Monday, November 17, 2014

TTC: Hasil Tes Darah, HSG & Cek Ukuran Sel Telur

Nah.. Akhirnya bisa nulis juga tentang kelanjutan usaha saya dan suami untuk dapetin baby setelah lebih dari sebulan yang lalu saya sempet nulis tentang program hamil saya yang terdiagnosis PCO
Bukan karena males atau belum sempet nulis blog, cuma memang siklus mens saya yang mundur (lagi) selama 2 minggu, membuat saya jadi belum bisa ngelakuin test darah dan HSG sesuai rujukan dokter, jadi belum ada yang bisa saya update deh -_-

Setelah akhirnya haid di tanggal 24 Oktober 2014 lalu, atas rujukan dokter, pada H+2 HPHT saya segera melakukan test darah untuk mengetahui hormon mana yang tidak seimbang yang menyebabkan saya terdiagnosis PCO. Dr Prima merujuk saya untuk di-test hormon FSH, Estradiol, Prolaktin dan Insulin. 
Tips dari saya: Test darah ini sebaiknya dilakukan pagi hari karena memerlukan puasa dulu sebelumnya selama kurang lebih 8 jam. Jadi jika test dilakukan pagi hari, kita cukup melewatkan sarapan pagi saja nggak perlu pake puasa.

Biaya untuk test darah ini cukup mahal menurut saya, yaitu Rp 1.720.000,-. Saya nggak tahu deh kalau test di laboratorium seperti Prodia kenanya lebih mahal atau lebih murah dari di rumah sakit. Prosesnya sebentar banget nggak sampai 20 menit. 
Setelah daftar ke lab dan melakukan pembayaran, suster mengambil darah saya sebanyak 2 tabung kecil. Setelah selesai test darah, saya sekalian bikin janji untuk tindakan HSG yang ditentukan H+9 dari HPHT.

HSG pada dasarnya adalah tindakan menyuntikkan cairan melalui vagina dengan cairan yang dinamakan kontras, untuk mengetahui apakah ada penyumbatan pada rahim dan saluran reproduksi kita. Selain itu katanya sih HSG juga dapat berfungsi untuk membuka perlengketan ringan yang mungkin terjadi di saluran reproduksi kita.
Pada hari H saya diminta untuk datang setengah jam sebelum tindakan dan diminta untuk membawa selembar pembalut. 
Tips dari saya: Jangan sampai ketinggalan surat rujukan HSG dari dokter ya, karena biarpun sudah buat appointment sebelumnya untuk HSG, jika tidak membawa surat rujukan akan diminta untuk buat surat rujukan lagi ke dokternya.

Sebelum HSG, saya memang sudah cukup banyak cari info mengenai tindakan ini. Tujuannya sih lebih untuk menyiapkan mental. Dari info yang saya dapat dari artikel atau blog, reaksi tubuh seseorang terhadap tindakan ini beragam. Ada yang tidak merasakan sakit sama sekali, ada yang merasakan sakit mules seperti saat haid hari pertama, bahkan ada yang sampai pingsan dan masuk UGD.

Saat masuk ke ruangan radiologi saya diminta untuk melepaskan baju serta pakaian dalam dan menggantinya dengan jubah seperti bathrobe namun cara memakainya terbalik. Sambil menunggu dokter, saya ditemani seorang suster yang untungnya cukup ramah sehingga membuat saya cukup rileks.
Setelah dokter datang saya diminta untuk berbaring dengan posisi telentang dan posisi kaki seperti sedang di-USG transvagina.
Dokter mengoleskan cairan ke sekeliling bagian bawah saya sementara suster masih asyik mengajak saya ngobrol seakan ingin mengalihkan perhatian supaya saya tidak terlalu tegang. Meskipun saya ngerasanya baik-baik aja, namun suster sempat memegang paha saya dan menahannya agar posisinya lebih terbuka serta meminta saya untuk tidak tegang saat kateter/selang kecil dimasukkan melalui bagian bawah, karena katanya hal tersebut dapat menyebabkan kateter sulit masuk. 
Saat kateter mulai masuk, meski sudah merasa tidak nyaman namun saya masih bisa menanggapi pertanyaan demi pertanyaan yang dilontarkan suster. Namun saat dokter mulai menyuntikan cairan kontras melalui selang tersebut, saya segera terdiam karena rasanya sakitttt sekali. Sakitnya seperti mules saat sedang haid, tapi lebih sakit lagi. Saat cairan masuk ke dalam, rasanya seperti menusuk sampai ke kepala. Suster tersenyum, "Mulai sakit ya bu? Tarik napas dan hembuskan lewat mulut aja ya, Bu." Kata suster menenangkan. Entah karena suhu di ruangan tersebut dingin atau memang efek samping dari HSG, tubuh saya langsung bergetar cukup hebat. Saya coba menenangkan diri dengan dengan mengikuti anjuran suster. "Kalau sakit itu artinya bagus, bu. Artinya cairannya masuk. Insyaallah nggak ada penyumbatan." Kata suster lagi.
Setelah cairan berhasil masuk, dokter segera melakukan rontgen di bagian panggul saya sebanyak 2 - 3 kali.
Proses HSG sendiri jika tidak ada kendala apa-apa, hanya berlangsung kurang lebih setengah jam. Saya diminta berbaring sejenak setelah proses selesai. Sakitnya sih berangsur-angsur hilang saat kateter dilepas dari bagian bawah. Saya dengan setengah ngesot berjalan ke kamar mandi untuk membersihkan diri dan memakai pembalut. Suster menginfokan bahwa ada kemungkinan 2-3 hari ke depan akan keluar flek-flek darah, namun itu wajar jadi tidak usah kuatir.

Sebenarnya hasil HSG bisa keluar saat itu juga, namun sayangnya hari itu dokter saya tidak praktek, jadi saya memutuskan untuk ambil hasilnya bertepatan dengan jadwal praktek dokter saya saja agar bisa sekalian konsul mengenai hasil cek darah dan HSG-nya.

Hari Senin, 10 November 2014 saya dan suami datang ke rumah sakit untuk konsul dengan dokter setelah sebelumnya ambil hasil HSG dan test darah. Menurut dokter hasil test darah saya masih dalam batas normal, dengan kata lain seharusnya tidak ada hormon imbalance dalam tubuh saya, malah hasil hormon Prolaktin saya menunjukan sedikit lebih kecil dari bawah garis normal, padahal biasanya pada penderita PCO indikator angka untuk hormon ini umumnya jauh lebih besar dari batas atas normal.
HSG saya pun alhamdulillah menunjukan bahwa tidak ada masalah di organ reproduksi saya. Disebutkan bahwa menurut hasil HSG, kedua tuba falopi saya paten alias tidak ada penyumbatan, dengan bentuk dan ukuran uterus dan cervix normal.

Dengan hasil tersebut dokter coba lakukan pengecekan kembali atas ukuran sel telur saya yang menurut dokter di masa itu sudah masuk masa subur. Saat di USG transvagina, indung telur sebelah kanan saya surprisingly tidak lagi dipenuhi bulatan kecil sel telur yang tidak matang, kondisinya bersih dibanding hasil USG saya bulan lalu. Kabar buruknya di indung telur tersebut tidak ada sel telur sama sekali. Sementara di indung telur sebelah kiri tampak ada beberapa telur kecil dan ada 1 sel telur yang ukurannya sedikit lebih besar dari yang lainnya, meskipun kata dokter ukurannya belum mencukupi untuk dibuahi. Ukuran sel telur yang cukup untuk dibuahi minimal 18mm, sementara ukuran sel telur saya baru 12mm. Untuk itu dokter menyarankan saya untuk konsul lagi akhir minggu dengan harapan ukuran sel telur saya sudah bertambah, sehingga sudah cukup untuk diberikan suntik pemecah sel telur.
Kali ini kami tidak diresepkan apa-apa, sehingga biaya obat untuk konsul dan USG Transvagina kali ini hanya Rp 340.000,-. Dokter berpesan agar saya dan suami tetap meneruskan minum vitamin yang sudah diresepkan sebelumnya. Terus terang saya dan suami tidak lagi meneruskan minum vitamin tersebut, karena saya (terutama) tidak kuat dengan efek mual dan pusingnya. Sebagai gantinya saya dan suami rutin minum multivitamin Mega Formula dari Sun Hope yang mengandung Royal Jelly dan minyak gandum serta Salmon Oil. Selain itu saya sendiri mulai membiasakan diri untuk minum jus wortel, tomat dan jeruk setiap hari serta mengkonsumsi sesendok kayu manis dicampur madu dan air hangat setiap pagi. 

Hari Sabtu, 15 November 2014 kami kembali mengunjungi dokter untuk konsul untuk cek kondisi sel telur. Sedikit kecewa dengan hasilnya karena ternyata ukuran sel telur saya di sebelah kiri tidak bertambah dari 12mm sementara yang sebelah kanan juga tidak ada perubahan. Dokter minta kami cek kondisi sel telur lagi minggu depannya dengan harapan ada penambahan ukuran sel telur. Jika sampai tidak ada perubahan lagi, maka dokter akan meresepkan obat pembesar sel telur yang harus saya konsumsi saat haid nanti. 
Suami dan saya akhirnya sepakat tidak datang konsul untuk cek ukuran sel telur lagi minggu depannya karena menurut kami lelah juga bolak-balik ke dokter setiap minggu. Bukan lelah fisiknya, tapi lelah hatinya. Hehehe. Kami coba berpasrah saja dan usaha alami dulu minggu ini, tetap berharap ada mukjizat siapa tahu kami sudah diberi kepercayaan untuk mendapatkan momongan di akhir tahun ini. Kami berencana rutin konsul lagi jika di akhir bulan ini saya masih haid, sehingga bisa langsung diberi resep obat pembesar sel telur oleh dokter.

Malamnya saat suami tidur, saya melihat wajahnya, sedikit ada rasa sedih tapi saya tahu bahwa dengan bersedih nggak akan ngubah keadaan. Dengan bersedih saya malah bikin suami saya juga ikut kepikiran. Maka saya coba telan kesedihan saya dalam hati saja dan mulai memanjatkan doa. Insyaallah.. Saya yakin kami bisa dalam waktu dekat punya momongan. Insyaallah :)

No comments:

Post a Comment