Showing posts with label weekend. Show all posts
Showing posts with label weekend. Show all posts

Friday, October 10, 2014

Random Weekend Getaway to Puncak

Suatu malam ngobrol dengan suami. Ingin sekali-sekali kumpul dengan keluarga suami.. Gantian lah ceritanya, berhubung selama ini memang lebih sering berkumpul dengan keluarga saya. Setelah diskusi, akhirnya diputuskanlah untuk pergi ke Puncak, menyewa satu villa terus malamnya bbq-an rame-rame. 

Mulailah saya sibuk browsing cari villa yang kira-kira cukup untuk 3-4 keluarga kecil yang sesuai dengan budget di Agoda.com. Kebetulan saya dulu memang cukup sering cari hotel di sini baik untuk urusan kantor maupun untuk urusan pribadi. Setelah cari sana-sini, akhirnya saya putuskan untuk coba booking 1 villa di Cluster Osaka, Kota Bunga Puncak.
Pertimbangannya selain karena sesuai dengan budget, jumlah kamarnya cukup banyak. Ada 5 kamar tidur dengan 3 kamar mandi. Dua kamar mandi di luar dan satu kamar mandi di master bedroom. Fasilitas lainnya selain ruang keluarga juga ada dapur yang menurut testimoni pengunjung sebelumnya sudah lengkap dengan peralatan masaknya. Untuk villa dengan fasilitas yang cukup memadai tersebut, saya hanya perlu merogoh kocek kurang dari Rp 700 ribu. Nominal yang murah jika dibandingkan dengan harga villa dengan fasilitas serupa di daerah Lembang yang harganya pasti sudah di atas Rp 1 juta.

Villa sudah di-booked. Tinggal menunggu hari H saja. Namun sayangnya mendekati hari H dari keluarga suami banyak yang berhalangan, padahal sehari sebelumnya saya sudah sempat belanja 'murah-meriah' untuk bbq-an di Giant (bukan promosi. Tapi untuk bbq-an dengan menu yang sederhana, ga yang mewah-mewah amat, belanja di sini emang terhitung murah. Hehehe). Akhirnya di Hari H kami 'putar haluan' deh dengan mengajak saudara-saudara dari pihak saya. Jadilah mama, 2 kakak saya, 4 keponakan serta adik dan calon istrinya konvoi berangkat ke puncak.

Kami jalan dari Cinere sekitar dzuhur, siang itu panasnya menyengat sekali. Kami sempat berhenti di rest area KM 58. Adik dan keponakan saya menyempatkan mampir ke Starbucks, sementara saya yang bukan pecinta kopi cukup membekali diri dengan sebotol air mineral saja. Hehehe. Selesai jajan, kami melanjutkan perjalanan menyusul mobil kakak saya yang sudah lebih dulu berangkat.

Mendekati Ciawi saya di-Watsapp kakak yang memberitahukan kalau jalan naik ke Puncak sedang ditutup dan baru dibuka kembali jam 6 sore nanti. Mendengar hal tersebut kami berinisiatif lewat jalan alternatif. Di sekitar pintu tol Ciawi cukup padat dengan pedagang dan orang-orang yang menawarkan jasanya untuk mengantar mobil-mobil yang tidak ingin menunggu sistem buka-tutup ini melewati jalur alternatif. Kami sendiri memutuskan untuk tidak menggunakan jasa penunjuk jalan ini. Selain karena suami saya memang cukup hapal dengan jalan alternatif di Puncak, sekarang ini kan juga ada aplikasi Waze jadi ga perlu takut kesasar. 
Lewat jalan alternatif ini menurut saya bagi pengguna mobil matic dan mobil sedan tidak disarankan, karena rutenya cukup berliku dan tanjakannya juga tajam dengan kondisi jalan yang tidak terlalu baik. 

Nampaknya saat itu kami sedang kurang beruntung. Setelah 'berjuang' melewati lika-liku tajam kehidupan.. Eh, lika liku jalanan. Hanya beberapa meter dari jalan utama, mobil kami dihentikan karena sistem buka tutup ke arah bawah puncak masih berlaku. Akhirnya kami tetap harus menunggu sampai dengan pukul 18.00 lewat baru dapat melanjutkan perjalanan kami menuju ke Kota Bunga.

Hampir pukul 19.00 kami sampai di Kota Bunga. Sempat agak kesulitan mencari kantor marketingnya karena tidak ada petunjuk yang cukup jelas dan letak kantornya pun cukup jauh ke dalam. Sesampai di kantor marketing, saya cukup menyebutkan nama dan email booking kepada petugas, kemudian petugas segera meminta saya mengikuti salah satu staff yang akan menunjukan letak villa yang kami tempati.

Villa tersebut terletak di cluster Osaka sehingga desainnya berbau Jepang, unik dengan aksen pintu depan geser. Letak villanya di pinggir jalan Hoek, sehingga menyisakan lahan untuk taman yang dilangkapi gazebo dan sebuah ayunan. Di bagian depan villa ada kolam kecil yang pada akhirnya jadi tempat favorit dua keponakan saya, Dewa dan Noah karena di situ mereka bisa bermain air dan menangkap kecebong.




Ini tampak depan villa kami
Setelah bersih-bersih dan meluruskan kaki yang cukup pegal sesuai perjalanan tadi, kami segera bersiap-siap untuk bbq. Kami sempat keluar sebentar untuk beli beras, arang untuk bakar-bakar dan beberapa keperluan lain di mini market yang letaknya satu area dengan kantor marketing tadi. Sayangnya sampai di villa, ibu saya memberitahu kalau ia tidak dapat menemukan wadah untuk nasi di dalam rice cooker yang sudah tersedia di villa, sehingga tetap saja kami tidak bisa menanak nasi. Kali ini adik saya yang menawarkan diri keluar untuk membeli nasi sementara kami menyiapkan bumbu bbq dan mulai menyalakan 'panggangan darurat' yang bahan-bahannya kami temukan di villa. 

Malam itu kami habiskan dengan bbq-an di luar rumah. Tentu saja, yang paling banyak porsi makannya ya saya dan suami. Hahaha. Seusai makan, saya yang agak teler memilih tiduran di sofa ruang tengah sambil menemani suami yang main Monopoly On The Go bareng adik, calon istri adik saya, dan keponakan.
Nggak games di Tab, nggak  di dunia nyata kayaknya semua lagi pada keranjingan main monopoli lagi ya. Hihihi. Sampai jam 2 dini hari baru saya dibangunkan suami untuk pindah masuk ke kamar *tutup tirai* *eh*

Yang perlu dicatat jika menginap di Kota Bunga, sebisa mungkin jangan ambil villa di pinggir jalan raya karena cenderung berisik dengan orang-orang yang kebanyakan berdarah Arab (Oops.. Bukannya rasis, tapi memang banyak banget keturunan Arab di sana) yang mondar-mandir dengan mobil yang dibuka kacanya sehingga suara musik terdengar keras dari dalam kendaraan mereka, atau suara knalpot mereka yang kebut-kebutan bahkan di malam hari. Untuk itu sebaiknya kasih pengertian juga untuk anak-anak kecil agar tidak sendirian bermain di jalan raya tanpa ditemani orang dewasa.

Saya terbangun pukul 06.30 dan langsung mendapati bahwa tadi pagi mobil kami sudah dicuci bersih oleh beberapa anak muda tanpa diminta. Sempat kuatir kalau-kalau ongkos yang mereka minta mahal untuk 1 mobil, ternyata setelah ditanya mereka hanya minta ongkos 15 ribu per mobilnya. Saat saya, kakak dan Shayna keponakan saya menyempatkan diri untuk jalan-jalan di sekitar villa ada beberapa kusir dengan kudanya yang menawarkan jasa menunggang kuda keliling kompleks. Untuk satu putaran dikenakan biaya 25 ribu per kuda. 


Pagi-pagi belum sarapan udah keliling naik kuda

Di Kota Bunga ini juga banyak pedagang yang menjajakan makanan. Mulai dari nasi uduk, pedagang pisang, gemblong, sampai SPG minuman fermentasi juga ada. Mereka akan mampir ke depan villa menawarkan dagangannya silih berganti. Namun jangan kuatir, mereka bukan tipe pedagang yang memaksa agar kita membeli dagangannya, jadi tolak saja dengan halus jika anda tidak berminat.

Seusai sarapan dan mandi pagi, kami segera beberes untuk bersiap-siap pulang. Ada rencana sebelum pulang untuk mampir ke Kebun Raya Cibodas. Saya sudah puluhan tahun tidak ke Cibodas. Terakhir itu SD kalau nggak salah ingat. Dulu keluarga saya kalau libur atau sedang ada keluarga dari Solo yang datang berkunjung, biasanya akan kami ajak ke Puncak, masuk Taman Safari dan wisata ke Cibodas agar anak-anak dapat bebas berlarian sampai terjatuh guling-gulingan di areal Cibodas yang memang konturnya berbukit-bukit. Itu saja rasanya bukan main senangnya ngalahin jalan-jalan ke Mall :p

Kebun Raya Cibodas merupakan gerbang awal bagi pendaki yang ingin naik ke Gunung Gede. Di sana banyak pohon-pohon yang usianya sudah ratusan tahun, air terjun Cismun, berbagai tanaman bonsai, anggrek langka sampai dengan bunga bangkai dapat ditemukan disini. Tiket masuk ke Cibodas untuk mobil dikenakan 16 ribu sementara per orangnya Rp 9.500,-. Ternyata disana nggak banyak berubah. Anak- anak senang sekali bermain di lapangan terbuka di bawah pohon-pohon rindang dengan udara yang cukup sejuk dibandingkan saat di Kota Bunga. Sambil mengamati anak-anak yang sedang bermain, kami memutuskan menyewa plastik untuk alas kami duduk-duduk di bawah pohon sambil menikmati bekal makan nasi goreng telor ceplok home made suami saya. Hehehe. Betul juga keputusan untuk membawa bekal makan dari rumah karena dagangan yang dijajakan di sini harganya relatif sudah dinaikkan, misalnya saja sebotol air mineral ukuran sedang dihargai 10 ribu rupiah.


Kapan terakhir kali anda piknik di taman terbuka?

Waktu sudah menunjukkan pukul 14.00 WIB saat kami memutuskan untuk turun dan pulang ke Jakarta. Saya dan suami beserta adik dan pacarnya memutuskan untuk duluan turun sementara rombongan di mobil kakak saya ingin belanja sayur mayur dulu di areal parkiran luar kebun raya yang memang dipenuhi pedagang sayuran, buah dan souvenir.

Alhamdulillah perjalanan turun dari Puncak kami relatif lebih lancar dibanding saat naik, karena bertepatan dengan arus turun ke arah Jakarta. Kami sempat minum sekoteng dan makan jagung bakar di Masjid Atta'awun, turun sedikit kami melanjutkan wisata kuliner kami dengan menyantap poffertjes dan segelas susu coklat sambil menikmati pemandangan orang-orang yang sedang parasailing dari atas bukit. Suatu saat saya ingin coba ah..



Santapan wajib kalau ke Puncak 

Meskipun puncak saat ini tidak sesejuk dulu dan sudah cukup banyak yang berubah karena sekarang terasa lebih ramai, terutama oleh pendatang keturunan dan hampir semua toko, agen tour travel serta restoran sudah menggunakan plang dengan tulisan arab gundul dan kalau tidak dibantu dengan gambar visual dari apa yang ditawarkan agak menyulitkan pembeli namun perjalanan ini cukup menyenangkan. Terutama karena kami sekeluarga sudah cukup lama tidak berkumpul liburan sama-sama. Jadi memotivasi saya untuk merancang liburan keluarga lagi nih! ^^








Sunday, September 14, 2014

Menikmati Kesederhanaan Pulau Tidung


Minggu itu bertepatan dengan long weekend. Hari Jumat pagi sambil beberes di rumah barbie kami bersama-sama dengan suami tercetuslah ide untuk "jalan-jalan spontan" mengisi waktu libur yang tersisa. 
Tadinya kami cuma ingin makan seafood di Muara Angke, tapi kemudian saya kepikiran, "Kenapa nggak ke Pulau Tidung sekalian?" Saya pernah dengar katanya dari Pelabuhan Muara Angke ada kapal yang rutin ke Pulau Tidung dan biaya berlibur kesana jauh lebih murah dibanding ke Kepulauan Seribu yang lainnya seperti P. Bidadari, P. Macan, P. Sepa, dll. karena di Tidung tidak ada fasilitas resort, yang ada hanya homestay sederhana di rumah penduduk lokal.
Mulailah saya browsing di internet dan mendapat kontak pemandu wisata yang menawarkan paket ke Pulau Tidung. 
Paket yang ditawarkan beragam. Ada yang paket lengkap dengan aktivitas snorkeling dan island hoping ke pulau sekitar, BBQ-an di tepi laut di malam hari, dsb. 
Karena saya dan suami termasuk tipe yang kalau pergi liburan tidak ingin terlalu terpatok dengan itinerary dan waktu (baca: ga mau diatur-red) maka kami memilih paket yang paling minim tanpa pemandu wisata lokal, nggak pake aktivitas snorkeling (kami pikir kalau disana tiba-tiba ingin snorkeling ya tinggal nambah buat snorkeling), dan nggak perlu BBQ-an di pinggir pantai. Kalau ingin seafood ya tinggal makan di Muara Angke-nya saja sepulang dari Tidung. 
Intinya coba liburan ngirit. Namanya juga liburan spontan. Hihihi. Kalau saya nggak salah ingat waktu itu kami ambil paket Rp 350 ribu/orang sudah dengan tiket kapal PP, homestay 2 hari 1 malam, dapat makan 3x, 2 botol air mineral ukuran besar dan 2 sepeda untuk berkeliling di Tidung.

Sabtu pagi kami segera menuju ke Pelabuhan Muara Angke. Sampai di sana jam 7 kurang, suasana di Pelabuhan sudah ramai sekali dengan orang-orang yang hendak berlibur ke Tidung dan sekitarnya. 
Setelah akhirnya dapat parkir yang kami rasa cukup aman, kami segera menghubungi pemandu yang menunggu di pelabuhan. Tips saya jika bawa mobil dan ingin parkir menginap di Pelabuhan Muara Angke, baiknya cari parkir yang aman yang tidak dilalui banyak mobil. Jangan meninggalkan barang berharga di dalam mobil yang mungkin dapat menarik perhatian orang untuk berlaku kriminal dan juga siap-siap pewangi mobil dan tissue basah ya. 
Pelabuhan Muara Angke adalah pelabuhan untuk nelayan dan kapal ikan di Jakarta, lokasinya juga berdekatan dengan pasar dan pelelangan ikan jadi suasananya berbeda sekali jika dibandingkan jika kita berangkat dari Pelabuhan Marina, Ancol. Tapi namanya juga liburan hemat, jadi ya.. Dinikmatin ajalah. Seru kok. Rasanya ada sensasi tersendiri jadi bolang. Hihi. 

Perjalanan ke Tidung makan waktu sekitar 2,5 jam. Kami memilih untuk duduk lesehan di bagian belakang kapal sederhana yang mengangkut kami sambil mengamati lalu lalang orang dan menikmati semriwing bau amis pelabuhan. Hahaha.
Sampai di Tidung besar kami segera menghubungi pemandu lokal yang mengantar kami ke homestay
Homestay ini seperti paviliun kecil di bagian depan rumah penduduk dengan 1 kamar sederhana dilengkapi dengan AC dan kamar mandi dalam yang menurut kami cukuplah untuk tempat kami beristirahat dan meletakkan barang-barang. 
Setelah membersihkan diri dan menikmati makan siang yang sudah disiapkan pemilik rumah kami memutuskan untuk segera menjelajahi pulau ini. 
Oya, karena saya nggak lancar naik sepeda akhirnya saya nego dengan pemandu kami agar fasilitas 2 sepeda yang kami dapat bisa ditukar 1 motor. Akhirnya dengan nambah Rp 30 ribu kami bisa dapat fasilitas 1 motor deh. Horee!!


Pemandangan birunya lautan di dermaga dekat Jembatan Cinta

Tujuan pertama kami ke Jembatan Cinta yang katanya jadi icon Pulau Tidung. 
Ada mitos katanya bagi pasangan yang melewati jembatan kayu dengan panjang 800 meter yang menghubungkan Pulau Tidung besar dan Pulau Tidung kecil ini sambil bergandengan tangan, maka kisah asmara mereka akan langgeng hingga tua. 
Ada lagi yang bilang bahwa jembatan cinta juga merupakan jembatan bagi orang yang sedang patah hati. Ada satu spot dimana orang yang sedang patah hati dapat loncat dari jembatan tersebut untuk mengurangi kesedihannya.
Di sekitar jembatan ini suasananya ramai dengan pengunjung, penjual yang menawarkan minuman-makanan dan aktivitas outbound serta olahraga air seperti snorkeling, banana boat, dsb.
Kami menaruh motor di parkiran dan meneruskan perjalanan kami ke Tidung kecil yang merupakan pulau tak berpenghuni berisi hutan mangrove yang dilindungi pemerintah. 

Ada yang menarik di Tidung kecil ini selain hutan mangrove. Disini terdapat makam Panglima Hitam dari Cirebon yang konon katanya melarikan diri bersama pengikutnya ke Tidung setelah kalah perang dengan Belanda. 
Panglima Hitam akhirnya meninggal dan dimakamkan di pulau tersebut di dekat keris, pedang, guci peninggalan dan tempat beribadahnya. Makam ini memang terletak agak jauh dari ujung Jembatan Cinta dan agak tersembunyi. Kami berdua tak sengaja menemukan tempat ini saat sedang menjelajahi ujung Tidung kecil. Hanya ada papan kecil yang menunjukan bahwa disitu terdapat makam. 
Awalnya karena penasaran kami tergerak untuk masuk ke dalam areal pemakaman dan setelah selesai berdoa di samping makam, tiba-tiba ada suara keras di atas makam. 
Kami yang sedikit kaget segera mencari darimana asal suara tersebut dan melihat seekor burung gagak besar di atas pohon dekat makam. 
Anehnya, burung gagak tersebut selalu mengikuti kemanapun kami pergi di areal pemakaman itu. Ketika kami pergi melihat barang peninggalan Panglima Hitam di dekat musholla, burung itu meloncat dari dahan ke dahan di pohon atas kami. Demikian juga saat kami mengitari makam-makam lain, gagak tersebut terus mengikuti. Kami sampai sempat takjub dan merinding dengan adanya "kebetulan" ini. Sampai akhirnya kami keluar dari areal pemakaman dekat pantai, gagak tadi akhirnya terbang kembali ke arah makam. 

Makam Panglima Hitam dan Gagak yang jadi tour guide kami di areal pemakaman

Setelah dari makam kami kembali menyusuri pantai dan kembali ke Jembatan Cinta. Karena cuacanya cukup terik, kami memutuskan untuk istirahat sebentar di pinggir pantai sambil menikmati es kelapa muda yang satunya dihargai Rp 10 ribu. 
Setelah puas jalan-jalan di Tidung kecil, sore itu kami memutuskan ke bagian ujung Tidung besar yang sepi pengunjung. Misinya kami mencari pantai yang sepi agar kami dapat leyeh-leyeh dan bermain air menunggu sunset. 
Setelah melewati jalan-jalan kecil dan ilalang, akhirnya kami menemukan "hot spot" kami. View-nya bagus dengan perairan dangkal. Kami menjelajah sampai ke tengah pantai hingga air agak pasang dan kami sempat bertemu ular laut, namun sayang nggak sempat kami foto karena keburu paranoid soalnya si ular dengan "ramahnya" mengejar kami. Heuheu..


Pantai "hotspot" kami di ujung Tidung besar






































Setelah menunggu sunset yang tak kunjung kelihatan, karena cuaca sore itu cukup mendung dengan angin bertiup kencang kami memutuskan kembali ke homestay untuk mandi dan istirahat sambil menunggu maghrib.
Sampai di homestay, makan malam kami sudah disiapkan. Menunya cukup lengkap dan enak. Ada ikan kembung, sayur bayam, tempe, lalapan dan buah semangka sebagai dessert. Seusai mandi dan makan, hujan sempat turun dengan derasnya.
Kami baru bisa keluar kamar sekitar jam 8-an dan berjalan menuju pantai untuk mencoba restoran di tepi pantai. Saya lupa nama restorannya apa, tapi menu yang ditawarkan cukup beragam dari ikan kue bakar sampai sup sirip hiu. Kami sempat jalan ke pantai dan melihat pemandangan orang-orang yang BBQ-an di pinggir pantai hingga akhirnya kami memutuskan kembali ke homestay untuk istirahat.

Pagi hari sebelum pulang kami berjalan-jalan sekali lagi di area ujung PulauTidung besar. Suami saya sempat tidur-tiduran di salah satu bale-bale di pinggir pantai sementara saya main ayunan yang diikat dengan tali tambang ke atas pohon. Angin sepoi-sepoi serta suasana yang sepi hampir saja membuat kami lupa pulang. Saat jam menunjukan pukul 10.45 kami segera bergegas ke dermaga untuk mengembalikan motor ke pemandu lokal kami dan segera mencari tempat yang enak di kapal menuju Jakarta.
Sampai di Pelabuhan Muara Angke bertepatan dengan jam makan siang sehingga kami memutuskan untuk mampir ke tempat makan favorit kami di Muara Angke.
Kami pulang ke rumah sorenya dengan senyum lebar, perut kenyang dan kenangan akan hangatnya kesederhanaan Pulau Tidung.

Kepiting telur setengah matang di Putra Bone, Muara Angke.



Saturday, September 6, 2014

Not All Those Who Wander Are Lost

Saya dan suami memang hobi travelling. Prinsip kami saat travelling bukan jalan-jalan yang mewah, lebih ke budget traveller.. Travelling dengan menyesuaikan budget yang ada saja. Syukur2 kalau sedang ada rezeki, budget jalan-jalannya bisa agak longgar. Kalau nggak ya acara jalan-jalannya menyesuaikan dengan isi dompet dan rekening tabungan. Hihihi.

Kalau saya sendiri sebelum dengan suami, memang kebetulan dari kecil  sudah terbiasa "dibawa" kemana-mana oleh Papa dan Mama saya. 
Papa yang kebetulan dinas di bank seringkali ditugaskan untuk bekerja di luar kota. Sebagai contoh, walaupun Papa-Mama saya berdarah Jawa Tengah, saya dilahirkan di Bandar Lampung. Sayangnya waktu saya berusia 6 bulan, papa sudah dipindah tugas lagi ke Surabaya dan hingga saat ini saya belum pernah lagi menginjakkan kaki ke Lampung.
Semoga suatu saat nanti sih saya bisa punya kesempatan kesana, kabarnya Teluk Kiluan merupakan objek wisata pantai yang bagus.

Selain Lampung dan Surabaya, saya juga pernah tinggal di Samarinda dan Balikpapan (Kalimantan Timur) selama beberapa tahun.
Di Kota Samarinda inilah kedua adik laki-laki saya lahir. Selama tinggal di Kalimantan, kami juga rutin mengunjungi festival tahunan di Kerajaan Tenggarong, Kutai. Papa memang senang mengenalkan putra-putrinya dengan sejarah, jadi kami seringkali melakukan perjalanan yang sifatnya "napak tilas". Sewaktu saya SD & SMP, kami pernah diajak nyekar ke makam-makam Wali Songo bertepatan dengan momen mudik Lebaran ke Solo.
Setiap menjelang liburan sekolah, biasanya Papa-Mama rutin ajak anak-anaknya liburan. Entah itu ke Bali, atau sekedar ke Anyer dan sekitarnya, Sukabumi, Puncak-Cibodas dan sekitarnya.

Saya juga pernah tinggal di Solo bersama tante dan eyang saya  waktu kelas 1 SMP, namun hanya setahun kemudian Mama minta saya kembali ke Jakarta. Nggak ada yang diomelin mungkin di Jakarta kalau nggak ada saya. Hihihi 

Sewaktu kelas 3 SD saya pernah diajak Papa-Mama ke Amerika untuk menghadiri wisuda Papa selama kurang lebih 3 minggu. Kami sempat ke LA, San Fransisco, Las Vegas, New Mexico, Mexico, transit di Hawaii, dan beberapa tempat lainnya yang saya tidak terlalu ingat :p
Sewaktu kuliah, saya dan teman-teman beberapa kali ke Bali. Waktu itu sih seinget saya kita lebih ngincer jalan-jalan malemnya dibanding ke objek-objek wisata di Bali. Hehehe.
Kemudian hobby travelling saya ini sempat terhenti karena keadaan ekonomi lagi nggak mendukung plus pacar saya waktu itu memang nggak bolehin saya kemana-mana. Boro-boro travelling, ke Mall aja saya harus laporan. Hehehe.
Hobby saya ini berlanjut lagi setelah saya single. Saya dan teman kantor ke Anyer, Lembang, lalu ke Pulau Karimun Jawa yang sukses menggosongkan kulit saya sampai ke tingkat maksimum, kemudian kami juga sempat ke Malaysia lalu ke Singapura untuk tugas kantor. 

Bersama dengan suami, kami sudah ke Thailand saat honeymoon (yang ambience-nya nggak ada honeymoon-honeymoon-nya karena kita lebih sibuk jalan-jalan dibanding "pacaran". Hehehe), Lombok & Gili Trawangan, Bangka, Bali, P. Tidung, Mudik ke Jawa beberapa kali, sekitaran Bandung, dan terakhir kemarin ke Malaysia.

Kalau travelling biasanya sayalah yang paling sibuk berburu tiket dan berburu hotel. Biasanya untuk perjalanan yang lumayan jauh, kami terbiasa untuk "nyicil". Saya bisa beli tiket pesawat itu minimal 4 bulan sebelum perjalanan. Baru kemudian bulan depannya saya cari hotel. Paling tidak hotel dimana kami bisa nginep di hari kami sampai di kota/negara tersebut. Kami punya kebiasaan pindah-pindah hotel. Dimana kami berada, ya disitulah kami baru mencari budget hotel, jadi kami nggak perlu repot-repot terpatok waktu pulang ke hotel saat sedang jalan-jalan di suatu tempat. Sampai saat ini sih kami belum pernah tuh nyoba nginep di Airport. Mungkin suatu saat nanti perlu dicoba kali ya. Dengan catatan, tidak sedang bawa anak kecil tentunya.

Kalau soal packing biasanya kami lakukan bersama-sama. Packing baju dan toiletries  itu biasanya urusan saya, sementara suami biasanya menyiapkan gadget seperti HP, charger2, Power Bank, colokan universal, dll. Oya, kami tidak pernah bawa kamera. Untuk foto2 kami lebih mengandalkan gadget seperti HP/tablet saja supaya lebih praktis.

Biasanya sebelum melakukan perjalanan, saya juga cari tahu terlebih dulu info objek wisata yang menarik dikunjungi. Nanti setelah sampai di tempat, baru deh "tugas" suami untuk cari jalan menuju ke tempat yang dimaksud. Soalnya kalau urusan baca peta, jelas lebih jagoan suami. Kalau saya yang baca peta kemungkinan nyasarnya bisa meningkat 40% lebih besar. Hahaha. Selain peta yang biasa kita ambil di bandara, kita biasanya mengandalkan Google Map/Waze. Aplikasi ini yang biasanya berjasa membantu kami berkeliling dari 1 tempat ke tempat yang lain.

Insyaallah suatu saat nanti, saya pengennya bisa ke seputaran Asean seperti Vietnam, Filipina dan special request dari suami yang pengen ke Thailand lagi karena kami jatuh cinta sama street food-nya Bangkok & Pattaya.
Kalau cita-cita saya... Saya pengen mengunjungi negara Eropa, melihat bangunan bersejarah, menikmati makanan yang selama ini bikin ngiler kalau lagi nonton liputan makanan di AFC. Seperti apa sih rasa asli Pizza dari Italia? Nyicipin keju Mozzarela yang katanya harganya cuma 1 Euro di Supermarket.. Kemudian melihat indahnya bunga tulip di Amsterdam, dll.
Mudah-mudahan suatu saat keinginan saya ini bisa terwujud. Dan mungkin pada saat itu datang, kami tidak lagi travelling berdua seperti sekarang, tapi bertiga (atau berempat?) sama si kecil? Hihihi. Amin YRA.