Showing posts with label rkhresna. Show all posts
Showing posts with label rkhresna. Show all posts

Thursday, November 20, 2014

Cerpen: Rindu KemARAu Akan Datangnya Hujan

"Seperti apakah hujan itu?"

Ara menengadahkan kepalanya ke atas dan melihat ke langit yang cerah dimalam itu.
Seumur hidupnya, Ara belum pernah merasakan yang namanya hujan.
Belum pernah menikmati sensasi lembutnya air yang menyapu kulit saat tetes hujan mengalir turun ke bawah.
Belum pernah mendengar alunan musik indah yang timbul dari rintik hujan yang jatuh menyentuh tanah.
Belum pernah menikmati indahnya lukisan alam yang terbuat dari titik embun di atas dedaunan hijau.
Belum pernah merasakan damainya jiwa saat tubuh meringkuk di balik selimut atau nikmatnya secangkir hangat susu coklat saat hujan tiba.
Belum pernah menghirup segarnya udara seusai hujan reda.

Radit, suami Ara yang datang dari negeri yang mengenal hujan seringkali menceritakan hal-hal tersebut kepadanya di malam hari sebelum mereka terlelap. Ara senang mendengarkan cerita Radit sambil menyandarkan kepala di bahu Radit. Sementara tangan mereka saling bergenggaman, Ara tak jarang membayangkan cerita Radit menjadi nyata. Membayangkan gradasi warna biru keabuan yang mungkin terjadi di atas langit sana. Membayangkan bagaimana komposisi awan yang berbaur menjadi satu membentuk gumpalan besar. Membayangkan hawa sejuk yang menerpa wajahnya. Membayangkan bagaimana ia berlari-lari kecil mencari tempat yang teduh saat air hujan mulai ditumpahkan ke bawah oleh Penciptanya.
Memang betul seperti kata Radit, Ara percaya bahwa hujan tak selalu seindah itu. Terkadang ada gelegar dan kilatan petir yang memekakkan telinga dan menyilaukan mata. Lalu ada pula air bah yang terkadang merenggut senyum insan manusia. Namun semua resiko itu rela ditempuh Ara yang memang belum dikaruniai anugerah untuk merasakan hujan.

Dalam setiap doanya menjelang tidur dan saat membuka mata di pagi hari, Ara selalu menyelipkan keinginannya untuk dapat merasakan hujan. Ia berkhayal bahwa satu doa yang dikirimkannya adalah satu tetes hujan yang nantinya akan jatuh ke bumi. Ia berharap semakin sering ia mengirimkan doanya ke atas langit, semakin besar pula kesempatan doanya didengarkan Gusti Allah. 

Seperti malam-malam sebelumnya, seusai Ara terlelap setelah mendengar dongeng mengenai hujan, Radit selalu mengecup dahi Ara dan berbisik di telinganya, "Sayangku Ara, jangan pernah berputus asa. Percayalah, di belahan dunia manapun bahkan musim kemARAu yang terpanjang pun pasti akan merasakan datangnya sapuan hujan. Jika saat itu datang ketahuilah aku akan selalu ada di sisimu. We'll dancing in the rain together.. Side by side.. You and I."

Monday, November 17, 2014

TTC: Hasil Tes Darah, HSG & Cek Ukuran Sel Telur

Nah.. Akhirnya bisa nulis juga tentang kelanjutan usaha saya dan suami untuk dapetin baby setelah lebih dari sebulan yang lalu saya sempet nulis tentang program hamil saya yang terdiagnosis PCO
Bukan karena males atau belum sempet nulis blog, cuma memang siklus mens saya yang mundur (lagi) selama 2 minggu, membuat saya jadi belum bisa ngelakuin test darah dan HSG sesuai rujukan dokter, jadi belum ada yang bisa saya update deh -_-

Setelah akhirnya haid di tanggal 24 Oktober 2014 lalu, atas rujukan dokter, pada H+2 HPHT saya segera melakukan test darah untuk mengetahui hormon mana yang tidak seimbang yang menyebabkan saya terdiagnosis PCO. Dr Prima merujuk saya untuk di-test hormon FSH, Estradiol, Prolaktin dan Insulin. 
Tips dari saya: Test darah ini sebaiknya dilakukan pagi hari karena memerlukan puasa dulu sebelumnya selama kurang lebih 8 jam. Jadi jika test dilakukan pagi hari, kita cukup melewatkan sarapan pagi saja nggak perlu pake puasa.

Biaya untuk test darah ini cukup mahal menurut saya, yaitu Rp 1.720.000,-. Saya nggak tahu deh kalau test di laboratorium seperti Prodia kenanya lebih mahal atau lebih murah dari di rumah sakit. Prosesnya sebentar banget nggak sampai 20 menit. 
Setelah daftar ke lab dan melakukan pembayaran, suster mengambil darah saya sebanyak 2 tabung kecil. Setelah selesai test darah, saya sekalian bikin janji untuk tindakan HSG yang ditentukan H+9 dari HPHT.

HSG pada dasarnya adalah tindakan menyuntikkan cairan melalui vagina dengan cairan yang dinamakan kontras, untuk mengetahui apakah ada penyumbatan pada rahim dan saluran reproduksi kita. Selain itu katanya sih HSG juga dapat berfungsi untuk membuka perlengketan ringan yang mungkin terjadi di saluran reproduksi kita.
Pada hari H saya diminta untuk datang setengah jam sebelum tindakan dan diminta untuk membawa selembar pembalut. 
Tips dari saya: Jangan sampai ketinggalan surat rujukan HSG dari dokter ya, karena biarpun sudah buat appointment sebelumnya untuk HSG, jika tidak membawa surat rujukan akan diminta untuk buat surat rujukan lagi ke dokternya.

Sebelum HSG, saya memang sudah cukup banyak cari info mengenai tindakan ini. Tujuannya sih lebih untuk menyiapkan mental. Dari info yang saya dapat dari artikel atau blog, reaksi tubuh seseorang terhadap tindakan ini beragam. Ada yang tidak merasakan sakit sama sekali, ada yang merasakan sakit mules seperti saat haid hari pertama, bahkan ada yang sampai pingsan dan masuk UGD.

Saat masuk ke ruangan radiologi saya diminta untuk melepaskan baju serta pakaian dalam dan menggantinya dengan jubah seperti bathrobe namun cara memakainya terbalik. Sambil menunggu dokter, saya ditemani seorang suster yang untungnya cukup ramah sehingga membuat saya cukup rileks.
Setelah dokter datang saya diminta untuk berbaring dengan posisi telentang dan posisi kaki seperti sedang di-USG transvagina.
Dokter mengoleskan cairan ke sekeliling bagian bawah saya sementara suster masih asyik mengajak saya ngobrol seakan ingin mengalihkan perhatian supaya saya tidak terlalu tegang. Meskipun saya ngerasanya baik-baik aja, namun suster sempat memegang paha saya dan menahannya agar posisinya lebih terbuka serta meminta saya untuk tidak tegang saat kateter/selang kecil dimasukkan melalui bagian bawah, karena katanya hal tersebut dapat menyebabkan kateter sulit masuk. 
Saat kateter mulai masuk, meski sudah merasa tidak nyaman namun saya masih bisa menanggapi pertanyaan demi pertanyaan yang dilontarkan suster. Namun saat dokter mulai menyuntikan cairan kontras melalui selang tersebut, saya segera terdiam karena rasanya sakitttt sekali. Sakitnya seperti mules saat sedang haid, tapi lebih sakit lagi. Saat cairan masuk ke dalam, rasanya seperti menusuk sampai ke kepala. Suster tersenyum, "Mulai sakit ya bu? Tarik napas dan hembuskan lewat mulut aja ya, Bu." Kata suster menenangkan. Entah karena suhu di ruangan tersebut dingin atau memang efek samping dari HSG, tubuh saya langsung bergetar cukup hebat. Saya coba menenangkan diri dengan dengan mengikuti anjuran suster. "Kalau sakit itu artinya bagus, bu. Artinya cairannya masuk. Insyaallah nggak ada penyumbatan." Kata suster lagi.
Setelah cairan berhasil masuk, dokter segera melakukan rontgen di bagian panggul saya sebanyak 2 - 3 kali.
Proses HSG sendiri jika tidak ada kendala apa-apa, hanya berlangsung kurang lebih setengah jam. Saya diminta berbaring sejenak setelah proses selesai. Sakitnya sih berangsur-angsur hilang saat kateter dilepas dari bagian bawah. Saya dengan setengah ngesot berjalan ke kamar mandi untuk membersihkan diri dan memakai pembalut. Suster menginfokan bahwa ada kemungkinan 2-3 hari ke depan akan keluar flek-flek darah, namun itu wajar jadi tidak usah kuatir.

Sebenarnya hasil HSG bisa keluar saat itu juga, namun sayangnya hari itu dokter saya tidak praktek, jadi saya memutuskan untuk ambil hasilnya bertepatan dengan jadwal praktek dokter saya saja agar bisa sekalian konsul mengenai hasil cek darah dan HSG-nya.

Hari Senin, 10 November 2014 saya dan suami datang ke rumah sakit untuk konsul dengan dokter setelah sebelumnya ambil hasil HSG dan test darah. Menurut dokter hasil test darah saya masih dalam batas normal, dengan kata lain seharusnya tidak ada hormon imbalance dalam tubuh saya, malah hasil hormon Prolaktin saya menunjukan sedikit lebih kecil dari bawah garis normal, padahal biasanya pada penderita PCO indikator angka untuk hormon ini umumnya jauh lebih besar dari batas atas normal.
HSG saya pun alhamdulillah menunjukan bahwa tidak ada masalah di organ reproduksi saya. Disebutkan bahwa menurut hasil HSG, kedua tuba falopi saya paten alias tidak ada penyumbatan, dengan bentuk dan ukuran uterus dan cervix normal.

Dengan hasil tersebut dokter coba lakukan pengecekan kembali atas ukuran sel telur saya yang menurut dokter di masa itu sudah masuk masa subur. Saat di USG transvagina, indung telur sebelah kanan saya surprisingly tidak lagi dipenuhi bulatan kecil sel telur yang tidak matang, kondisinya bersih dibanding hasil USG saya bulan lalu. Kabar buruknya di indung telur tersebut tidak ada sel telur sama sekali. Sementara di indung telur sebelah kiri tampak ada beberapa telur kecil dan ada 1 sel telur yang ukurannya sedikit lebih besar dari yang lainnya, meskipun kata dokter ukurannya belum mencukupi untuk dibuahi. Ukuran sel telur yang cukup untuk dibuahi minimal 18mm, sementara ukuran sel telur saya baru 12mm. Untuk itu dokter menyarankan saya untuk konsul lagi akhir minggu dengan harapan ukuran sel telur saya sudah bertambah, sehingga sudah cukup untuk diberikan suntik pemecah sel telur.
Kali ini kami tidak diresepkan apa-apa, sehingga biaya obat untuk konsul dan USG Transvagina kali ini hanya Rp 340.000,-. Dokter berpesan agar saya dan suami tetap meneruskan minum vitamin yang sudah diresepkan sebelumnya. Terus terang saya dan suami tidak lagi meneruskan minum vitamin tersebut, karena saya (terutama) tidak kuat dengan efek mual dan pusingnya. Sebagai gantinya saya dan suami rutin minum multivitamin Mega Formula dari Sun Hope yang mengandung Royal Jelly dan minyak gandum serta Salmon Oil. Selain itu saya sendiri mulai membiasakan diri untuk minum jus wortel, tomat dan jeruk setiap hari serta mengkonsumsi sesendok kayu manis dicampur madu dan air hangat setiap pagi. 

Hari Sabtu, 15 November 2014 kami kembali mengunjungi dokter untuk konsul untuk cek kondisi sel telur. Sedikit kecewa dengan hasilnya karena ternyata ukuran sel telur saya di sebelah kiri tidak bertambah dari 12mm sementara yang sebelah kanan juga tidak ada perubahan. Dokter minta kami cek kondisi sel telur lagi minggu depannya dengan harapan ada penambahan ukuran sel telur. Jika sampai tidak ada perubahan lagi, maka dokter akan meresepkan obat pembesar sel telur yang harus saya konsumsi saat haid nanti. 
Suami dan saya akhirnya sepakat tidak datang konsul untuk cek ukuran sel telur lagi minggu depannya karena menurut kami lelah juga bolak-balik ke dokter setiap minggu. Bukan lelah fisiknya, tapi lelah hatinya. Hehehe. Kami coba berpasrah saja dan usaha alami dulu minggu ini, tetap berharap ada mukjizat siapa tahu kami sudah diberi kepercayaan untuk mendapatkan momongan di akhir tahun ini. Kami berencana rutin konsul lagi jika di akhir bulan ini saya masih haid, sehingga bisa langsung diberi resep obat pembesar sel telur oleh dokter.

Malamnya saat suami tidur, saya melihat wajahnya, sedikit ada rasa sedih tapi saya tahu bahwa dengan bersedih nggak akan ngubah keadaan. Dengan bersedih saya malah bikin suami saya juga ikut kepikiran. Maka saya coba telan kesedihan saya dalam hati saja dan mulai memanjatkan doa. Insyaallah.. Saya yakin kami bisa dalam waktu dekat punya momongan. Insyaallah :)

Sunday, November 9, 2014

Cerpen: Bayang Masa Lalu Sara

Butiran hujan menetes turun di balik kaca. Sara menyeruput pelan toffenut latte-nya sembari melirik sekilas ke jam tangannya. Ah, waktu... Andaikan manusia memiliki kuasa untuk mengatur cepat lambatnya waktu, memutar ulang ke belakang untuk memperbaiki runutan sejarah dalam hidup mereka, akankah semuanya menjadi lebih baik? Akankah mereka semua berakhir bahagia, ataukah yang terjadi malah sebaliknya? 

Layar telepon genggam Sara menyala dan menampakkan nomor yang dikenalnya. Jantungnya berhenti sejenak dan kemudian berdetak sedikit lebih cepat. Nomor yang beberapa bulan belakangan ini selalu ditunggu-tunggunya, namun tiap kali nomor itu muncul di layar telepon genggamnya, batinnya selalu berperang. Pertarungan hebat antara perasaan dan logikanya. Should I pick up.. or should I not?

Nomor itu adalah nomor seseorang dari masa lalunya. Seseorang yang masih jelas dalam ingatan Sara pernah menatapnya dengan hangat dan menggenggam tangan mungilnya dengan erat. Seseorang yang juga telah meninggalkannya dalam gelap, sendiri dan membuatnya mempertanyakan pantaskah dirinya dicintai? Seseorang yang seharusnya cukup menjadi masa lalunya. Seseorang yang fotonya pantas ditaruh di dalam boks usang di atas lemari pakaiannya selama ini.

Pertarungan batinnya masih berlangsung seiring dengan nyala lampu di layar telepon genggamnya, seakan menunjukkan kekuatan hati sosok si penelepon yang tak ingin menyerah begitu saja. Sara menekan tombol silence. Hatinya masih tak sanggup untuk menekan tombol reject. "Mengapa logikaku tak pernah menang dalam hal ini?" protesnya dalam hati. God is strangely humorous in His own way, pikirnya. Di saat ia mengira dirinya sudah cukup kuat berdiri di atas kakinya, di saat ia merasa sudah dapat mengendalikan semua variabel dalam hidupnya, di saat ia merasa yakin hidupnya sudah seimbang di usianya yang ke-33 ini, seorang Associate Sales Director di salah satu hotel terkemuka di Jakarta, di situlah Tuhan memutuskan untuk menarik satu variabel ke tengah-tengah kehidupannya yang "sempurna". Variabel itu adalah Reno. Sang mantan. Reno yang saat ini sudah menikah dan sedang mengalami prahara dalam rumah tangganya. Reno yang bercerita ingin melayangkan gugatan cerai kepada istrinya karena merasa sudah tidak dapat lagi menyatukan perbedaan antara mereka berdua. Hilang sudah keseimbangan dalam hidup Sara. Terombang-ambinglah kekuatan hatinya. 

Harusnya Sara mampu mengabaikan Reno seperti ia mampu mengabaikan beberapa laki-laki yang pernah mengajaknya melangkah ke hubungan yang lebih serius. "Untuk apa? Aku sudah bahagia seperti ini. Hidup sendiri. Mandiri. Membuka hati untuk seseorang artinya membuka peluang untuk disakiti lagi. Terpuruk lagi." Namun mengapa hal ini tidak berlaku untuk Reno? Sedalam itukah rasanya kepada Reno? Sara tersenyum kecil saat tercetus dalam pemikirannya akan kata "Rasa". Rasa apa? Sayang? Cinta? Terhadap siapa? Seseorang yang pernah menghilang beberapa tahun silam, seseorang yang memilih untuk mengambil jalan yang terpisah darinya, seseorang yang bahkan tidak berani mengambil sikap untuk berdiri di sampingnya. Pantaskah Reno mendapatkan pengampunan darinya? Tapi pengampunan seperti apa bila dalam hati Sara sudah tak ada lagi rasa benci terhadap Reno. Semuanya sirna tepat saat Sara mengenali suara di ujung telepon malam itu, kala pertama kali Reno mencoba menghubunginya kembali.

"Coba berpikir praktis, Sar. Reno sedang ada masalah dengan istrinya. Berani taruhan jika dalam beberapa bulan ke depan masalah dengan istrinya sudah selesai, ia pasti akan kembali ke pelukan istrinya lagi. Meninggalkan kamu sendiri seperti saat dulu ia pernah meninggalkanmu. Lalu apa yang kamu dapat? Nggak lebih dari sakit hati." Sara teringat nasihat sahabat karibnya, Tya di suatu siang saat sedang makan bersama. Secara akal sehat, ia sepenuhnya setuju dengan Tya. Mungkin jika ia berada di posisi Tya, ia juga akan memberikan nasihat yang sama persis. Namun Tya tidak merasakan ikatan kuat yang ia rasakan dengan Reno saat mereka mengobrol tengah malam mengenang cerita di masa lalu atau mendiskusikan segala hal dari yang remeh temeh hingga ke topik yang lebih serius. Segalanya terasa nyata. Terasa hangat. Terasa benar. Bahkan hanya sekedar obrolan tengah malam seakan-akan menjadi penyemangat Sara dalam menjalani kehidupan. Sara seperti menemukan tempat untuk berbagi dan bercerita. Reno tak harus melakukan apa-apa. Dengan kehadiran Reno di hidup Sara saja sudah cukup baginya. Ia tak lagi merasa harus menanggung semuanya sendiri. Reno membuat hidup Sara terasa lebih bermakna.

Wanita di ujung sana yang mendampingi Reno setiap malam, membayangkannya saja sudah membuat hati Sara perih, seperti luka terbuka yang disiram dengan alkohol. Ini tidak semudah menentukan mana warna hitam dan mana yang putih. Sara menolak di cap sebagai tokoh antagonis seperti tokoh di sinteron TV lokal. Karena ia pun memiliki hati yang rapuh. Ia juga merasakan sakit sama seperti rasa sakit yang dialami perempuan itu. Jika boleh jujur mana ada perempuan yang ingin dijadikan yang kedua? Tapi apakah dengan begitu artinya Sara harus mengingkari semua yang ia rasakan selama ini? Haruskah Sara menekan apapun itu yang terlanjur tumbuh kembali di relung hatinya? Bukan dirinya yang memilih berada di tempat itu. Sara sudah mencoba berkali-kali lari dari bayang-bayang Reno. Namun entah dengan cara bagaimana, Tuhan selalu punya cara untuk mempertemukan mereka kembali. Berkali-kali Sara bertanya dalam doanya, dalam tangisnya, "Mengapa jalan ini yang Kau pilihkan untukku, Tuhan? Berulang kali aku mencoba memilih jalan lain, mencoba berpaling darinya, mencoba mengingkarinya, namun tanganMu selalu menggiringku kembali ke sisinya. Apakah ini memang jalan dariMu, Tuhan? Mengapa Kau pikir aku kuat untuk menjalani semua ini?"

Apakah ada masa depan antara dirinya dan Reno? Kalaupun ada, akankah semudah itu? Beranikah Sara berharap? Sanggupkah dirinya menghadapi tekanan publik, stereotype masyarakat, dan kecaman dari beberapa pihak yang merasa dirinya paling benar. So much for being the antagonist one, right? Tidakkah mereka sadar semakin mereka merasa paling benar dan mengecam Sara yang duduk di kursi penyakitan tak akan menjadikan mereka sebagai orang yang baik dan tanpa cela, kan?
Sara pernah berandai-andai jika saat itu tiba, saat dimana dirinya dan Reno dapat bersatu, akankah Sara punya hak untuk membela diri, ataukah baiknya ia diam membiarkan semua orang itu bercerita dengan versi mereka masing-masing? Cukup ia, Reno dan Tuhan yang tahu apa yang terjadi sebenarnya.
Jika saat itu benar-benar tiba, akankah Reno kembali meninggalkannya lagi seperti dulu? Apakah Sara cukup berani untuk mengambil resiko tersakiti lagi?
Jika memang benar mereka akhirnya dapat bersatu kembali, mungkinkah di  kemudian hari salah satu dari mereka akan menyesali keputusan yang mereka ambil? Padahal yang Sara inginkan bukanlah sesuatu yang neko-neko. Mungkin kedengarannya cliche,  namun yang ia inginkan hanyalah kebahagiaan Reno. Dengan atau tanpanya, ia hanya ingin Reno bahagia.
Terlepas dari benar atau salah, Sara meyakini bahwa Reno akan lebih bahagia bersamanya dibandingkan dengan perempuan itu, karena baik Sara maupun Reno benar-benar percaya bahwa apa yang mereka miliki adalah sesuatu yang tidak semua pasangan miliki. Kekuatan batin mereka sungguh kuat terjalin. Hati mereka sudah begitu tertaut, hingga tak ada celah lagi di antaranya. Namun sayangnya semua ini bukanlah keputusan Sara sendiri. Bukan hak Sara untuk menentukan. Saat ini Sara hanyalah orang luar.

Akhirnya nyala di layar telepon genggam Sara berhenti dan membuat Sara terjaga dari lamunannya. Ia menghembuskan napas panjang, "Sampai kapan Reno akan terus berusaha menghubungiku kembali? Sampai pada satu titik, ia pasti akan menyerah pada penolakanku. Bila saat itu datang, mungkin aku bisa tersadar dari mimpiku untuk dapat bersama dengan dirinya." Pikir Sara. Kembali ia menyeruput minumannya dan menyandarkan kepalanya ke sofa yang didudukinya. Sara membiarkan matanya menerawang dan pikirannya terbang sesuka hati mereka, tepat pada saat itu sebuah tepukan halus menyapu pundak Sara. Refleks Sara mengangkat wajahnya dan mendapati sosok wajah yang sangat dikenalnya. Seulas senyum yang menghiasi wajah sosok tersebut secara tidak langsung memicu gelombang emosi di dada Sara. Pelupuk matanya dibasahi air mata dan dengan susah payah ditahannya. Ribuan kata berputar di benak Sara namun tak ada satupun yang dapat keluar dari mulutnya. Reno duduk di samping Sara dan menggenggam lembut tangannya, "Aku menepati janjiku. Menghubungimu setelah semuanya selesai. Mencarimu kembali setelah berhasil menetapkan pikiran dan hatiku. Aku datang kepadamu setelah melewati serangkaian doa, peristiwa dan pemikiran yang tidak mudah namun semuanya mengarah padamu. Sama halnya denganmu, seberapapun usahaku berpaling, petunjuk yang kudapat selalu tentangmu. Tidakkah terpikir di benakmu bahwa ini saatnya bagi kita untuk tak lagi berusaha mengingkariNya dan pasrah mengikuti jalan yang telah Tuhan tetapkan untuk kita berdua?"


Catatan: Cerita ini terinspirasi dari kejadian nyata. Persamaan karakter dan cerita bisa jadi diambil berdasarkan kisah yang didapat penulis dari berbagai sumber, dirangkai menjadi satu dengan beberapa pengembangan detail.

Sunday, October 26, 2014

Reminiscing Babel

Jalan-jalan ke Bangka Belitung kali ini sebenarnya nggak direncanakan. Tadinya saya pengen nabung supaya akhir tahun bisa jalan-jalan ke tempat lain, eh kok ndilalah dari kantor diumumin bahwa raker yang diadain tanggal 18-19 Oktober 2014 kali ini perginya ke Belitung. Langsung deh otak jalan-jalannya gatel. Hahaha. Setelah ngobrol sama suami, akhirnya saya coba ajuin cuti tanggal 20-21 Oktober 2014 supaya bisa sekalian liburan sama suami ke Bangka. Suami sendiri waktu itu memang pernah sempet beberapa bulan tinggal di Bangka karena urusan kerjaan, sementara saya sendiri juga sempat ke Bangka hanya saja waktu itu cuma sebentar jadi belum sempat menjelajah. Masih penasaran ceritanya. Hehehe.

Setelah dapat approval cuti dari om bos (HORE!), langsung deh saya cari tiket buat saya pulang plus tiket PP buat suami. Eh, ndilalah lagi.. Ternyata tiket pulang saya bisa di-reimburse ke kantor karena emang udah dapet jatah dari kantor (HORE lagi!!). Alhamdulillah rejeki anak solehah.. Alhasil kami cuma keluar uang untuk tiket PP suami saya sekitar 900 ribuan dengan menggunakan maskapai Sriwijaya Air.

Di Belitung kami mendapat fasilitas dari kantor untuk menginap di Lor In, Tanjung Pandan. Daerah ini sekitar 30 menit perjalanan dari Airport H.A.S Hanandjoedin. Dalam perjalanan menuju hotel saya melihat tambang timah, baik yang sudah tidak beroperasi maupun yang masih aktif berada di kiri kanan saya. 


Masih sempat narsis di Pantai depan hotel, padahal jadwal raker padat merayap waktu itu. Hihihi

Dikarenakan agenda di Belitung adalah Rapat Kerja, saya dan rekan kerja memang nggak terlalu bebas jalan-jalan. Jadwalnya padat merayap kaya jalanan Jakarta. Hanya saja di hari kedua ada kegiatan Island Trip ke Pulau Lengkuas. 
Di kapal menuju ke Lengkuas, kami melewati beberapa pulau, salah satunya Pulau Burung dimana disana ada batu besar yang bentuknya menyerupai paruh burung Garude (Garuda) dan uniknya paruh burung tersebut mengarah ke arah kiblat (barat). Kami juga melewati pulau yang menurut pemandu kapal kami, pulau tersebut milik seorang Tionghoa yang punya peternakan babi sehingga dinamakan Pulau Babi. 


Batu Garude yang famous itu. Memang mirip paruh burung ya?

Sebenarnya ada juga Pulau Pasir, yaitu Pulau yang terdiri atas hamparan pasir yang luas sekali di tengah laut, namun saat itu kondisi sedang pasang sehingga Pulau Pasirnya tidak nampak. Perjalanan ke Pulau Lengkuas makan waktu sekitar 30-45 menit tergantung kondisi ombak. 

Sesampainya di Pulau Lengkuas yang menarik perhatian saya adalah mercusuarnya. Saya dan teman kantor saya, Rika, Mahta dan Rangga memutuskan untuk naik ke atas mercusuar terlebih dulu sebelum snorkeling. Untuk naik ke mercusuar tersebut, kita harus membayar Rp 5.000,- dan melepas alas kaki. Setelah menaiki 18 lantai atau sekitar 300 anak tangga yang cukup curam, sampailah kami di puncak mercusuar yang pemandangannya (dan anginnya) yang luar biasa. Saya nggak berani berlama-lama di luar karena anginnya dahsyat banget. Rasanya takut ketiup secara badan saya imut gini. Hahaha. Belum puas foto-foto di mercusuar, saat saya melihat ke bawah kelihatan sekumpulan teman kantor saya sedang berjalan ke kapal untuk snorkeling, maka dengan terburu-buru saya dan Rika menuruni anak tangga untuk menyusul mereka. Namun sayangnya saat kami sampai di bawah, kapal kami sudah berangkat. Saya sih tidak terlalu kecewa karena saya lagi nggak kepengen banget snorkeling. Yang sedikit kecewa sepertinya Rika, maka untuk mengobati kekecewaannya kami sempat mengelilingi pulau untuk menonton sebagian rekan kami yang sedang memancing di laut. Tak lupa kamimelanjutkan kegiatan foto-foto di bebatuan super besar yang menjadi khas Pantai di Bangka Belitung. Konon katanya, batu-batu tersebut dulu asalnya dari letusan Gunung Krakatau. Humm.. Jadi ngebayangin betapa seremnya kejadian waktu itu.


Mercusuar Pantai Lengkuas

Puas foto-foto, kami memutuskan kembali ke mercusuar karena di dekat situ ada warung kecil yang menjual minuman dan makanan. Karena lapar, kami sempat pesan mie instan sambil ngobrol sama mas penjaganya. Dari mas itu kami tahu bahwa Pulau Lengkuas ini merupakan salah satu tempat penangkaran penyu. Kami sempat melihat ke tempat penetasan telur penyu dan kolam berisi puluhan penyu yang baru berusia 5 hari. 

Selain Pulau Lengkuas, kami juga sempat ke Pantai Tanjung Tinggi tempat syuting Laskar Pelangi. Sayangnya walaupun pemandangan di sana indah, namun pantai ini sudah agak kotor dengan sampah-sampah pengunjung. Tapi itu tak mengurangi niat kami untuk mengabadikan momen lewat foto-foto tentunya. 


Tanjung Tinggi, Belitong

Sejenak berandai-andai jadi Laskar Pelangi

Hari Senin, 20 Oktober 2014 saya dan suami sudah standby sejak jam 6 pagi di Pelabuhan Tanjung Pandan untuk menyeberang ke Bangka. Jadwal jetfoil KM Express Bahari dari Belitung ke Bangka hanya sekali dalam sehari yaitu pukul 07.00 WIB, kecuali hari Selasa dimana pada hari tersebut tidak ada jadwal penyeberangan. Jadi mau tidak mau, pada Hari Senin tersebut kami harus lakukan penyeberangan, kalau tidak mau membeli tiket pesawat ke Bangka yang harganya kurang lebih sama dengan tiket ke Jakarta. 

Ada cerita lucu saat di pelabuhan. Kebetulan HP suami saya mati total saat itu, padahal nomor HP rental mobil tersimpan disana. Untungnya suami dan Mas Eka dari rental mobil sudah janjian sehari sebelumnya untuk bertemu di pelabuhan. Sampai dengan pukul 06.30 WIB Mas Eka masih tidak nampak batang hidungnya di pelabuhan, kami mulai deg-degan sebab harus kemana kami menitipkan kunci dan STNK kalau si empu-nya mobil nggak juga muncul?
Kebetulan saat sedang menunggu, suami saya melihat ada satu keluarga yang diantar oleh guide lokal dengan menggunakan mobil rental. Seusai keluarga tersebut turun, suami saya dengan modal nekat mengetuk kaca mobil dan menceritakan bahwa HP-nya mati total sehingga tidak dapat menghubungi orang yang menyewakan mobil rental kepada kami, pemilik mobil ditunggu-tunggu juga tidak terlihat di pelabuhan. Untungnya, setelah menunjukkan STNK mobil, guide lokal tersebut ternyata kenal dengan pemilik mobil dan berbaik hati membantu menghubungi rental kami. Tidak sampai 15 menit kemudian, Mas Eka rental mobil kami datang dengan diantar motor. Dengan lega di detik-detik terakhir kami menyerahkan mobil ke Mas Eka.

Lain lagi cerita saat antri tiket di Pelabuhan. Sementara suami saya mencari Mas Eka, tugas saya adalah antri untuk beli tiket. 
Namun sialnya hari itu petugas loketnya telat. Jadwal kapal berangkat pukul 07.00 WIB, namun sampai pukul 06.30 WIB lewat loket masih juga kosong padahal dari pengeras suara pihak pelabuhan sudah menginfokan agar para penumpang segera ke atas kapal bagi yang sudah memiliki tiket. Humph. Makin spaneng deh rasanya nunggu loket buka.
Antrian sudah panjang ke belakang tapi saya cukup tenang karena kami sudah datang dari pagi dan dapat antrian nomor tiga dari depan. Kurang 15 menit dari jadwal keberangkatan, petugas loket baru datang dengan tergopoh-gopoh. Tepat saat loket dibuka, tiba-tiba antrian yang tadinya (lumayan) rapih jadi seketika berantakan. Semua orang yang antri di belakang serentak langsung menyerbu ke depan. Banyak dari yang antri sepertinya calo tiket, karena mereka beli tiket dalam jumlah yang langsung banyak. Saya yang tadinya berencana beli tiket kelas Bisnis, urung beli karena tiba-tiba diberitahu kalau tiket Bisnis sudah habis! Nah lho.. Kok bisa? Padahal saya kan antrinya termasuk bagian paling depan?? Dengan rasa mangkel akibat desak-desakan akhirnya kami (terpaksa) beli tiket kelas VIP dengan harga satu tiket Rp 285.000,-, padahal di papan tertera 3 kategori harga tiket: Bisnis Rp 190.000,-; Executive Rp 195.000,- dan VIP 230.000,- .

Benar-benar pengalaman buruk banget deh di Pelabuhan tersebut. Sudah masyarakatnya nggak bisa antri dengan baik, petugas juga tidak ada kesadaran untuk merapihkan antrian, belum lagi petugas loketnya datang telat dan super lelet sehingga menyebabkan jadwal keberangkatan juga mundur, belum lagi harga tiket yang tidak sesuai dengan yang ada di papan. Hummm.. Ya sudahlah, dijadikan pelajaran aja. Lain kali kalau mau nyeberang dari Belitung-Bangka, lebih baik pesan tiket sebelumnya atau sekalian aja naik pesawat.

Perjalanan dari Belitung-Bangka lewat laut makan waktu sekitar 4 jam. Sesampainya di Pelabuhan Pangkal Balam, Bangka kami segera naik angkot ke pasar untuk cari makan terlebih dulu. Angkot yang kami tumpangi minta tarif Rp 10.000,- per orang. 
Menu pertama yang kami coba siang itu tentunya Mie Bangka yang terkenal itu. Yang menarik perhatian saya hampir setiap makanan di Bangka menggunakan jeruk kunci, jeruk khas Bangka yang rasanya sedikit lebih manis dari jeruk nipis. Setelah kenyang dengan besarnya porsi Mie Bangka yang kami makan kami segera melanjutkan naik angkot kembali untuk mencari hotel. Kali ini angkotnya mengenakan tarif normal yaitu Rp 2.500,-/orang. 
Kami memutuskan untuk bermalam di Damai Inn, di kawasan Pangkal Pinang dengan tarif hotel Rp 220.000,-/malam (sudah termasuk pajak). 
Hotelnya sendiri sederhana, namun cukup bersih. Cukuplah bagi kami untuk beristirahat dan menaruh barang-barang, mengingat kami pasti menghabiskan hampir seluruh waktu kami di luar untuk jalan-jalan sayang rasanya kalau mengeluarkan uang lebih untuk hotel mahal.

Usai bersih-bersih sejenak dan suami mencari rental mobil di lobby hotel, kami segera bersiap keluar untuk jalan-jalan. Rental di Bangka yang kami dapat ini harganya sama dengan di Belitung yaitu Rp 250.000,-/hari. Perjalanan pertama kami ke Pantai Pasir Padi yang konon katanya unik karena kontur pantainya yang landai dan tekstur pasirnya keras sehingga kita bisa jalan sampai ke tengah laut karena airnya juga tidak terlalu dalam. Dalam perjalanan menuju pantai, sayangnya ban mobil kami sempat robek karena tertancap paku besar, jadi perjalanan sedikit terhambat untuk ganti ban dengan ban serep. Sesampai di Pantai Pasir Padi, kami segera parkir mobil di pinggir pantai dan jalan hingga hampir ke tengah laut yang ada beton-beton pemecah ombaknya. Kami duduk-duduk disana dan menikmati sunset yang arahnya berseberangan dengan pantai. Hingga matahari tenggelam kami segera bergegas kembali ke Pangkal Pinang untuk mencari makan malam.


Foto ini diambil di tengah laut lho.. Pantainya landai jadi mudah bagi kami untuk berjalan ke tengah-tengah laut

Malam itu atas anjuran suami saya makan tekwan, yang menurut saya rasanya mantab. Asinnya pas, kuah bening dengan rasa sup ikan yang kerasa banget apalagi ditambah perasan jeruk kunci, irisan jamur dan bengkoang. Segar banget! Suami sendiri memilih untuk makan pempek kapal selam yang menurut saya rasanya lebih manis dari pempek pada umumnya, tapi setelah agak lama rasa pedasnya baru terasa menggigit. 


Tekwan yang super seger dengan perasan Jeruk Kunci


Wisata kuliner malam itu nggak berhenti sampai di situ saja, kami langsung lanjut ke Alun-Alun Kota yang disingkat ATM oleh masyarakat setempat. Bahkan pada malam yang bukan akhir pekan, tempat ini ramai dikunjungi masyarakat yang membawa anggota keluarganya. Yang remaja bisa makan-makan di sekitar alun-alun, yang anak-anak bisa main di berbagai macam jenis permainan yang ada di sana, salah satunya semacam mobil-mobilan mini yang bisa dikendalikan remote control oleh orang tua mereka. Di sana kami juga sempat mencoba jajanan berupa gorengan yang pada dasarnya berasal dari ikan namun diolah menjadi berbagai macam jenis. Delapan potong gorengan ditambah dengan segelas susu kedelai, kami cukup mengeluarkan uang Rp 12.000,- saja. Harusnya malam itu wisata kuliner kami ditutup dengan makan buah duren, namun sayangnya karena bukan musimnya, kami tidak dapat menemukan satupun pedagang durian yang biasanya ada di sepanjang jalan.

Jadwal hari terakhir kami di Babel adalah Beaches Marathon sebelum jadwal pulang kami ke Jakarta pukul 17.10 WIB sorenya. Namun sebelumnya kami berencana sarapan dulu ke warung kopi yang terkenal di Bangka yaitu Warung Kopi Tung Tau. Entah Google Maps dan Waze-nya lagi kacau, bukannya ketemu si warkop kami malah sempat kesasar sampai ke kuburan cina. Sempat hampir menyerah, akhirnya warkop ini secara tidak sengaja ketemu dalam perjalan kami ke Pantai Parang Tenggiri. Warkop Tung Tau ini terletak di perempatan pasar di Jl. Muhidin. Sudah berdiri sejak tahun 1938 dengan resep yang diwariskan turun temurun dan dikelola sendiri oleh generasi penerusnya. Semua kedongkolan karena sempat kesasar tadi terbayarkan saat makan roti panggang telur dan mencicipi kopi susu serta teh susunya. Semuanya enak. Roti panggangnya crunchy di luar tapi lembut banget di dalam. Buat seseorang yang nggak bisa minum kopi seperti saya aja, sepertinya saya jatuh cinta sama rasa kopinya. Sebagai bekal di perjalanan, akhirnya kami memutuskan untuk take away roti panggang isi srikaya. Oya, so far menurut saya jajanan dan makanan di Bangka ini harganya bersahabat dengan dompet merah saya. Menyenangkan deh pokoknya. Hehehe.


Wajib mampir ke Tung Tau kalau lagi di Bangka

Sarapan sudah, saatnya ke Pantai Parang Tenggiri. Pantai ini sebenarnya bukan pantai umum, jika masuk ke pantai, kita harus membayar Rp 25.000,-/orang, karena wilayah pantai ini memang masuk ke dalam wilayah Parang Tenggiri Beach, Resort & Spa. Kami sempat menemukan hotspot di Parang Tenggiri berupa pantai kecil di balik bebatuan dekat restoran hotel yang tempatnya menjorok ke tengah laut. 

Hotspot di Pantai Parang Tenggiri, pantai mini dibalik bebatuan

Pantai Parang Tenggiri yang bersih

Tujuan kedua adalah Pantai Matras yang letaknya bersebelahan dengan Pantai Parang Tenggiri. Saat kami kesana sepertinya sedang ada restorasi di Pantai Matras, sehingga akhirnya kami terus menyusuri jalan mencari pantai yang lebih nyaman tanpa ada kehadiran excavator-excavator di pinggir pantai. Sedikit off road dan sempat berhenti di area bekas tambang timah, akhirnya kami menemukan spot di daerah Matras yang indahnya luar biasa. Pantainya nihil orang, dengan bebatuan besar dan uniknya di pinggir pantai juga ada rawa yang banyak ikan dan udangnya. Kami agak lama menjelajah di pantai tersebut. Loncat dari satu batu ke batu yang lain dan sedikit bermain air di bibir pantai.



Berasa pantai pribadi

Rawa di seberang dalam pantai. Kami menemukan banyak udang dan ikan di sini

Indahnya Pantai Matras dengan bebatuan besar khas pantai di Babel

Jernih ya airnya?

Bersanntai di salah satu batu besar Pantai Matras

Tujuan selanjutnya adalah Teluk Kenangan.. Eh, Teluk Uber maksudnya.. Hehehe. Di Pantai Uber ini sedikit berbeda dengan pantai-pantai di Bangka lainnya karena warna pasirnya yang sedikit kehitaman. Kami sempat berenang di sana, bahkan sempat nemuin ubur-ubur yang setiap mau difoto pasti kabur.


Berenang sebelum pulang

Nggak terasa jam sudah menunjukan hampir pukul 13.30 WIB, kami segera bergegas ke hotel untuk check out dan menyempatkan diri ke Museum Timah Indonesia yang dikelola oleh PT Timah, Tbk. Di museum yang tadinya merupakan tempat bersejarah yaitu tempat diselenggarakan dan ditandatanganinya Perjanjian Roem Royen ini kita bisa belajar banyak tentang sejarah timah di Indonesia, bahkan saya dengar Museum ini adalah satu-satunya museum Timah di Asia Tenggara. Sayang kami tak bisa berlama-lama di sana karena harus mengejar pesawat ke Bandara Depati Amir.


Mangkuk keruk timah yang ukurannya bisa nampung saya dan suami sekaligus sepertinya. Hihihi

Sempat delay karena cuaca saat itu super mendung, akhirnya pukul 18.30 kami take off juga ke Jakarta. Begitu banyak cerita yang bisa saya bagi dalam waktu yang singkat. Jika ada kesempatan, saya dan suami ingin sekali kembali ke sana, karena masih banyak sekali tempat yang ingin kami kunjungi. Pantai-pantai, Bangka Botanical Garden, Kampung Pecinan di Belinyu, daerah bersejarah Muntok, dan lain-lain. Yang pasti kota Bangka selalu punya tempat tersendiri di hati kami, karena kota ini adalah awal pertemuan kembali saya dan suami..

Happy Anniversary, my dearest one.
I love you above and beyond. 


Friday, October 10, 2014

Random Weekend Getaway to Puncak

Suatu malam ngobrol dengan suami. Ingin sekali-sekali kumpul dengan keluarga suami.. Gantian lah ceritanya, berhubung selama ini memang lebih sering berkumpul dengan keluarga saya. Setelah diskusi, akhirnya diputuskanlah untuk pergi ke Puncak, menyewa satu villa terus malamnya bbq-an rame-rame. 

Mulailah saya sibuk browsing cari villa yang kira-kira cukup untuk 3-4 keluarga kecil yang sesuai dengan budget di Agoda.com. Kebetulan saya dulu memang cukup sering cari hotel di sini baik untuk urusan kantor maupun untuk urusan pribadi. Setelah cari sana-sini, akhirnya saya putuskan untuk coba booking 1 villa di Cluster Osaka, Kota Bunga Puncak.
Pertimbangannya selain karena sesuai dengan budget, jumlah kamarnya cukup banyak. Ada 5 kamar tidur dengan 3 kamar mandi. Dua kamar mandi di luar dan satu kamar mandi di master bedroom. Fasilitas lainnya selain ruang keluarga juga ada dapur yang menurut testimoni pengunjung sebelumnya sudah lengkap dengan peralatan masaknya. Untuk villa dengan fasilitas yang cukup memadai tersebut, saya hanya perlu merogoh kocek kurang dari Rp 700 ribu. Nominal yang murah jika dibandingkan dengan harga villa dengan fasilitas serupa di daerah Lembang yang harganya pasti sudah di atas Rp 1 juta.

Villa sudah di-booked. Tinggal menunggu hari H saja. Namun sayangnya mendekati hari H dari keluarga suami banyak yang berhalangan, padahal sehari sebelumnya saya sudah sempat belanja 'murah-meriah' untuk bbq-an di Giant (bukan promosi. Tapi untuk bbq-an dengan menu yang sederhana, ga yang mewah-mewah amat, belanja di sini emang terhitung murah. Hehehe). Akhirnya di Hari H kami 'putar haluan' deh dengan mengajak saudara-saudara dari pihak saya. Jadilah mama, 2 kakak saya, 4 keponakan serta adik dan calon istrinya konvoi berangkat ke puncak.

Kami jalan dari Cinere sekitar dzuhur, siang itu panasnya menyengat sekali. Kami sempat berhenti di rest area KM 58. Adik dan keponakan saya menyempatkan mampir ke Starbucks, sementara saya yang bukan pecinta kopi cukup membekali diri dengan sebotol air mineral saja. Hehehe. Selesai jajan, kami melanjutkan perjalanan menyusul mobil kakak saya yang sudah lebih dulu berangkat.

Mendekati Ciawi saya di-Watsapp kakak yang memberitahukan kalau jalan naik ke Puncak sedang ditutup dan baru dibuka kembali jam 6 sore nanti. Mendengar hal tersebut kami berinisiatif lewat jalan alternatif. Di sekitar pintu tol Ciawi cukup padat dengan pedagang dan orang-orang yang menawarkan jasanya untuk mengantar mobil-mobil yang tidak ingin menunggu sistem buka-tutup ini melewati jalur alternatif. Kami sendiri memutuskan untuk tidak menggunakan jasa penunjuk jalan ini. Selain karena suami saya memang cukup hapal dengan jalan alternatif di Puncak, sekarang ini kan juga ada aplikasi Waze jadi ga perlu takut kesasar. 
Lewat jalan alternatif ini menurut saya bagi pengguna mobil matic dan mobil sedan tidak disarankan, karena rutenya cukup berliku dan tanjakannya juga tajam dengan kondisi jalan yang tidak terlalu baik. 

Nampaknya saat itu kami sedang kurang beruntung. Setelah 'berjuang' melewati lika-liku tajam kehidupan.. Eh, lika liku jalanan. Hanya beberapa meter dari jalan utama, mobil kami dihentikan karena sistem buka tutup ke arah bawah puncak masih berlaku. Akhirnya kami tetap harus menunggu sampai dengan pukul 18.00 lewat baru dapat melanjutkan perjalanan kami menuju ke Kota Bunga.

Hampir pukul 19.00 kami sampai di Kota Bunga. Sempat agak kesulitan mencari kantor marketingnya karena tidak ada petunjuk yang cukup jelas dan letak kantornya pun cukup jauh ke dalam. Sesampai di kantor marketing, saya cukup menyebutkan nama dan email booking kepada petugas, kemudian petugas segera meminta saya mengikuti salah satu staff yang akan menunjukan letak villa yang kami tempati.

Villa tersebut terletak di cluster Osaka sehingga desainnya berbau Jepang, unik dengan aksen pintu depan geser. Letak villanya di pinggir jalan Hoek, sehingga menyisakan lahan untuk taman yang dilangkapi gazebo dan sebuah ayunan. Di bagian depan villa ada kolam kecil yang pada akhirnya jadi tempat favorit dua keponakan saya, Dewa dan Noah karena di situ mereka bisa bermain air dan menangkap kecebong.




Ini tampak depan villa kami
Setelah bersih-bersih dan meluruskan kaki yang cukup pegal sesuai perjalanan tadi, kami segera bersiap-siap untuk bbq. Kami sempat keluar sebentar untuk beli beras, arang untuk bakar-bakar dan beberapa keperluan lain di mini market yang letaknya satu area dengan kantor marketing tadi. Sayangnya sampai di villa, ibu saya memberitahu kalau ia tidak dapat menemukan wadah untuk nasi di dalam rice cooker yang sudah tersedia di villa, sehingga tetap saja kami tidak bisa menanak nasi. Kali ini adik saya yang menawarkan diri keluar untuk membeli nasi sementara kami menyiapkan bumbu bbq dan mulai menyalakan 'panggangan darurat' yang bahan-bahannya kami temukan di villa. 

Malam itu kami habiskan dengan bbq-an di luar rumah. Tentu saja, yang paling banyak porsi makannya ya saya dan suami. Hahaha. Seusai makan, saya yang agak teler memilih tiduran di sofa ruang tengah sambil menemani suami yang main Monopoly On The Go bareng adik, calon istri adik saya, dan keponakan.
Nggak games di Tab, nggak  di dunia nyata kayaknya semua lagi pada keranjingan main monopoli lagi ya. Hihihi. Sampai jam 2 dini hari baru saya dibangunkan suami untuk pindah masuk ke kamar *tutup tirai* *eh*

Yang perlu dicatat jika menginap di Kota Bunga, sebisa mungkin jangan ambil villa di pinggir jalan raya karena cenderung berisik dengan orang-orang yang kebanyakan berdarah Arab (Oops.. Bukannya rasis, tapi memang banyak banget keturunan Arab di sana) yang mondar-mandir dengan mobil yang dibuka kacanya sehingga suara musik terdengar keras dari dalam kendaraan mereka, atau suara knalpot mereka yang kebut-kebutan bahkan di malam hari. Untuk itu sebaiknya kasih pengertian juga untuk anak-anak kecil agar tidak sendirian bermain di jalan raya tanpa ditemani orang dewasa.

Saya terbangun pukul 06.30 dan langsung mendapati bahwa tadi pagi mobil kami sudah dicuci bersih oleh beberapa anak muda tanpa diminta. Sempat kuatir kalau-kalau ongkos yang mereka minta mahal untuk 1 mobil, ternyata setelah ditanya mereka hanya minta ongkos 15 ribu per mobilnya. Saat saya, kakak dan Shayna keponakan saya menyempatkan diri untuk jalan-jalan di sekitar villa ada beberapa kusir dengan kudanya yang menawarkan jasa menunggang kuda keliling kompleks. Untuk satu putaran dikenakan biaya 25 ribu per kuda. 


Pagi-pagi belum sarapan udah keliling naik kuda

Di Kota Bunga ini juga banyak pedagang yang menjajakan makanan. Mulai dari nasi uduk, pedagang pisang, gemblong, sampai SPG minuman fermentasi juga ada. Mereka akan mampir ke depan villa menawarkan dagangannya silih berganti. Namun jangan kuatir, mereka bukan tipe pedagang yang memaksa agar kita membeli dagangannya, jadi tolak saja dengan halus jika anda tidak berminat.

Seusai sarapan dan mandi pagi, kami segera beberes untuk bersiap-siap pulang. Ada rencana sebelum pulang untuk mampir ke Kebun Raya Cibodas. Saya sudah puluhan tahun tidak ke Cibodas. Terakhir itu SD kalau nggak salah ingat. Dulu keluarga saya kalau libur atau sedang ada keluarga dari Solo yang datang berkunjung, biasanya akan kami ajak ke Puncak, masuk Taman Safari dan wisata ke Cibodas agar anak-anak dapat bebas berlarian sampai terjatuh guling-gulingan di areal Cibodas yang memang konturnya berbukit-bukit. Itu saja rasanya bukan main senangnya ngalahin jalan-jalan ke Mall :p

Kebun Raya Cibodas merupakan gerbang awal bagi pendaki yang ingin naik ke Gunung Gede. Di sana banyak pohon-pohon yang usianya sudah ratusan tahun, air terjun Cismun, berbagai tanaman bonsai, anggrek langka sampai dengan bunga bangkai dapat ditemukan disini. Tiket masuk ke Cibodas untuk mobil dikenakan 16 ribu sementara per orangnya Rp 9.500,-. Ternyata disana nggak banyak berubah. Anak- anak senang sekali bermain di lapangan terbuka di bawah pohon-pohon rindang dengan udara yang cukup sejuk dibandingkan saat di Kota Bunga. Sambil mengamati anak-anak yang sedang bermain, kami memutuskan menyewa plastik untuk alas kami duduk-duduk di bawah pohon sambil menikmati bekal makan nasi goreng telor ceplok home made suami saya. Hehehe. Betul juga keputusan untuk membawa bekal makan dari rumah karena dagangan yang dijajakan di sini harganya relatif sudah dinaikkan, misalnya saja sebotol air mineral ukuran sedang dihargai 10 ribu rupiah.


Kapan terakhir kali anda piknik di taman terbuka?

Waktu sudah menunjukkan pukul 14.00 WIB saat kami memutuskan untuk turun dan pulang ke Jakarta. Saya dan suami beserta adik dan pacarnya memutuskan untuk duluan turun sementara rombongan di mobil kakak saya ingin belanja sayur mayur dulu di areal parkiran luar kebun raya yang memang dipenuhi pedagang sayuran, buah dan souvenir.

Alhamdulillah perjalanan turun dari Puncak kami relatif lebih lancar dibanding saat naik, karena bertepatan dengan arus turun ke arah Jakarta. Kami sempat minum sekoteng dan makan jagung bakar di Masjid Atta'awun, turun sedikit kami melanjutkan wisata kuliner kami dengan menyantap poffertjes dan segelas susu coklat sambil menikmati pemandangan orang-orang yang sedang parasailing dari atas bukit. Suatu saat saya ingin coba ah..



Santapan wajib kalau ke Puncak 

Meskipun puncak saat ini tidak sesejuk dulu dan sudah cukup banyak yang berubah karena sekarang terasa lebih ramai, terutama oleh pendatang keturunan dan hampir semua toko, agen tour travel serta restoran sudah menggunakan plang dengan tulisan arab gundul dan kalau tidak dibantu dengan gambar visual dari apa yang ditawarkan agak menyulitkan pembeli namun perjalanan ini cukup menyenangkan. Terutama karena kami sekeluarga sudah cukup lama tidak berkumpul liburan sama-sama. Jadi memotivasi saya untuk merancang liburan keluarga lagi nih! ^^








Thursday, October 2, 2014

Chapter of my Life - Trying to Conceive (TTC) - Fighting PCOS

Hi.. Hi..

Posting-an saya kali ini bukan tentang jalan-jalan dulu ya. Sekedar mau share buat temen-temen di luar sana yang kemungkinan punya cerita sama dengan saya atau bisa juga untuk sekedar nambah-nambah wawasan soal PCOS. Kalau ada kurang lebihnya informasi yang saya share, mohon maaf ya, karena saya juga masih explore soal gangguan hormon yang diduga jadi penyebab infertilitas atau ketidaksuburan bagi 5-10% wanita usia reproduksi (12-45 tahun) ini.


Infertilitas pada wanita? Whew.. Serem ya kedengarannya, tapi nggak juga sih.. Kata dokter dan berbagai sumber yang saya dengar dan baca, asal tetep berpikir positif, jaga pola makan dan gaya hidup serta olahraga, Insyaallah penderita PCOS bisa sembuh dan bisa punya anak.
Di pembahasan kali ini pastinya saya akan share pengalaman saya sendiri, sedikit informasi yang saya dapat dari berbagai sumber soal PCOS.. (CMIIW ya kalau ada info yang kurang tepat. Hihi), serta rincian biaya yang dikeluarkan siapa tau bisa bermanfaat bagi yang membutuhkan :)

Pembahasan kali ini agak panjang nih. Jadi siap-siap ya.. Hold my hands tight through out my "roller coaster ride" *halah*


Jadi dari awal nikah, saya dan suami memang nggak nunda-nunda momongan. Suami saya sendiri sudah punya seorang putri dari pernikahannya yang terdahulu. Dalam rangka persiapan kehamilan, beberapa bulan sebelum nikah saya sudah memutuskan untuk ngurangin ngerokok sampe akhirnya bener-bener berhenti, ga 'minum' lagi even itu cuma 'mimik-mimik' cantik, lebih banyak makan sayur, ga begadang lagi, ga jalan malem lagi, ga juga ngendon lama-lama di kantor seperti waktu masih belum nikah dulu. Pokoknya bener2 diniatin supaya kalau nanti dikasih rezeki hamil, baby-nya bener2 sehat deh.

Sempat waktu itu di bulan ke-4 usia pernikahan, saya telat haid sampai 2 minggu lebih. Dari seminggu sebelum jadwal haid, perut bagian bawah saya sering terasa sakit sekali seperti ditarik-tarik. Bahkan untuk berjalan saja bisa bikin saya terengah-engah menahan sakit, apalagi kalau sedang naik turun tangga di kantor dan saat sedang nyetir, kebetulan mobil saya transmisinya manual, jadi lumayan berasa tuh kalau lagi macet. 

Sakitnya itu datang come and go, kalau sedang nggak terasa sakit sih saya masih bisa pecicilan kesana kemari, tapi kalau lagi kambuh.. paling saya cuma bisa meringis-ringis nahan sakit sambil menjalankan aktivitas seperti biasa. Waktu itu saya juga sempat test pack sehari sebelum jadwal haid, tapi hasilnya (-). Sampai kemudian saya telat lebih dari seminggu dan rasa sakit saya makin menjadi-jadi, saya mulai kepikiran. Karena selain merasa sakit, perut saya juga makin besar dan mengeras. Saya sempat konsul ke 2 dokter. Yang satu di RS Puri Cinere dan RS Gandaria. Diagnosisnya sama, sedang ada penebalan dinding rahim. Kemungkinannya ada dua, antara mau haid atau mau hamil. Di RS Gandaria saya dikasih folavit - vitamin (asam folat) yang penting dikonsumsi ibu hamil di awal kehamilan agar bayi terhindar dari cacat sistem saraf (otak).Total biaya di RS Puri Cinere sekitar Rp 400.000, sementara di RS Gandaria sekitar Rp 250.000 sudah termasuk konsul dokter, USG transvagina dan obat.

Setelah 2 minggu lebih saya masih juga belum mens, kemudian pada hari Minggu saat suami saya sedang di luar kota, saya merasakan sakit yang hebat di bagian punggung bawah, dekat tulang ekor. Saking sakitnya, saya sampai nggak bisa jalan. Sorenya saya merasa ingin buang air kecil. Di kamar mandi saat buka celana tiba-tiba jatuh gumpalan kental warna merah tua seukuran ibu jari. Sempat panik, saya hubungi suami dan Ibu saya. Saya diminta jangan banyak bergerak dan kemudian dijemput Ibu saya kerumahnya. Sesampai di rumah Ibu, sakitnya berkurang hingga malam hari sakitnya datang lagi, saat saya ke kamar mandi keluarlah lagi gumpalan darah berwarna merah tua, tapi kali ini nggak sebanyak gumpalan sebelumnya.


Keesokannya saya periksa ke dr Fitriadi, SpOg di RS Pondok Indah rekomendasi dari kakak saya. Dokternya kalem tapi cukup informatif saat menjelaskan pertanyaan yang kita lontarkan. Berdasarkan gejala yang saya rasakan, dokter bilang kalau kemarin kemungkinan terjadi pembuahan namun karena kondisi pembuahannya tidak baik, maka pembuahan tersebut luruh dengan sendirinya. Kondisi pembuahan yang tidak baik itu bisa karena berbagai macam faktor. Bisa dari kondisi sel telur, sperma atau kondisi badan yang ga fit saat terjadi pembuahan, bisa karena kecapekan atau stress. Dokter juga sempat komentar soal sel telur saya yang terlhat banyak dan kecil di layar saat sedang USG, namun karena saat itu kondisi saya memang sudah keluar haid, dokter menyimpulkan kemungkinan sel telur tersebut adalah bakal sel telur di siklus mendatang yang memang belum waktunya matang. Karena usia perkawinan kami juga masih baru, kami diminta untuk enjoy aja usahanya, belum perlu program dulu. Total biaya konsul dan USG transvagina di RSPI ga beda jauh dr RS Puri Cinere. Berarti compare dengan RSPI, biaya di Puri Cinere itungannya termasuk mahal jg ya?


Nah.. Sejak saat itu, siklus haid saya malah bertambah panjang dari yang sebelumnya 32 hari menjadi antara 38-39 hari. Bulan kesekian siklus seperti itu lama-lama saya jadi sudah terbiasa dengan haid yang telat. Sampai akhirnya 3 bulan yang lalu saya telat (lagi) lebih dari seminggu. Badan rasanya nggak enak aja bawaannya, mood juga ikutan ancur-ancuran. Kadang saya sampe kasian sama suami kalau saya lagi ngomel-ngomel. Untungnya suami saya orang yang paling sabar (dan ganteng) sedunia buat saya. Hahaha. Karena telat cukup lama, saya test pack tapi hasilnya juga masih (-). Perut saya juga kembali mengeras seperti di bulan ke-4 pernikahan. Saya sering merasa pusing dan sedikit mual, serta kram perut meskipun nggak sesakit kram sebelumnya. Antara sedih, kesel dan ga ngerti lagi sama kondisi badan saya, akhirnya saya bilang sama suami saya untuk ke dokternya kalau akhirnya sudah keluar haid saja.

Betul juga, setelah 3 minggu lebih telat akhirnya haid datang juga. Kali ini nggak berbentuk gumpalan, tapi volume darahnya sedikit sekali dan warnanya pun cenderung hitam. Hari ke-2 haid saya dan suami memutuskan ke RS Mayapada TB. Simatupang. Di sana kami konsul ke DR. dr. Bambang Yudomostopo, SpOg. Dokternya sudah sepuh dan terlihat telaten, belakangan setelah dikasih kartu nama, saya baru tahu kalau beliau termasuk dokter senior juga di RSB Asih.
Dari pemeriksaan USG, rahim saya dinyatakan bersih, ukurannya pun normal tidak ada kelainan, kista ataupun miom. Untuk keluhan siklus haid saya yang panjang, saya diberi profertil (obat penyubur kandungan) yang katanya berfungsi untuk memancing haid serta diresepkan Folic Acid (asam folat) 5 mg. Saya diminta dateng lagi kira-kira seminggu setelah Hari Pertama Haid Terakhir (HPHT). Cuma saya nggak dateng lagi setelahnya, karena buat saya biaya di RS Mayapada cukup mahal. Untuk konsul dokter sendiri aja sudah kena Rp 350.000,-, ditambah biaya USG dan print hasilnya jadi Rp 700.000,- belum lagi ditambah obat-obatnya. Tadinya pengen dateng ke prakter dr. Bambang di RSB Asih, tapi waktunya memang belum ada yang pas.

Menjelang 1 tahun pernikahan kami, saya diskusi dengan suami dan sepakat untuk mulai program hamil ke dokter sesegera mungkin, pertimbangannya karena usia saya yang sudah menginjak kepala 3. Saya nggak ingin usia saya terpaut terlalu jauh dengan anak. Beberapa pertimbangan lain, seperti usia produktif saya dan suami terkait dengan biaya pendidikan anak juga jadi salah satunya.


Maka setelah cukup research kesana kemari, saya memutuskan untuk datang ke dr Prima Progestian di RS Muhammadiyah Taman Puring untuk program hamil sekalian saya juga mau periksa soal siklus haid saya yang kurang teratur, terutama setelah menikah. Rata-rata siklus saya dilihat dari 6 bulan terakhir antara 38-51 hari. 

dr Prima ini menurut kabar adalah dokter yang memang mendalami infertilitas (ketidaksuburan) wanita, pembedahan endoskopi ginekologi Laparoskopi-Histeroskopi (minimal invasive surgery) dan pembedahan ginekologi estetik. Singkat kata banyak yang bilang dr Prima ini sepertinya dokter yang tepat lah untuk didatangi kalau mau program hamil.

Paginya saya sudah daftar melalui BBM ke RS Muhammadiyah dan dapat nomor urut satu. Sorenya saya izin pulang cepat dari kantor sekalian mau cek medan *macam mau perang aja* karena baru pertama kali ke RS Muhammadiyah Taman Puring. Saya dan suami sempat menunggu sekitar 1 jam sebelum akhirnya bisa konsul dengan dr Prima.
Pertama masuk ke ruangan, dokter langsung menanyakan maksud kedatangan, saya jawab kami rencana mau program. Dokter langsung menanyakan berapa usia kami, sudah berapa lama menikah, berapa kali dalam seminggu berhubungan, dsb. Setelah itu dokter minta saya bersiap untuk USG transvagina ditemani seorang suster. Saat USG tersebut tampaklah kondisi indung telur saya baik yang kiri dan kanan dipenuhi bulatan-bulatan kecil. Dokter langsung curiga saya PCOS. Seusai pemeriksaan, saya cerita soal siklus haid saya yang ga teratur, dokter makin yakin saya PCOS. Kemudian ia menjelaskan secara singkat apa itu PCO dan menulis surat rujukan test darah di hari ke-2 haid siklus berikutnya untuk cek insulin, hormon FSH, Prolaktin, dan LH. Senin minggu depan, 6 Oktober 2014 saya diminta untuk datang lagi cek kondisi sel telur. Harapannya sih, karena siklus haid saya panjang kemungkinan saat diperiksa itu belum waktunya si sel telur matang.
Selain itu saya juga dirujuk untuk melakukan HSG di hari ke-9 sampai 12 dari siklus haid saya. HSG atau  histerosalpingografi *panjang ya mak* adalah pemeriksaan untuk mengetahui kondisi sel telur dan mendekteksi apakah ada sumbatan atau tidak pada rahim dengan memakai cairan yang dimasukkan ke rongga rahim dan saluran telur. Dokter juga minta kami untuk atur pola makan yang sehat dan olahraga.
Untuk suami dan saya diresepkan vitamin Vioxy.FM, Corsel, dan Folic Acid 5 mg yang diminum masing-masing 1 kali sehari selama 3 bulan. 
Biaya konsul dokter di RS Muhammadiyah Tampur relatif ga mahal, hanya Rp 175.000,-.
USG transvagina tanpa print Rp 150.000,-. Biaya kartu pasien baru dan admin masing-masing Rp 15.000,-. Yang agak mahal harga Vioxy.fm (Rp 200 ribu-an) dan Corsel (Rp 400 ribu-an) untuk dosis 1 bulan, sementara Folic Acid-nya sih ga mahal 60 tablet hanya puluhan ribu.

Sepulang dari sana, saya segera cari tambahan informasi mengenai PCOS atau Policlystic Ovarium Syndrome ini. Pada dasarnya PCOS atau biasa juga disebut PCO adalah gangguan hormon yang menyebabkan terhambatnya ovulasi atau matangnya sel telur sehingga tidak bisa dibuahi, karena ukuran sel telur yang tidak mencukupi. 
Ukuran sel telur yang matang dan siap dibuahi adalah 18 - 24 mm, sementara ukuran sel telur wanita dengan PCO kurang dari ukuran tersebut. Malah saya baca, ada yang ukurannya hanya 2-6 mm.

Walaupun baru belakangan ini saya mendengar tentang PCO, ternyata saya tidak sendiri. Saat ini banyak juga perempuan yang didiagnosa PCO. Saya sempat tanya ke salah satu teman saya yang kebetulan profesinya dokter, menurutnya belum ada yang bisa menjelaskan apa yang menyebabkan PCO. Kemungkinan faktor keturunan, gaya hidup, polusi, dll.

Nggak bisa dipungkiri sebagian diri saya rasanya sedih sekali dengan kondisi sekarang *perempuan mana yang ga sedih ya?*. Meskipun sebenernya saya nggak kaget dengan diagnosis dokter, dengan sering mundurnya siklus saya selama ini, saya sudah ada feeling pasti ada yang nggak beres sama badan saya. Sewaktu di ruang dokter dan dalam perjalanan pulang saya coba nahan perasaan di depan suami, karena saya tahu.. Once saya ngomong sedikit pasti langsung deh tuh tumpah ruah airmata. Suami saya juga lebih banyak diam. Saya tau sebenarnya bukan dia bermaksud ga supportive, dia cuma ga pengen saya larut dalam kesedihan kalau dibahas terus menerus. 

Di lain sisi saya juga merasa bersyukur bahwa kondisi ini saya ketahui di usia awal pernikahan sehingga semoga bisa ditangani dengan cepat. Bagi teman-teman di luar sana yang sedang program hamil namun belum kunjung hamil padahal frekuensi berhubungan teratur, selain berdoa dan usaha secara alami tentunya, ada baiknya segera periksakan ke dokter agar jika memang ada yang salah dengan kondisi badan kita, bisa diketahui dan ditangani dengan cepat.

Untuk gejala PCOS sendiri, berdasarkan beberapa artikel yang saya baca berikut rangkumannya:

1. Gejala awal:
a. Jarang atau tidak pernah mendapat haid. Haid rata-rata dalam setahun bagi penderita PCOS kurang dari 9 siklus (siklus lebih dari 35 hari). Ada juga yang teratur haid tiap bulan namun tidak selalu mengalami ovulasi -> Untuk kasus saya, haid tetap teratur tiap bulan namun siklusnya yang panjang, mundur antara 1-3 minggu.
b. Perdarahan haid tidak teratur atau berlebihan ->  Sebelum menikah, volume haid saya banyak, namun semenjak menikah tidak sebanyak dulu.
c. Rambut kepala rontok, rambut yang tumbuh di tubuh berlebih -> Saya banget nih, meskipun ga berlebihan banget sih.
d. Jerawatan -> Kalo saya ga terlalu sih, paling jerawat kecil-kecil atau satu-dua jerawat yang muncul sebelum waktunya haid.
e. Depresi, perubahan hormon yang menyebabkan gangguan emosi -> Mood swing is my middle name. Huhu :'(

2. Gejala PCOS lanjut
a. Obesitas, terutama tubuh bagian atas -> Ga berlaku buat saya nih. Badan saya kecil TB: 153 cm dengan BB: 40 kg.
b. Abortus berulang kemungkinan berkaitan tingginya kadar insulin yang biasa dijumpai pada penderita PCOS, ovulasi yang terhambat, kualitas sel telur atau kurang sempurnanya implantasi di dinding uterus -> Kasus saya di bulan ke-4 pernikahan mungkin ga ya karena ini?
c. Sulit mendapatkan kehamilan karena tidak terjadi ovulasi.
d. Nyeri panggul kronis (perut bagian bawah dan panggul) -> Nyeri perut bagian bawah ini saya rasakan saat bulan ke-4 pernikahan. Nyerinya seperti urat yang ditarik-tarik, seperti mau putus.
e. Tekanan darah tinggi -> Tekanan darah saya rendah. Biasanya 100/70

Perlu diingat bahwa adanya PCOS tidak berarti tidak akan hamil. Namun penderita PCOS mungkin membutuhkan bantuan untuk dapat berovulasi dengan normal. 

Upaya yang dapat dilakukan antara lain: 
1. Minta bantuan  kepada ahli medis untuk cek hormon mana yang tidak seimbang untuk selanjutnya diberikan vitamin atau obat yang dapat menyeimbangkan kadar hormon tersebut.
2. Olahraga teratur, karena dengan olahraga dapat menekan kadar gula darah yang memicu PCOS.
3. Atur pola makan. Hindari konsumsi makanan dengan karbohidrat yang tinggi, banyak konsumsi makanyan yang mengandung Omega-3 seperti Ikan Salmon, banyak makan sayur dan buah-buahan. Saya sendiri termasuk orang yang tidak terlalu suka makan sayur dan buah, kecuali sudah diolah dalam bentuk salad. Untungya suami saya seringkali berbaik hati membuatkan salad untuk saya kalau malam hari :)

Dari info yang saya kumpulkan dari berbagai sumber, tahapan untuk penanganan PCOS tergantung dari kondisi masing-masing orang. Untuk perempuan yang obesitas maka menurunkan berat badan minimal 10% itu perlu dilakukan. Olahraga teratur dan pemberian obat anti diabetes bila ada gejala resistensi insulin juga terbukti mengurangi gangguan siklus haid yang merupakan efek dari PCO.

Jika terapi di atas tidak berhasil, ada 2 alternatif  tindakan medis yang bisa dilakukan:
1. Laparoscopic ovarian drilling, tindakan mengurangi jumlah sel tur yang ga matang menggunakan jarum panas.
2. Ovarian Wedge Resection, tindakan pembedahan untuk mengambil sebagian jaringan indung telur

Meskipun ga kebayang gimana prosesnya, kalau saya sendiri sih berharap ga perlu sampai ada tindakan medis seperti itu. Yang perlu terus ditanamkan itu pikiran positif bahwa saya pasti bisa sembuh dari PCO dan bisa segera hamil. Saya juga perlu memulai lagi aktivitas olahraga yang sudah cukup lama saya tinggalkan (ini nih yang susah. Huhu). Atur pola makan, rajin ke dokter sesuai anjuran untuk cek kondisi sel telur, mulai terapi jeruk nipis yaitu minum air perasan jeruk nipis setiap hari selama 2 minggu berturut-turut tanpa putus, dengan jumlah kelipatan 4 jeruk per hari - langkah detailnya nanti saya share di kesempatan lain ya. Katanya sih terapi ini bisa bikin siklus haid teratur. Ada yang bilang juga rajin minum jus tomat-wortel-apel setiap hari. Yang ini sih belum saya lakuin, rencananya setelah terapi jeruk nipis selesai akan saya lanjutkan dengan rutin minum jus ini. Rajin minum vitamin E juga membantu, karena baik untuk kesuburan. Minum susu kambing 2x sehari setiap pagi dan malam karena katanya sih susu kambing baik bagi kesehatan. Berhubung sy suka susu jd saya sih seneng-seneng aja minumnya. Hihi. Saya juga mulai lagi rajin sarapan oatmeal yang katanya kaya serat, menghindari makanan yang mengandung terlalu banyak gula dan lemak (Hiks.  Susah nih.. Saya paling seneng makan yang enak-enak soalnya). Oya, yang paling penting sih terus berdoa dan percaya, kalau memang niat kita baik dan usaha kita sepenuh hati saya yakin Allah SWT pasti mengabulkan doa kita. 

Semoga posting-an saya kali ini bermanfaat ya. Kelanjutan cerita saya berkaitan dengan TTC - Fighting PCOS ini pasti akan saya share di kesempatan lain. Untuk ibu-ibu di luar sana yang punya cerita serupa dengan saya, jangan patah semangat dan saling mendoakan agar bisa segera punya baby ya. Amin YRA ^^