RS Muhammadiyah Taman Puring. Saya dan suami sempat menunggu sekitar 1 jam sebelum akhirnya bisa konsul dengan dr Prima.
Pertama masuk ke ruangan, dokter langsung menanyakan maksud kedatangan, saya jawab kami rencana mau program. Dokter langsung menanyakan berapa usia kami, sudah berapa lama menikah, berapa kali dalam seminggu berhubungan, dsb. Setelah itu dokter minta saya bersiap untuk USG transvagina ditemani seorang suster. Saat USG tersebut tampaklah kondisi indung telur saya baik yang kiri dan kanan dipenuhi bulatan-bulatan kecil. Dokter langsung curiga saya PCOS. Seusai pemeriksaan, saya cerita soal siklus haid saya yang ga teratur, dokter makin yakin saya PCOS. Kemudian ia menjelaskan secara singkat apa itu PCO dan menulis surat rujukan test darah di hari ke-2 haid siklus berikutnya untuk cek insulin, hormon FSH, Prolaktin, dan LH. Senin minggu depan, 6 Oktober 2014 saya diminta untuk datang lagi cek kondisi sel telur. Harapannya sih, karena siklus haid saya panjang kemungkinan saat diperiksa itu belum waktunya si sel telur matang.
Selain itu saya juga dirujuk untuk melakukan HSG di hari ke-9 sampai 12 dari siklus haid saya. HSG atau  histerosalpingografi *panjang ya mak* adalah pemeriksaan untuk mengetahui kondisi sel telur dan mendekteksi apakah ada sumbatan atau tidak pada rahim dengan memakai cairan yang dimasukkan ke rongga rahim dan saluran telur. Dokter juga minta kami untuk atur pola makan yang sehat dan olahraga.
Untuk suami dan saya diresepkan vitamin Vioxy.FM, Corsel, dan Folic Acid 5 mg yang diminum masing-masing 1 kali sehari selama 3 bulan. 
Biaya konsul dokter di RS Muhammadiyah Tampur relatif ga mahal, hanya Rp 175.000,-.
USG transvagina tanpa print Rp 150.000,-. Biaya kartu pasien baru dan admin masing-masing Rp 15.000,-. Yang agak mahal harga Vioxy.fm (Rp 200 ribu-an) dan Corsel (Rp 400 ribu-an) untuk dosis 1 bulan, sementara Folic Acid-nya sih ga mahal 60 tablet hanya puluhan ribu.

Sepulang dari sana, saya segera cari tambahan informasi mengenai PCOS atau Policlystic Ovarium Syndrome ini. Pada dasarnya PCOS atau biasa juga disebut PCO adalah gangguan hormon yang menyebabkan terhambatnya ovulasi atau matangnya sel telur sehingga tidak bisa dibuahi, karena ukuran sel telur yang tidak mencukupi. 
Ukuran sel telur yang matang dan siap dibuahi adalah 18 - 24 mm, sementara ukuran sel telur wanita dengan PCO kurang dari ukuran tersebut. Malah saya baca, ada yang ukurannya hanya 2-6 mm.

Walaupun baru belakangan ini saya mendengar tentang PCO, ternyata saya tidak sendiri. Saat ini banyak juga perempuan yang didiagnosa PCO. Saya sempat tanya ke salah satu teman saya yang kebetulan profesinya dokter, menurutnya belum ada yang bisa menjelaskan apa yang menyebabkan PCO. Kemungkinan faktor keturunan, gaya hidup, polusi, dll.

Nggak bisa dipungkiri sebagian diri saya rasanya sedih sekali dengan kondisi sekarang *perempuan mana yang ga sedih ya?*. Meskipun sebenernya saya nggak kaget dengan diagnosis dokter, dengan sering mundurnya siklus saya selama ini, saya sudah ada feeling pasti ada yang nggak beres sama badan saya. Sewaktu di ruang dokter dan dalam perjalanan pulang saya coba nahan perasaan di depan suami, karena saya tahu.. Once saya ngomong sedikit pasti langsung deh tuh tumpah ruah airmata. Suami saya juga lebih banyak diam. Saya tau sebenarnya bukan dia bermaksud ga supportive, dia cuma ga pengen saya larut dalam kesedihan kalau dibahas terus menerus. 

Di lain sisi saya juga merasa bersyukur bahwa kondisi ini saya ketahui di usia awal pernikahan sehingga semoga bisa ditangani dengan cepat. Bagi teman-teman di luar sana yang sedang program hamil namun belum kunjung hamil padahal frekuensi berhubungan teratur, selain berdoa dan usaha secara alami tentunya, ada baiknya segera periksakan ke dokter agar jika memang ada yang salah dengan kondisi badan kita, bisa diketahui dan ditangani dengan cepat.

Untuk gejala PCOS sendiri, berdasarkan beberapa artikel yang saya baca berikut rangkumannya:

1. Gejala awal:
a. Jarang atau tidak pernah mendapat haid. Haid rata-rata dalam setahun bagi penderita PCOS kurang dari 9 siklus (siklus lebih dari 35 hari). Ada juga yang teratur haid tiap bulan namun tidak selalu mengalami ovulasi -> Untuk kasus saya, haid tetap teratur tiap bulan namun siklusnya yang panjang, mundur antara 1-3 minggu.
b. Perdarahan haid tidak teratur atau berlebihan ->  Sebelum menikah, volume haid saya banyak, namun semenjak menikah tidak sebanyak dulu.
c. Rambut kepala rontok, rambut yang tumbuh di tubuh berlebih -> Saya banget nih, meskipun ga berlebihan banget sih.
d. Jerawatan -> Kalo saya ga terlalu sih, paling jerawat kecil-kecil atau satu-dua jerawat yang muncul sebelum waktunya haid.
e. Depresi, perubahan hormon yang menyebabkan gangguan emosi -> Mood swing is my middle name. Huhu :'(

2. Gejala PCOS lanjut
a. Obesitas, terutama tubuh bagian atas -> Ga berlaku buat saya nih. Badan saya kecil TB: 153 cm dengan BB: 40 kg.
b. Abortus berulang kemungkinan berkaitan tingginya kadar insulin yang biasa dijumpai pada penderita PCOS, ovulasi yang terhambat, kualitas sel telur atau kurang sempurnanya implantasi di dinding uterus -> Kasus saya di bulan ke-4 pernikahan mungkin ga ya karena ini?
c. Sulit mendapatkan kehamilan karena tidak terjadi ovulasi.
d. Nyeri panggul kronis (perut bagian bawah dan panggul) -> Nyeri perut bagian bawah ini saya rasakan saat bulan ke-4 pernikahan. Nyerinya seperti urat yang ditarik-tarik, seperti mau putus.
e. Tekanan darah tinggi -> Tekanan darah saya rendah. Biasanya 100/70

Perlu diingat bahwa adanya PCOS tidak berarti tidak akan hamil. Namun penderita PCOS mungkin membutuhkan bantuan untuk dapat berovulasi dengan normal. 

Upaya yang dapat dilakukan antara lain: 
1. Minta bantuan  kepada ahli medis untuk cek hormon mana yang tidak seimbang untuk selanjutnya diberikan vitamin atau obat yang dapat menyeimbangkan kadar hormon tersebut.
2. Olahraga teratur, karena dengan olahraga dapat menekan kadar gula darah yang memicu PCOS.
3. Atur pola makan. Hindari konsumsi makanan dengan karbohidrat yang tinggi, banyak konsumsi makanyan yang mengandung Omega-3 seperti Ikan Salmon, banyak makan sayur dan buah-buahan. Saya sendiri termasuk orang yang tidak terlalu suka makan sayur dan buah, kecuali sudah diolah dalam bentuk salad. Untungya suami saya seringkali berbaik hati membuatkan salad untuk saya kalau malam hari :)

Dari info yang saya kumpulkan dari berbagai sumber, tahapan untuk penanganan PCOS tergantung dari kondisi masing-masing orang. Untuk perempuan yang obesitas maka menurunkan berat badan minimal 10% itu perlu dilakukan. Olahraga teratur dan pemberian obat anti diabetes bila ada gejala resistensi insulin juga terbukti mengurangi gangguan siklus haid yang merupakan efek dari PCO.

Jika terapi di atas tidak berhasil, ada 2 alternatif  tindakan medis yang bisa dilakukan:
1. Laparoscopic ovarian drilling, tindakan mengurangi jumlah sel tur yang ga matang menggunakan jarum panas.
2. Ovarian Wedge Resection, tindakan pembedahan untuk mengambil sebagian jaringan indung telur

Meskipun ga kebayang gimana prosesnya, kalau saya sendiri sih berharap ga perlu sampai ada tindakan medis seperti itu. Yang perlu terus ditanamkan itu pikiran positif bahwa saya pasti bisa sembuh dari PCO dan bisa segera hamil. Saya juga perlu memulai lagi aktivitas olahraga yang sudah cukup lama saya tinggalkan (ini nih yang susah. Huhu). Atur pola makan, rajin ke dokter sesuai anjuran untuk cek kondisi sel telur, mulai terapi jeruk nipis yaitu minum air perasan jeruk nipis setiap hari selama 2 minggu berturut-turut tanpa putus, dengan jumlah kelipatan 4 jeruk per hari - langkah detailnya nanti saya share di kesempatan lain ya. Katanya sih terapi ini bisa bikin siklus haid teratur. Ada yang bilang juga rajin minum jus tomat-wortel-apel setiap hari. Yang ini sih belum saya lakuin, rencananya setelah terapi jeruk nipis selesai akan saya lanjutkan dengan rutin minum jus ini. Rajin minum vitamin E juga membantu, karena baik untuk kesuburan. Minum susu kambing 2x sehari setiap pagi dan malam karena katanya sih susu kambing baik bagi kesehatan. Berhubung sy suka susu jd saya sih seneng-seneng aja minumnya. Hihi. Saya juga mulai lagi rajin sarapan oatmeal yang katanya kaya serat, menghindari makanan yang mengandung terlalu banyak gula dan lemak (Hiks.  Susah nih.. Saya paling seneng makan yang enak-enak soalnya). Oya, yang paling penting sih terus berdoa dan percaya, kalau memang niat kita baik dan usaha kita sepenuh hati saya yakin Allah SWT pasti mengabulkan doa kita. 

Semoga posting-an saya kali ini bermanfaat ya. Kelanjutan cerita saya berkaitan dengan TTC - Fighting PCOS ini pasti akan saya share di kesempatan lain. Untuk ibu-ibu di luar sana yang punya cerita serupa dengan saya, jangan patah semangat dan saling mendoakan agar bisa segera punya baby ya. Amin YRA ^^