Showing posts with label TTC. Show all posts
Showing posts with label TTC. Show all posts

Sunday, July 12, 2015

My baby bump: Hi, little one! (9-11 weeks)

It sure is a rough phase.. Phew!!

Morning sickness yang kata sebagian orang mulai berkurang menjelang bulan ke-3 ini malah makin menjadi-jadi.
Saya jadi picky banget sama makanan. Hampir semua makanan nggak bisa bikin saya selera.
Makan ini-itu ujung-ujungnya mual dan muntah, walaupun nggak semuanya keluar, tp efek setelahnya bikin tenggorokan dan perut nggak enak, badan mendadak lemes, kepala jg jd pusing. Nikmat ibu hamil deh pokoknya^^
Kadang suka kasihan sama baby yang ada di perut. Takut nggak dapet nutrisi yang cukup. Suami saya jg jadi kasihan, makannya jadi ngikutin apa yang saya mau, sedangkan setiap ditanya lagi pengen makan apa, saya pasti jawabnya, "Nggak tau.". To be honest,saya memang bingung sendiri, makan apa yang bisa gampang diterima perut. Meskipun pada akhirnya tetep saya paksain ada makanan masuk, teraturin minum susu (dengan efek hoek-hoek sedikit. Hehe), vitamin kehamilan, salmon oil dan royal jelly. Tapi tetep aja, makanan yang saya biasanya suka seperti telur, daging, jamur, jadi susah banget nelennya. Bahkan kadang cium baunya aja bikin saya mual. Saya ngakalinnya dengan makan pisang, atau minum jus buah.

Susu yang saya konsumsi juga nggak mesti susu kehamilan. Kadang saya selingi dengan susu UHT supaya nggak bosen. Dari berbagai macam merk susu hamil, favorit saya Prenagen Emesis, karena menurut saya paling nggak eneg dan rasanya lebih enak dibanding susu hamil lainnya.

Gejala lain yang saya rasakan menjelang minggu 10-11 adalah saya juga makin sering pusing. Kadang rasanya seperti melayang, kadang kepala berasa nyut-nyut an. Tapi untungnya kram-kram perut udah nggak sering lagi muncul. Hanya sekali waktu itu, mungkin karena siangnya saya diantar teman kantor ke lab naik motor dan kemudian setelah itu kita sempet jalan kaki cari makanan. Malam dan keesokan harinya syuksyes melintir perutnya. Saya juga gampang mengantuk di siang hari dan lemas terutama kalau malam hari, saya juga mulai susah buang air besar, huhuhu. Kadang kalau poop suka mesti sabaaar gitu nunggunya, Seto juga slalu ngingetin nggak boleh ngeden, jadi harus exxtra sabar..... (Hihihi. Maaf ya, jorok). Kalau soal poop makin susah, kebalikannya.. Saya makin sering pipis. Hehe. 

Dengan segala gejala yang cihuy-cihuy tadi, ada masanya saya suka BT sendiri, "Enaknya ya ibu-ibu hamil yang hamilnya kebo, nggak ngerasa apa-apa." Kemudian suami saya berkata, "Semoga dengan mualnya kamu, muntahnya kamu, baby-nya makin ganteng/cantik dan sehat ya." Seketika rasa mual saya langsung berkurang. Nanti kalau si kecil lahir dan tumbuh besar, saya ingin si kecil juga bisa sayang dan respect sama bapaknya. Kami berbagi tanggung jawab yang hampir sama besar. Saya yang mengandung dan menjaga tumbuh kembangnya di dalam perut saya. Sementara suami yang dengan penuh support menjaga kami berdua, memastikan dan berusaha keras agar kami berdua bisa nyaman. Makasih ya, suami sayang!

Terakhir kali saya ke dokter, saya diminta untuk test darah, analisa urin, dan test glukosa sewaktu kemudian dijadwalkan untuk check up lagi setelah lebaran, tapi kemudian suster memutuskan untuk memajukan jadwal kontrolnya menjadi sebelum lebaran supaya nggak kelamaan. Jadilah saya kembali kontrol ke dokter pada minggu ke-11.

Ibu saya sempat wanti-wanti untuk cek adanya kemungkinan si baby ada gejala Down Syndrome (DS) atau disorder lainnya atau tidak. "Kalau perlu USG 4D aja." Katanya. Tapi info dari teman-teman dan hasil dari baca-baca google, untuk mendeteksi adanya gejala disorder atau DS bisa dilihat dengan usg biasa, dengan mengukur tulang leher belakang, jika ketebalan Nuchal Translucency (NT) lebih dari 3 mm, ada kemungkinan bayi tersebut memiliki DS.

Setelah hasil lab keluar, kemarin Sabtu 11 Juli 2015 saya kontrol ditemani suami. Dan seperti biasa, setiap mau ketemu si baby rasanya deg-degan kayak mau nge-date sama pacar. Hihi. Apakah tumbuh kembangnya baik, mengingat belakangan saya lagi susah banget makan? Si baby di dalam udah bisa apa aja? Sudah tumbuh berapa besar? Kadang suka saya bacain artikel soal tumbuh kembang ke si baby yang ada di perut terus suka saya ajak ngobrol. Berasa konyol kadang-kadang. Nggak tahu deh si baby bisa denger atau sudah bisa ngerti atau belum, i just talk and talk and talk and hoping the baby somehow will listen and understand how big my love is. Setiap hari juga saya rutinin baca ayat-ayat alqur'an, kalau sambil kerja di kantor. Kadang sih saya suka ngerasa perut kedut-kedut, entah itu emang bener reaksi baby, atau karena peregangan rahim tuh ^_^

Seperti biasa, setelah mengarungi ruwetnya jalanan jakarta (Ini nggak berlebihan. Akhir-akhir ini Jakarta emang macetnya luar biasa), dan antri panjang di dokter, akhirnya kita bisa masuk ke ruang praktek jam stengah 8 malam (brangkat dari rumah jam 3. Asik yah? Hehe).
Naik ke meja periksa, reaksi saya pertama kali, "Sus, saya belum lepas celana dalam." Si suster senyum sambil ngeluarin gel, "USG kali ini lewat abdomen aja bu, jadi nggak perlu lepas celana." Bahaha.. kebiasaan USG dari bawah, sekalinya disuruh USG abdomen malah bingung x_x

Menurut artikel yang saya baca, saat ini organ-organ baby sudah hampir sempurna, kaki sudah memiliki tungkai dan tangan juga sudah ada sikunya. Sudah bisa menghirup, menelan, mengepalkan tangan dan menggoyang-goyangkan kaki. Semua teori yang saya baca itu ternyata jauh-jauh-jauh lebih awesome saat saya melihatnya dengan mata kepala saya sendiri!
Baby yang kemarin masih terlihat seperti bulatan-bulatan yang mengenakan sarung tinju, saat ini sudah lebih "berbentuk". Samar-samar saya bisa melihat siku tangan dan tungkai kakinya, "Tuh, bu. Bayinya sudah bisa loncat-loncat." Kata dr. Prima. Awalnya saya nggak ngeh, tapi saat dr. Prima menggerakkan alat USG ke bagian kaki baby, seakan mau menunjukkan ke bapak dan ibunya, kaki si mungil terlihat diangkat tinggi-tinggi dan digerak-gerakkan seperti menendang, perlahan kepalanya ikut naik turun. Subhanallah! Ajaib banget rasanya. Saya pun minta izin ke dokter untuk merekam momen tersebut sementara dr. Prima menjelaskan, "Anatomi normal ya, bu. Dua tangan, dua kaki, tulang punggung juga nggak tebal. Aman sih ini. Hasil test darah juga masih aman semua. Prediksi tanggal kelahiran juga masih sama. Ukuran 4.3 cm ya."

Rasanya lega dan bersyukur, mendengar penjelasan dr Prima yang singkat itu. Sesampainya di rumah, saya putar ulang lagi videonya bareng sama Seto, karena sebelumnya Seto belum terlalu ngeh akan gerakan bayinya, karena sibuk menyimak dr. prima sambil sesekali curi-curi foto ke layar monitor USG. Kita berdua ketawa-ketawa sendiri lihatnya.

Sehat terus ya, nak. Makin baik tumbuh kembangnya. Mau makan yang banyak melalui ibu, supaya nutrisimu tercukupi. Bapak dan Ibu love you!

Friday, June 12, 2015

TTC: Kami Diberi Kepercayaan Menjelang Bulan Suci Ramadhan

Beberapa teman minta saya update blog lagi, share mengenai program TTC yg saya jalani bareng suami, cuma emang belum sempat, maaf bukan karena sok sibuk (hihi), tapi karena sekarang saya lg masuk ke dalam fase "Mabok" laut, darat, dan udara (Halah!) atau yg lebih kerennya disebut Morning Sickness yg berlangsung hampir seharian, jadi baru sekarang saya bisa update blog lagi. Thanks to aplikasi nulis blog di Smartphone, jadilah saya bisa nulis blog sambil bedrest di rumah :)

Beberapa teman, bahkan temannya teman yang kebetulan punya masalah sama dengan saya (PCO) atau memang belum dikaruniai anak nanya gimana resepnya kok (akhirnya) bisa berhasil? Kalau ditanya gini, jawaban saya selain memang harus ikhtiar, tapi sebetulnya kalau dipikir-pikir hampir seluruhnya campur tangan dari yang di Atas. Jika menurutNya sudah waktunya, maka pasti akan tiba gilirannya kita dipercaya olehNya. Pada prakteknya memang nggak mudah. Khususnya buat saya, kerasanya kok ya susah bgt hehehe.. Apalagi background keluarga, ibu dan kakak-kakak saya, yang kayaknya disentuh dikit aja langsung mblendung. Hahaha.. Belum lagi suami juga sudah punya keturunan dari yang sebelumnya, ditambah lagi temen-temen kantor dan istri temen kantor kok ya bisa-bisanya hamil pada saat bersamaan atau beruntun. Mau nggak dipikirin, mau cuek, tapi tetep aja mata, telinga bisa melihat dan mendengar.

Segala ikhtiar kayaknya udah saya jalanin sampe akhirnya sampai pada titik jenuh, terus mulai bodo amat, tapi nggak bodo-bodo amat juga sih. Hehehe. Malahan bulan terakhir sebelum hamil saya mulai ngerokok kembali dan waktu lagi liburan mode on di jogja saya sempet minum bir, padahal pada saat itu (ternyata) saya lagi hamil 4-5 minggu. Heuheu...
Long story short, tulisan ini saya buat sebagai rasa syukur saya dan saya ingin membagi rasa bahagia ini untuk temen-temen yang khususnya PCO juga seperti saya.
Sharing saya kali ini bukan bermaksud untuk menggurui atau promosi salah satu metode promil, karena usaha A untuk individu I belum tentu cocok untuk individu II. Yang saya ingin tekankan adalah, jangan pernah nyerah, meskipun pasti ada masa dimana rasanya hopeless, tapi kalau bisa deep down tetap percaya bahwa Allah SWT menciptakan tubuh kita sedemikian rupa sehingga dapat menerima anugerah dariNya di saat yang tepat bagi kita untuk menerimanya.

Conception atau masa pembuahan saya kurang lebih 3-4 bulan setelah saya memutuskan untuk berhenti promil ke dokter. Selain karena mulai agak lelah, saya juga berani stop ke dokter karena perkembangan sel telur saya sudah cukup baik. Ukurannya sudah normal, nggak banyak dan kecil-kecil lagi. Untuk hal ini rasanya saya perlu berterima kasih ke obgyn saya, dr Prima Progestian, Spog. yang sudah berhasil mengembalikan siklus haid dan merangsang sel telur saya dengan vitamin, induksi ovulasi, dll.

Setelah stop promil ke dokter, saya masih tetep lanjut konsumsi Salmon oil dan Royal Jelly yang saya beli dari Mbak Merry. Tujuannya lebih ke jaga kesehatan sih, karena entah kenapa saya ngerasa dengan konsumsi suplemen herbal ini, badan saya jadi lebih jarang sakit. Sedangkan krim oles progesterone (NPC) untuk dinding rahim saya yang tipis, mulai bolong-bolong nih saya makenya. Hehehe... 
Selain dari herbal yang di atas, saya nggak ada promil-promil lagi kaya sebelumnya. Saya stop konsumsi susu kambing, nggak minum jus-jus kombinasi lagi, nggak terapi jeruk nipis yang menyiksa lagi, pokoknya judulnya pasrah setengah bodo amat. Saya juga nggak lagi terlalu getol ngitung masa subur seperti sebelumnya. Kalau lagi mood ya hayuk, kalau lagi nggak mood ya bobo aja deh. Hahaha.

Jadwal haid saya Bulan April yang lalu tanggal 22 -24 April. Waktu telat seminggu dari jadwal saya masih cuek aja, kesel sedikit karena saya pikir siklus haid saya kembali berantakan. Apa iya saya harus ketergantungan sama dokter supaya siklus haid saya bener?
Gejala kepala pusing, payudara membengkak, mual, kembung seperti kalau masuk angin, , mood swing, dsb. sudah biasa saya alami kalau siklus saya mulai berantakan. Malah kalau dipikir gejalanya agak mirip kalau mau hamil. Jadi waktu itu saya nggak GR kalau saya hamil. Seperti yang saya bilang ke suami saya, "Aku udah capek deh di-PHP-in sama tanda kehamilan. Ujung-ujungnya mens juga. Yang aku mau sekarang, kalau emang nggak hamil, siklus haidku bisa teratur."

Minggu kedua telat, kebetulan saya sama suami lagi dalam rangka liburan, sekalian menghadiri kawinan saudara, sekalian nyekar Alm. Papa di Jogja-Solo. Waktu itu sih kata suami saya, saya sudah mulai susah makan nasi, cuma saya masih belum ngeh kalau ternyata saat itu masa kehamilan saya sudah hampir 5 minggu! Saya masih pecicilan kesana kemari, jalan kaki dari ujung ke ujung di Malioboro, muter-muter di Taman Sari, pake longtorso yang ketat dan kain kebaya di kawinan saudara, naik turun Candi Prambanan, dan hampir aja mau cobain paralayang di Pantai Parangtritis. Untungnya karena waktu itu anginnya lagi super kenceng, aktivitas paralayang ditiadakan. Nggak kebayang kalau waktu itu jadi naik paralayang..
Oya, yang saya inget sih waktu dalam perjalanan itu, saya ngantukan. Ketemu kursi mobil atau yang empuk-empuk dikit langsung blek-sek! Mata rasanya beraaaat banget mau dibuka. Pada hari terakhir pas liburan saya muter-muter Keraton Jogja, saya pusing-pusing dan mual-mual hebat, sampai akhirnya nggak bisa nikmatin jalan-jalannya dan hanya tidur sesorean itu. Pada saat itu sebenernya saya udah mulai curiga, tapi balik lagi buat saya yang udah khatam di PHP in tanda hamil, denial-nya lebih besar.
Sesampainya di Jakarta, rasa 'masuk angin' ditambah heartburn terutama pagi hari dan saat telat makan bukannya mereda malah makin sering muncul. Saya ingat suatu malam, saya sampai berhenti di kawasan Bona Indah karena nggak kuat nyupir dan akhirnya disamperin suami. Pada saat itu sambil mewek, saya bilang gini ke suami, "Aduh. Aku kenapa sih?? Kalau emang nggak hamil, aku cuma pengen siklusku teratur supaya imbalance hormone-ku nggak ganggu aktivitasku. Nggak enak banget rasanya ini." Si suami dengan setengah bingung cuma bisa nenangin, "Sedih aku liat kamu begini, nggak bisa bantu apa-apa buat ngurangin rasa nggak enaknya. Kalau bisa sih semuanya dipindahin ke aku deh." Eh! Lucunya, nggak lama kemudian di rumah, badan saya berasa enakan, sedangkan suami burp-burp nggak berhenti dan keringet dingin kaya masuk angin. Hihi!
Hari Sabtu sore pas saya lagi beres-beres rumah, rasa mual, kepala muter dan kembung kembali datang. Entah apa yang menggerakkan saya, tiba-tiba saya ambil Test Pack yang emang sengaja saya stock di rumah. Pikir saya, "Ah let's just get over with! Toh saya juga sudah sering liat 1 garis. Ngeliat 1 garis lagi bulan ini juga nggak ada bedanya. Justru itu mungkin reminder saya untuk lebih serius promil ke dr Prima."
Nggak lama setelah saya celupin alatnya ke urin saya, tiba-tiba muncul 2 garis jelas di sana, saya antara mau nangis, tapi stengah nggak percaya, stengah takut TP nya kadaluarsa (karena saya stock nya udah lumayan lama). Campur aduk deh rasanya.
Pas suami pulang langsung saya tunjukin hasil TP saya. Reaksi dari suami saya dengan polosnya, "Mm.. Aku lupa deh, kalau 2 garis itu artinya postif atau negatif?" Bzzzz.. Setelah saya kasih tau artinya positif, dia yang masih dalam fase denial kayaknya, minta saya untuk test lagi besok pagi, "Takutnya kalau sore nggak akurat." Jlebb... bikin deg-deg an aja. Huhuhu.
To be continue.......

Saturday, January 17, 2015

TTC: Percobaan Pertama Gagal, Program Hamil Jalan Terus!

Udah sempet GR kalau hamil, eh... kemarin 16 Januari 2015, akhirnya si haid yang biasanya nongol seenak udelnya malah nongol hampir tepat waktu. Cuma telat sehari. Huh. Rasanya sebel-sedih-sedikit bersyukur (Iya.. Kalau kata orang Jawa, setiap peristiwa mau bagaimanapun sialnya, masiiih juga ada 'untung'nya :p). Bersyukurnya ya karena akhirnya bulan ini siklus saya yang biasanya telat bisa sampai berminggu-minggu bisa 'cuma' telat sehari. Mudah-mudahan sih ini menandakan siklus saya sudah normal, supaya bisa gampang dihitung masa suburnya :)

Oke lah saya coba ceritain mundur ke belakang sedikit sesaat setelah suntik pemecah sel telur yang pertama kali tanggal 30 Desember 2014 yang lalu.

Seperti kata dokter, sehari setelah suntik pemecah sel telur artinya saya masuk ke masa ovulasi. Saya dianjurkan berhubungan sehari sebelum masa ovulasi, pada hari ovulasi atau sehari setelah disuntik dan rutin selang sehari untuk menjaga kualitas sperma suami agar tidak terlalu sering dikeluarkan (kok ngerasa agak saru yaa bacanya. Hahaha.. Yo wiss lah.. Ini kan nggak bermaksud cerita jorok ya, tapi untuk sharing informasi. Hehehe)
Singkat kata ya... Kita 'usaha' lah.. 
Sampai di akhir minggu pertama Bulan Januari kok perut kiri saya suka cenat-cenut, trus nanti pindah ke sisi perut kanan yang seperti ditarik-tarik, tulang ekor juga suka sakit. Dalam hati saya mbatin, apa mungkin ini lagi proses pembuahan ya? Saya baca kalau proses pembuahan itu kan bakal embrio sedang membelah dari 2 sel menjadi 4 kemudian 8 sel dst-nya. Saya bayangkan di dalam perut saya si bakal embrio lagi mencari tempat yang nyaman untuk menempel untuk kemudian dia berkembang nantinya sampai jadi jabang bayi. 
Keyakinan kalau saya hamil didukung dengan suhu tubuh saya makin meningkat dari hari ke hari. Sengaja saya ukur suhu tubuh saya setiap malam, suhunya naik kurang lebih 0.1 derajat celcius setiap hari. Ini berlangsung kurang lebih 4 hari. Menurut yang saya baca (baru hari ini) sih, kalau memang hamil harusnya suhu tubuh akan naik terus sampai Test Pack menunjukan tanda (+). 
Mungkin ada benarnya ya.. Karena suhu tubuh saya yang naik hanya bertahan beberapa hari saja, kemudian menurun sampai akhirnya datanglah si haid. Yang artinya pembuahannya berarti tidak berhasil dengan baik, atau entah apa yang terjadi di dalam sana. Wallahualam.

Saya sih sudah sempet ngerasa ada yang nggak beres saat suhu tubuh saya mulai turun, karena berangsur-angsur rasa sakit dan 'keras' di perut juga menghilang. Karena curiga, pada tanggal 15 Januari 2015 saya memutuskan untuk Test Pack. Benar saja, hasilnya (-). Tepat keesokan harinya haid datang seolah membenarkan hasil test pack saya kemarin.

Sedih? Pasti. Kehilangan semangat untuk usaha? Nggak. Hari Senin minggu depan saya akan kembali ke dokter untuk melanjutkan program kami. Sampai sejauh ini memang betul usaha kami belum membuahkan hasil, namun saya melihat begitu banyak kemajuan yang saya alami.
Saya ingat awal-awal ke dokter, di layar USG menunjukan sel telur saya yang super kecil-kecil dan banyak, yang artinya saya didiagnosa PCOS. Sempat dikasih multivitamin (yang harganya cukup mahal) untuk saya dan suami yang bikin saya mabok berat setiap hari dan sedikit bikin pekerjaan terganggu karena mood swing yang parah. Akhirnya saya putuskan untuk berhenti konsumsi vitamin tersebut (tanpa bilang ke dokter, takut diomelin. Hahaha) dan menggantinya dengan vitamin yang mengandung salmon oil dan rutin minum asam folat dari ibu saya saja. Hasilnya sel telur saya ada 1 yang besar di bagian kiri, tapi ukurannya terhenti di 12 mm sehingga dokter memutuskan untuk memberi saya obat penyubur saat saya haid sehingga akhirnya bulan lalu sel telur saya bisa mencapai 19 mm. Eh... Saat sudah mencapai ukuran normal, masih ada aja yang bikin saya deg-degan karena katanya dinding rahim saya tipis. 
Hufff.. Perkataan dokter itu membuat saya berpikir, jangan-jangan kemarin itu pembuahan sudah hampir berhasil namun karena kondisi dinding rahim saya yang tipis, bakal embrio tidak bisa menempel dengan sempurna. Dengan pertimbangan tersebut, saya coba menghubungi senior saya waktu kuliah dulu, Mbak Ayu.
Sewaktu saya menulis tentang PCOS pertama kali, senior saya ini sempat menghubungi saya dan bercerita bahwa ia pun juga mengalami hal yang sama dengan saya, dan saat ini  alhamdulillah sedang mengandung 7 bulan, karena rutin konsumsi Vitex, Royal Jelly, dan Salmon Oil dari Mbak Merryani Djaja. Waktu itu memang akhirnya saya nggak kontak Mbak Merry lebih lanjut dengan pertimbangan memang suami saya lebih prefer kita usaha lewat dokter aja terlebih dulu jangan digabung-gabung dengan obat lain, takutnya nanti perut saya malah bingung. Begitu katanya. Maka saya nurut aja.

Sampai kemarin, akhirnya saya memutuskan untuk mencari lagi kontak Mbak Merry. Pikir saya, nggak apa-apa lah di combine. Toh ini obat herbal juga. Lagipula saya juga udah nggak konsumsi vitamin dari dokter lagi, jadi bisa dibilang ini adalah pengganti vitamin dari dokter. 
Akhirnya setelah banyak nanya sama Mbak Merry yang welcome banget nanggepin pertanyaan-pertanyaan saya, saya dianjurkan untuk konsumsi Royal Jelly dan Salmon Oil plus cream NPC. Saya nggak disarankan untuk minum Vitex seperti senior saya, karena katanya siklus saya sudah teratur (untuk bulan ini). Saya sih setuju aja, karena saya pikir toh nantinya saya akan dapat obat penyubur dari dokter yang akan mengatur siklus haid saya, jadi saya anggap itu pengganti Vitex.

Oya, sedikit informasi, Vitex itu fungsinya memang untuk menyeimbangkan hormon kita. Menurunkan Prolaktin, membuat siklus haid jadi teratur dan merangsang ovulasi.
Sedangkan Royal Jelly fungsinya untuk membesarkan sel telur. Salmon oil  berfungsi untuk melancarkan peredaran darah ke rahim, dan cream NPC merupakan krim progesteron berbentuk lotion berasal dari bahan herbal yang salah satunya menebalkan dinding rahim sehingga telur yang dibuahi nantinya bisa menempel kuat di dinding rahim.

Bagi yang ingin pesan Vitex/Royal Jelly/Salmon oil/Cream NPC bisa kontak langsung dan konsul dengan Mbak Merry ya di WA dengan nomor 0877 8150 2062. Mbak Merry ini dulu katanya juga didiagnosa PCOS juga, namun dengan konsumsi rutin obat-obatan herbal di atas, akhirnya berhasil dikaruniai anak.
Usaha apapun selama itu baik, dan tidak mengganggu aktivitas saya sih akan saya jalani sebisa saya deh.. Siapa tahu dengan 'ke-keras kepala-an' saya ini, Allah SWT akhirnya mengabulkan doa saya dalam waktu dekat. Amin! :)





Tuesday, December 30, 2014

TTC: Induksi Ovulasi dan Suntik Pemecah Sel Telur

Halo.. Sudah cukup lama ya saya nggak nulis perkembangan TTC saya dan suami. Bukan karena malas, bukan karena belum sempat.. Tapi ya karena si siklus haid yang datangnya sesuai mood dia sendiri. Hehehe.

Setelah sebelumnya saya sudah shared cerita tentang awal saya didiagnosa PCO oleh dokter, kemudian selanjutnya saya juga sempat shared mengenai treatment awal penderita PCOS yang ingin mendapatkan momongan, kali ini saya lanjutkan sharing perjalanan saya dan suami untuk punya baby ya... Hap-hap! Bismillah.. ;)

15 Desember 2014 akhirnya si haid datang juga setelah telat 2 minggu lebih. Syukur alhamdulillah! Kalau orang lain sedih jika haid datang, tapi bagi saya yang penderita PCO malah sebaliknya. Karena itu artinya bisa menjalankan rencana saya di siklus sebelumnya yaitu melanjutkan program kami ke dr Prima. Kebetulan hari itu merupakan jadwal praktek beliau. Pulang kantor, saya dan suami segera bergegas ke RS Muhammadiyah Taman Puring.

Kali itu dr Prima nggak terlalu banyak komentar, setelah USG transvagina saya diberi resep 10 butir ovestin 1 mg yang diminum 1 kali sehari dan 10 butir fensipros dengan dosis minum 2 x 1, jadi obat habis dalam 5 hari. Dua obat ini berfungsi untuk menginduksi ovulasi atau merangsang indung telur untuk menghasilkan sel telur yang matang sehingga bisa dilakukan pembuahan secara alami. Dengan pemberian obat ini saya berasa officially mulai program hamil. H+12 - H +14 saya diminta untuk datang lagi cek ukuran sel telur apakah ukurannya sudah cukup atau belum. 

Sampai hari ke-8 minum ovestin, jadwal minum obat saya masih teratur. FYI, Alhamdulillah.. Obat ini tidak ada efek samping mual dan pusing seperti 2 vitamin yang telah diresepkan dokter sebelumnya. Sampai di hari ke-9 dan ke-10 saya secara nggak sengaja absen minum obat, karena kami pergi ke Malang dan obatnya nggak terbawa. Hiks. Sempet sedih deh waktu itu. Mau beli di apotik juga nggak bisa, karena harus pakai resep dokter. Jadi ya sudahlah.. Berharap indung telur saya cukup bereaksi atas obat yang kemarin sudah diminum. Hanya saja selama di Malang, saya merasakan ada sedikit rasa mengganjal dan agak menusuk-nusuk di perut bagian kiri bawah, terutama kalau sedang jalan agak lama. Saya berusaha berpikir positif bahwa itu tandanya sel telur saya sedang membesar. Hihi.. Saya juga enggan bilang ke suami, karena nggak mau suami kepikiran dan nggak mau terkesan manja, dikit-dikit ngeluh. Gengsi ah.. Hahaha.

H+14 sepulangnya dari Malang, kami datang untuk kontrol kembali ke dr Prima. Agak deg-degan, takut perkembangan sel telurnya nggak maksimal karena obat saya masih sisa 2 butir di rumah :(
Begitu masuk ruang praktek, dokter langsung mengarahkan saya untuk cek sel telur, "Mmm.. Masih kosong nih, bu di sebelah kanan," Kata dr Prima sambil melihat ke monitor USG. Deg! Melorot deh jantung saya ke dengkul. Huhuhu.. Tuh kan! Ini pasti gara-gara minum obatnya nggak selesai deh..
"Coba kita lihat yang sebelah kiri ya, bu... Eh tuh ada 1 yang ukurannya sudah besar, sebentar.. ukurannya 19 mm nih. Bagus deh berarti indung telurnya bereaksi sama obatnya." lanjut dr Prima sambil tersenyum.
Alhamdulillah! Seneng banget rasanya liat buletan besar di monitor USG yang biasanya nggak pernah saya lihat di kontrol-kontrol sebelumnya. 
Setelah itu dr Prima cek ketebalan dinding rahim saya. Sayangnya endometrium atau dinding rahim tempat menempelnya bakal janin jika nanti sel telur bisa dibuahi milik saya ukurannya tipis. Normalnya adalah sekitar 8 mm, sedangkan ketebalan saya baru 5 koma sekian mm. Untuk itu saya diresepkan ovestin lagi dengan dosis ditambah menjadi 2 X 1 untuk 3 hari ke depan.

dr Prima juga meresepkan untuk suntik pemecah sel telur keesokan harinya. Prosedur akan dilakukan oleh suster. 24 jam setelah disuntik artinya saya ovulasi dan dokter menjadwalkan kapan kami sebaiknya berhubungan.

Biaya konsul dokter dan USG tanpa print seperti biasa Rp 340 ribu, 5 butir ovestin Rp 18 ribu saja. Nah... Ovidrel atau obat pemecah sel telurnya yang lumayan mahal nih, satu ampul Rp 890 ribu. Untuk alasan kepraktisan, kami putuskan untuk menitipkan obat tersebut di RS sampai dengan jadwal saya suntik.

Hari ini, 30 Desember 2014 jadwal saya suntik nih... Doakan saya yah, semoga bulan depan kalau haid saya tidak datang bukan lagi karena PCO tapi karena test pack menunjukkan 2 garis atau tanda positif. Amin! :)

PS. Oya, di bagian bawah nanti saya akan ceritakan juga bagaimana proses suntik pemecah sel telurnya. So, stay tuned! :D

Well, ternyata prosesnya nggak sakit dan cepat sekali. Lebih lama antri di apotik untuk ambil obatnya malah. Hehehe. Sesampai di RS dan selesai ambil Ovedril yang sengaja kami titipkan di apotik, kami segera menyerahkan ke bidan. Saya diminta untuk masuk ke ruangan dokter dan obat tersebut disuntikan di bagian bawah pusar. Rasanya perish sedikit, nggak sampai 3 menit juga sudah nggak berasa sakit lagi kok. Bismillah, artinya besok saya ovulasi nih.. Dokter kemarin menjadwalkan hubungan selang 1 hari dari sebelum dan sesudah saya disuntik. Mudah-mudahan program perdana ini langsung tokcer yaa. Amin YRA :)




Thursday, November 20, 2014

Cerpen: Rindu KemARAu Akan Datangnya Hujan

"Seperti apakah hujan itu?"

Ara menengadahkan kepalanya ke atas dan melihat ke langit yang cerah dimalam itu.
Seumur hidupnya, Ara belum pernah merasakan yang namanya hujan.
Belum pernah menikmati sensasi lembutnya air yang menyapu kulit saat tetes hujan mengalir turun ke bawah.
Belum pernah mendengar alunan musik indah yang timbul dari rintik hujan yang jatuh menyentuh tanah.
Belum pernah menikmati indahnya lukisan alam yang terbuat dari titik embun di atas dedaunan hijau.
Belum pernah merasakan damainya jiwa saat tubuh meringkuk di balik selimut atau nikmatnya secangkir hangat susu coklat saat hujan tiba.
Belum pernah menghirup segarnya udara seusai hujan reda.

Radit, suami Ara yang datang dari negeri yang mengenal hujan seringkali menceritakan hal-hal tersebut kepadanya di malam hari sebelum mereka terlelap. Ara senang mendengarkan cerita Radit sambil menyandarkan kepala di bahu Radit. Sementara tangan mereka saling bergenggaman, Ara tak jarang membayangkan cerita Radit menjadi nyata. Membayangkan gradasi warna biru keabuan yang mungkin terjadi di atas langit sana. Membayangkan bagaimana komposisi awan yang berbaur menjadi satu membentuk gumpalan besar. Membayangkan hawa sejuk yang menerpa wajahnya. Membayangkan bagaimana ia berlari-lari kecil mencari tempat yang teduh saat air hujan mulai ditumpahkan ke bawah oleh Penciptanya.
Memang betul seperti kata Radit, Ara percaya bahwa hujan tak selalu seindah itu. Terkadang ada gelegar dan kilatan petir yang memekakkan telinga dan menyilaukan mata. Lalu ada pula air bah yang terkadang merenggut senyum insan manusia. Namun semua resiko itu rela ditempuh Ara yang memang belum dikaruniai anugerah untuk merasakan hujan.

Dalam setiap doanya menjelang tidur dan saat membuka mata di pagi hari, Ara selalu menyelipkan keinginannya untuk dapat merasakan hujan. Ia berkhayal bahwa satu doa yang dikirimkannya adalah satu tetes hujan yang nantinya akan jatuh ke bumi. Ia berharap semakin sering ia mengirimkan doanya ke atas langit, semakin besar pula kesempatan doanya didengarkan Gusti Allah. 

Seperti malam-malam sebelumnya, seusai Ara terlelap setelah mendengar dongeng mengenai hujan, Radit selalu mengecup dahi Ara dan berbisik di telinganya, "Sayangku Ara, jangan pernah berputus asa. Percayalah, di belahan dunia manapun bahkan musim kemARAu yang terpanjang pun pasti akan merasakan datangnya sapuan hujan. Jika saat itu datang ketahuilah aku akan selalu ada di sisimu. We'll dancing in the rain together.. Side by side.. You and I."

Monday, November 17, 2014

TTC: Hasil Tes Darah, HSG & Cek Ukuran Sel Telur

Nah.. Akhirnya bisa nulis juga tentang kelanjutan usaha saya dan suami untuk dapetin baby setelah lebih dari sebulan yang lalu saya sempet nulis tentang program hamil saya yang terdiagnosis PCO
Bukan karena males atau belum sempet nulis blog, cuma memang siklus mens saya yang mundur (lagi) selama 2 minggu, membuat saya jadi belum bisa ngelakuin test darah dan HSG sesuai rujukan dokter, jadi belum ada yang bisa saya update deh -_-

Setelah akhirnya haid di tanggal 24 Oktober 2014 lalu, atas rujukan dokter, pada H+2 HPHT saya segera melakukan test darah untuk mengetahui hormon mana yang tidak seimbang yang menyebabkan saya terdiagnosis PCO. Dr Prima merujuk saya untuk di-test hormon FSH, Estradiol, Prolaktin dan Insulin. 
Tips dari saya: Test darah ini sebaiknya dilakukan pagi hari karena memerlukan puasa dulu sebelumnya selama kurang lebih 8 jam. Jadi jika test dilakukan pagi hari, kita cukup melewatkan sarapan pagi saja nggak perlu pake puasa.

Biaya untuk test darah ini cukup mahal menurut saya, yaitu Rp 1.720.000,-. Saya nggak tahu deh kalau test di laboratorium seperti Prodia kenanya lebih mahal atau lebih murah dari di rumah sakit. Prosesnya sebentar banget nggak sampai 20 menit. 
Setelah daftar ke lab dan melakukan pembayaran, suster mengambil darah saya sebanyak 2 tabung kecil. Setelah selesai test darah, saya sekalian bikin janji untuk tindakan HSG yang ditentukan H+9 dari HPHT.

HSG pada dasarnya adalah tindakan menyuntikkan cairan melalui vagina dengan cairan yang dinamakan kontras, untuk mengetahui apakah ada penyumbatan pada rahim dan saluran reproduksi kita. Selain itu katanya sih HSG juga dapat berfungsi untuk membuka perlengketan ringan yang mungkin terjadi di saluran reproduksi kita.
Pada hari H saya diminta untuk datang setengah jam sebelum tindakan dan diminta untuk membawa selembar pembalut. 
Tips dari saya: Jangan sampai ketinggalan surat rujukan HSG dari dokter ya, karena biarpun sudah buat appointment sebelumnya untuk HSG, jika tidak membawa surat rujukan akan diminta untuk buat surat rujukan lagi ke dokternya.

Sebelum HSG, saya memang sudah cukup banyak cari info mengenai tindakan ini. Tujuannya sih lebih untuk menyiapkan mental. Dari info yang saya dapat dari artikel atau blog, reaksi tubuh seseorang terhadap tindakan ini beragam. Ada yang tidak merasakan sakit sama sekali, ada yang merasakan sakit mules seperti saat haid hari pertama, bahkan ada yang sampai pingsan dan masuk UGD.

Saat masuk ke ruangan radiologi saya diminta untuk melepaskan baju serta pakaian dalam dan menggantinya dengan jubah seperti bathrobe namun cara memakainya terbalik. Sambil menunggu dokter, saya ditemani seorang suster yang untungnya cukup ramah sehingga membuat saya cukup rileks.
Setelah dokter datang saya diminta untuk berbaring dengan posisi telentang dan posisi kaki seperti sedang di-USG transvagina.
Dokter mengoleskan cairan ke sekeliling bagian bawah saya sementara suster masih asyik mengajak saya ngobrol seakan ingin mengalihkan perhatian supaya saya tidak terlalu tegang. Meskipun saya ngerasanya baik-baik aja, namun suster sempat memegang paha saya dan menahannya agar posisinya lebih terbuka serta meminta saya untuk tidak tegang saat kateter/selang kecil dimasukkan melalui bagian bawah, karena katanya hal tersebut dapat menyebabkan kateter sulit masuk. 
Saat kateter mulai masuk, meski sudah merasa tidak nyaman namun saya masih bisa menanggapi pertanyaan demi pertanyaan yang dilontarkan suster. Namun saat dokter mulai menyuntikan cairan kontras melalui selang tersebut, saya segera terdiam karena rasanya sakitttt sekali. Sakitnya seperti mules saat sedang haid, tapi lebih sakit lagi. Saat cairan masuk ke dalam, rasanya seperti menusuk sampai ke kepala. Suster tersenyum, "Mulai sakit ya bu? Tarik napas dan hembuskan lewat mulut aja ya, Bu." Kata suster menenangkan. Entah karena suhu di ruangan tersebut dingin atau memang efek samping dari HSG, tubuh saya langsung bergetar cukup hebat. Saya coba menenangkan diri dengan dengan mengikuti anjuran suster. "Kalau sakit itu artinya bagus, bu. Artinya cairannya masuk. Insyaallah nggak ada penyumbatan." Kata suster lagi.
Setelah cairan berhasil masuk, dokter segera melakukan rontgen di bagian panggul saya sebanyak 2 - 3 kali.
Proses HSG sendiri jika tidak ada kendala apa-apa, hanya berlangsung kurang lebih setengah jam. Saya diminta berbaring sejenak setelah proses selesai. Sakitnya sih berangsur-angsur hilang saat kateter dilepas dari bagian bawah. Saya dengan setengah ngesot berjalan ke kamar mandi untuk membersihkan diri dan memakai pembalut. Suster menginfokan bahwa ada kemungkinan 2-3 hari ke depan akan keluar flek-flek darah, namun itu wajar jadi tidak usah kuatir.

Sebenarnya hasil HSG bisa keluar saat itu juga, namun sayangnya hari itu dokter saya tidak praktek, jadi saya memutuskan untuk ambil hasilnya bertepatan dengan jadwal praktek dokter saya saja agar bisa sekalian konsul mengenai hasil cek darah dan HSG-nya.

Hari Senin, 10 November 2014 saya dan suami datang ke rumah sakit untuk konsul dengan dokter setelah sebelumnya ambil hasil HSG dan test darah. Menurut dokter hasil test darah saya masih dalam batas normal, dengan kata lain seharusnya tidak ada hormon imbalance dalam tubuh saya, malah hasil hormon Prolaktin saya menunjukan sedikit lebih kecil dari bawah garis normal, padahal biasanya pada penderita PCO indikator angka untuk hormon ini umumnya jauh lebih besar dari batas atas normal.
HSG saya pun alhamdulillah menunjukan bahwa tidak ada masalah di organ reproduksi saya. Disebutkan bahwa menurut hasil HSG, kedua tuba falopi saya paten alias tidak ada penyumbatan, dengan bentuk dan ukuran uterus dan cervix normal.

Dengan hasil tersebut dokter coba lakukan pengecekan kembali atas ukuran sel telur saya yang menurut dokter di masa itu sudah masuk masa subur. Saat di USG transvagina, indung telur sebelah kanan saya surprisingly tidak lagi dipenuhi bulatan kecil sel telur yang tidak matang, kondisinya bersih dibanding hasil USG saya bulan lalu. Kabar buruknya di indung telur tersebut tidak ada sel telur sama sekali. Sementara di indung telur sebelah kiri tampak ada beberapa telur kecil dan ada 1 sel telur yang ukurannya sedikit lebih besar dari yang lainnya, meskipun kata dokter ukurannya belum mencukupi untuk dibuahi. Ukuran sel telur yang cukup untuk dibuahi minimal 18mm, sementara ukuran sel telur saya baru 12mm. Untuk itu dokter menyarankan saya untuk konsul lagi akhir minggu dengan harapan ukuran sel telur saya sudah bertambah, sehingga sudah cukup untuk diberikan suntik pemecah sel telur.
Kali ini kami tidak diresepkan apa-apa, sehingga biaya obat untuk konsul dan USG Transvagina kali ini hanya Rp 340.000,-. Dokter berpesan agar saya dan suami tetap meneruskan minum vitamin yang sudah diresepkan sebelumnya. Terus terang saya dan suami tidak lagi meneruskan minum vitamin tersebut, karena saya (terutama) tidak kuat dengan efek mual dan pusingnya. Sebagai gantinya saya dan suami rutin minum multivitamin Mega Formula dari Sun Hope yang mengandung Royal Jelly dan minyak gandum serta Salmon Oil. Selain itu saya sendiri mulai membiasakan diri untuk minum jus wortel, tomat dan jeruk setiap hari serta mengkonsumsi sesendok kayu manis dicampur madu dan air hangat setiap pagi. 

Hari Sabtu, 15 November 2014 kami kembali mengunjungi dokter untuk konsul untuk cek kondisi sel telur. Sedikit kecewa dengan hasilnya karena ternyata ukuran sel telur saya di sebelah kiri tidak bertambah dari 12mm sementara yang sebelah kanan juga tidak ada perubahan. Dokter minta kami cek kondisi sel telur lagi minggu depannya dengan harapan ada penambahan ukuran sel telur. Jika sampai tidak ada perubahan lagi, maka dokter akan meresepkan obat pembesar sel telur yang harus saya konsumsi saat haid nanti. 
Suami dan saya akhirnya sepakat tidak datang konsul untuk cek ukuran sel telur lagi minggu depannya karena menurut kami lelah juga bolak-balik ke dokter setiap minggu. Bukan lelah fisiknya, tapi lelah hatinya. Hehehe. Kami coba berpasrah saja dan usaha alami dulu minggu ini, tetap berharap ada mukjizat siapa tahu kami sudah diberi kepercayaan untuk mendapatkan momongan di akhir tahun ini. Kami berencana rutin konsul lagi jika di akhir bulan ini saya masih haid, sehingga bisa langsung diberi resep obat pembesar sel telur oleh dokter.

Malamnya saat suami tidur, saya melihat wajahnya, sedikit ada rasa sedih tapi saya tahu bahwa dengan bersedih nggak akan ngubah keadaan. Dengan bersedih saya malah bikin suami saya juga ikut kepikiran. Maka saya coba telan kesedihan saya dalam hati saja dan mulai memanjatkan doa. Insyaallah.. Saya yakin kami bisa dalam waktu dekat punya momongan. Insyaallah :)

Thursday, October 2, 2014

Chapter of my Life - Trying to Conceive (TTC) - Fighting PCOS

Hi.. Hi..

Posting-an saya kali ini bukan tentang jalan-jalan dulu ya. Sekedar mau share buat temen-temen di luar sana yang kemungkinan punya cerita sama dengan saya atau bisa juga untuk sekedar nambah-nambah wawasan soal PCOS. Kalau ada kurang lebihnya informasi yang saya share, mohon maaf ya, karena saya juga masih explore soal gangguan hormon yang diduga jadi penyebab infertilitas atau ketidaksuburan bagi 5-10% wanita usia reproduksi (12-45 tahun) ini.


Infertilitas pada wanita? Whew.. Serem ya kedengarannya, tapi nggak juga sih.. Kata dokter dan berbagai sumber yang saya dengar dan baca, asal tetep berpikir positif, jaga pola makan dan gaya hidup serta olahraga, Insyaallah penderita PCOS bisa sembuh dan bisa punya anak.
Di pembahasan kali ini pastinya saya akan share pengalaman saya sendiri, sedikit informasi yang saya dapat dari berbagai sumber soal PCOS.. (CMIIW ya kalau ada info yang kurang tepat. Hihi), serta rincian biaya yang dikeluarkan siapa tau bisa bermanfaat bagi yang membutuhkan :)

Pembahasan kali ini agak panjang nih. Jadi siap-siap ya.. Hold my hands tight through out my "roller coaster ride" *halah*


Jadi dari awal nikah, saya dan suami memang nggak nunda-nunda momongan. Suami saya sendiri sudah punya seorang putri dari pernikahannya yang terdahulu. Dalam rangka persiapan kehamilan, beberapa bulan sebelum nikah saya sudah memutuskan untuk ngurangin ngerokok sampe akhirnya bener-bener berhenti, ga 'minum' lagi even itu cuma 'mimik-mimik' cantik, lebih banyak makan sayur, ga begadang lagi, ga jalan malem lagi, ga juga ngendon lama-lama di kantor seperti waktu masih belum nikah dulu. Pokoknya bener2 diniatin supaya kalau nanti dikasih rezeki hamil, baby-nya bener2 sehat deh.

Sempat waktu itu di bulan ke-4 usia pernikahan, saya telat haid sampai 2 minggu lebih. Dari seminggu sebelum jadwal haid, perut bagian bawah saya sering terasa sakit sekali seperti ditarik-tarik. Bahkan untuk berjalan saja bisa bikin saya terengah-engah menahan sakit, apalagi kalau sedang naik turun tangga di kantor dan saat sedang nyetir, kebetulan mobil saya transmisinya manual, jadi lumayan berasa tuh kalau lagi macet. 

Sakitnya itu datang come and go, kalau sedang nggak terasa sakit sih saya masih bisa pecicilan kesana kemari, tapi kalau lagi kambuh.. paling saya cuma bisa meringis-ringis nahan sakit sambil menjalankan aktivitas seperti biasa. Waktu itu saya juga sempat test pack sehari sebelum jadwal haid, tapi hasilnya (-). Sampai kemudian saya telat lebih dari seminggu dan rasa sakit saya makin menjadi-jadi, saya mulai kepikiran. Karena selain merasa sakit, perut saya juga makin besar dan mengeras. Saya sempat konsul ke 2 dokter. Yang satu di RS Puri Cinere dan RS Gandaria. Diagnosisnya sama, sedang ada penebalan dinding rahim. Kemungkinannya ada dua, antara mau haid atau mau hamil. Di RS Gandaria saya dikasih folavit - vitamin (asam folat) yang penting dikonsumsi ibu hamil di awal kehamilan agar bayi terhindar dari cacat sistem saraf (otak).Total biaya di RS Puri Cinere sekitar Rp 400.000, sementara di RS Gandaria sekitar Rp 250.000 sudah termasuk konsul dokter, USG transvagina dan obat.

Setelah 2 minggu lebih saya masih juga belum mens, kemudian pada hari Minggu saat suami saya sedang di luar kota, saya merasakan sakit yang hebat di bagian punggung bawah, dekat tulang ekor. Saking sakitnya, saya sampai nggak bisa jalan. Sorenya saya merasa ingin buang air kecil. Di kamar mandi saat buka celana tiba-tiba jatuh gumpalan kental warna merah tua seukuran ibu jari. Sempat panik, saya hubungi suami dan Ibu saya. Saya diminta jangan banyak bergerak dan kemudian dijemput Ibu saya kerumahnya. Sesampai di rumah Ibu, sakitnya berkurang hingga malam hari sakitnya datang lagi, saat saya ke kamar mandi keluarlah lagi gumpalan darah berwarna merah tua, tapi kali ini nggak sebanyak gumpalan sebelumnya.


Keesokannya saya periksa ke dr Fitriadi, SpOg di RS Pondok Indah rekomendasi dari kakak saya. Dokternya kalem tapi cukup informatif saat menjelaskan pertanyaan yang kita lontarkan. Berdasarkan gejala yang saya rasakan, dokter bilang kalau kemarin kemungkinan terjadi pembuahan namun karena kondisi pembuahannya tidak baik, maka pembuahan tersebut luruh dengan sendirinya. Kondisi pembuahan yang tidak baik itu bisa karena berbagai macam faktor. Bisa dari kondisi sel telur, sperma atau kondisi badan yang ga fit saat terjadi pembuahan, bisa karena kecapekan atau stress. Dokter juga sempat komentar soal sel telur saya yang terlhat banyak dan kecil di layar saat sedang USG, namun karena saat itu kondisi saya memang sudah keluar haid, dokter menyimpulkan kemungkinan sel telur tersebut adalah bakal sel telur di siklus mendatang yang memang belum waktunya matang. Karena usia perkawinan kami juga masih baru, kami diminta untuk enjoy aja usahanya, belum perlu program dulu. Total biaya konsul dan USG transvagina di RSPI ga beda jauh dr RS Puri Cinere. Berarti compare dengan RSPI, biaya di Puri Cinere itungannya termasuk mahal jg ya?


Nah.. Sejak saat itu, siklus haid saya malah bertambah panjang dari yang sebelumnya 32 hari menjadi antara 38-39 hari. Bulan kesekian siklus seperti itu lama-lama saya jadi sudah terbiasa dengan haid yang telat. Sampai akhirnya 3 bulan yang lalu saya telat (lagi) lebih dari seminggu. Badan rasanya nggak enak aja bawaannya, mood juga ikutan ancur-ancuran. Kadang saya sampe kasian sama suami kalau saya lagi ngomel-ngomel. Untungnya suami saya orang yang paling sabar (dan ganteng) sedunia buat saya. Hahaha. Karena telat cukup lama, saya test pack tapi hasilnya juga masih (-). Perut saya juga kembali mengeras seperti di bulan ke-4 pernikahan. Saya sering merasa pusing dan sedikit mual, serta kram perut meskipun nggak sesakit kram sebelumnya. Antara sedih, kesel dan ga ngerti lagi sama kondisi badan saya, akhirnya saya bilang sama suami saya untuk ke dokternya kalau akhirnya sudah keluar haid saja.

Betul juga, setelah 3 minggu lebih telat akhirnya haid datang juga. Kali ini nggak berbentuk gumpalan, tapi volume darahnya sedikit sekali dan warnanya pun cenderung hitam. Hari ke-2 haid saya dan suami memutuskan ke RS Mayapada TB. Simatupang. Di sana kami konsul ke DR. dr. Bambang Yudomostopo, SpOg. Dokternya sudah sepuh dan terlihat telaten, belakangan setelah dikasih kartu nama, saya baru tahu kalau beliau termasuk dokter senior juga di RSB Asih.
Dari pemeriksaan USG, rahim saya dinyatakan bersih, ukurannya pun normal tidak ada kelainan, kista ataupun miom. Untuk keluhan siklus haid saya yang panjang, saya diberi profertil (obat penyubur kandungan) yang katanya berfungsi untuk memancing haid serta diresepkan Folic Acid (asam folat) 5 mg. Saya diminta dateng lagi kira-kira seminggu setelah Hari Pertama Haid Terakhir (HPHT). Cuma saya nggak dateng lagi setelahnya, karena buat saya biaya di RS Mayapada cukup mahal. Untuk konsul dokter sendiri aja sudah kena Rp 350.000,-, ditambah biaya USG dan print hasilnya jadi Rp 700.000,- belum lagi ditambah obat-obatnya. Tadinya pengen dateng ke prakter dr. Bambang di RSB Asih, tapi waktunya memang belum ada yang pas.

Menjelang 1 tahun pernikahan kami, saya diskusi dengan suami dan sepakat untuk mulai program hamil ke dokter sesegera mungkin, pertimbangannya karena usia saya yang sudah menginjak kepala 3. Saya nggak ingin usia saya terpaut terlalu jauh dengan anak. Beberapa pertimbangan lain, seperti usia produktif saya dan suami terkait dengan biaya pendidikan anak juga jadi salah satunya.


Maka setelah cukup research kesana kemari, saya memutuskan untuk datang ke dr Prima Progestian di RS Muhammadiyah Taman Puring untuk program hamil sekalian saya juga mau periksa soal siklus haid saya yang kurang teratur, terutama setelah menikah. Rata-rata siklus saya dilihat dari 6 bulan terakhir antara 38-51 hari. 

dr Prima ini menurut kabar adalah dokter yang memang mendalami infertilitas (ketidaksuburan) wanita, pembedahan endoskopi ginekologi Laparoskopi-Histeroskopi (minimal invasive surgery) dan pembedahan ginekologi estetik. Singkat kata banyak yang bilang dr Prima ini sepertinya dokter yang tepat lah untuk didatangi kalau mau program hamil.

Paginya saya sudah daftar melalui BBM ke RS Muhammadiyah dan dapat nomor urut satu. Sorenya saya izin pulang cepat dari kantor sekalian mau cek medan *macam mau perang aja* karena baru pertama kali ke RS Muhammadiyah Taman Puring. Saya dan suami sempat menunggu sekitar 1 jam sebelum akhirnya bisa konsul dengan dr Prima.
Pertama masuk ke ruangan, dokter langsung menanyakan maksud kedatangan, saya jawab kami rencana mau program. Dokter langsung menanyakan berapa usia kami, sudah berapa lama menikah, berapa kali dalam seminggu berhubungan, dsb. Setelah itu dokter minta saya bersiap untuk USG transvagina ditemani seorang suster. Saat USG tersebut tampaklah kondisi indung telur saya baik yang kiri dan kanan dipenuhi bulatan-bulatan kecil. Dokter langsung curiga saya PCOS. Seusai pemeriksaan, saya cerita soal siklus haid saya yang ga teratur, dokter makin yakin saya PCOS. Kemudian ia menjelaskan secara singkat apa itu PCO dan menulis surat rujukan test darah di hari ke-2 haid siklus berikutnya untuk cek insulin, hormon FSH, Prolaktin, dan LH. Senin minggu depan, 6 Oktober 2014 saya diminta untuk datang lagi cek kondisi sel telur. Harapannya sih, karena siklus haid saya panjang kemungkinan saat diperiksa itu belum waktunya si sel telur matang.
Selain itu saya juga dirujuk untuk melakukan HSG di hari ke-9 sampai 12 dari siklus haid saya. HSG atau  histerosalpingografi *panjang ya mak* adalah pemeriksaan untuk mengetahui kondisi sel telur dan mendekteksi apakah ada sumbatan atau tidak pada rahim dengan memakai cairan yang dimasukkan ke rongga rahim dan saluran telur. Dokter juga minta kami untuk atur pola makan yang sehat dan olahraga.
Untuk suami dan saya diresepkan vitamin Vioxy.FM, Corsel, dan Folic Acid 5 mg yang diminum masing-masing 1 kali sehari selama 3 bulan. 
Biaya konsul dokter di RS Muhammadiyah Tampur relatif ga mahal, hanya Rp 175.000,-.
USG transvagina tanpa print Rp 150.000,-. Biaya kartu pasien baru dan admin masing-masing Rp 15.000,-. Yang agak mahal harga Vioxy.fm (Rp 200 ribu-an) dan Corsel (Rp 400 ribu-an) untuk dosis 1 bulan, sementara Folic Acid-nya sih ga mahal 60 tablet hanya puluhan ribu.

Sepulang dari sana, saya segera cari tambahan informasi mengenai PCOS atau Policlystic Ovarium Syndrome ini. Pada dasarnya PCOS atau biasa juga disebut PCO adalah gangguan hormon yang menyebabkan terhambatnya ovulasi atau matangnya sel telur sehingga tidak bisa dibuahi, karena ukuran sel telur yang tidak mencukupi. 
Ukuran sel telur yang matang dan siap dibuahi adalah 18 - 24 mm, sementara ukuran sel telur wanita dengan PCO kurang dari ukuran tersebut. Malah saya baca, ada yang ukurannya hanya 2-6 mm.

Walaupun baru belakangan ini saya mendengar tentang PCO, ternyata saya tidak sendiri. Saat ini banyak juga perempuan yang didiagnosa PCO. Saya sempat tanya ke salah satu teman saya yang kebetulan profesinya dokter, menurutnya belum ada yang bisa menjelaskan apa yang menyebabkan PCO. Kemungkinan faktor keturunan, gaya hidup, polusi, dll.

Nggak bisa dipungkiri sebagian diri saya rasanya sedih sekali dengan kondisi sekarang *perempuan mana yang ga sedih ya?*. Meskipun sebenernya saya nggak kaget dengan diagnosis dokter, dengan sering mundurnya siklus saya selama ini, saya sudah ada feeling pasti ada yang nggak beres sama badan saya. Sewaktu di ruang dokter dan dalam perjalanan pulang saya coba nahan perasaan di depan suami, karena saya tahu.. Once saya ngomong sedikit pasti langsung deh tuh tumpah ruah airmata. Suami saya juga lebih banyak diam. Saya tau sebenarnya bukan dia bermaksud ga supportive, dia cuma ga pengen saya larut dalam kesedihan kalau dibahas terus menerus. 

Di lain sisi saya juga merasa bersyukur bahwa kondisi ini saya ketahui di usia awal pernikahan sehingga semoga bisa ditangani dengan cepat. Bagi teman-teman di luar sana yang sedang program hamil namun belum kunjung hamil padahal frekuensi berhubungan teratur, selain berdoa dan usaha secara alami tentunya, ada baiknya segera periksakan ke dokter agar jika memang ada yang salah dengan kondisi badan kita, bisa diketahui dan ditangani dengan cepat.

Untuk gejala PCOS sendiri, berdasarkan beberapa artikel yang saya baca berikut rangkumannya:

1. Gejala awal:
a. Jarang atau tidak pernah mendapat haid. Haid rata-rata dalam setahun bagi penderita PCOS kurang dari 9 siklus (siklus lebih dari 35 hari). Ada juga yang teratur haid tiap bulan namun tidak selalu mengalami ovulasi -> Untuk kasus saya, haid tetap teratur tiap bulan namun siklusnya yang panjang, mundur antara 1-3 minggu.
b. Perdarahan haid tidak teratur atau berlebihan ->  Sebelum menikah, volume haid saya banyak, namun semenjak menikah tidak sebanyak dulu.
c. Rambut kepala rontok, rambut yang tumbuh di tubuh berlebih -> Saya banget nih, meskipun ga berlebihan banget sih.
d. Jerawatan -> Kalo saya ga terlalu sih, paling jerawat kecil-kecil atau satu-dua jerawat yang muncul sebelum waktunya haid.
e. Depresi, perubahan hormon yang menyebabkan gangguan emosi -> Mood swing is my middle name. Huhu :'(

2. Gejala PCOS lanjut
a. Obesitas, terutama tubuh bagian atas -> Ga berlaku buat saya nih. Badan saya kecil TB: 153 cm dengan BB: 40 kg.
b. Abortus berulang kemungkinan berkaitan tingginya kadar insulin yang biasa dijumpai pada penderita PCOS, ovulasi yang terhambat, kualitas sel telur atau kurang sempurnanya implantasi di dinding uterus -> Kasus saya di bulan ke-4 pernikahan mungkin ga ya karena ini?
c. Sulit mendapatkan kehamilan karena tidak terjadi ovulasi.
d. Nyeri panggul kronis (perut bagian bawah dan panggul) -> Nyeri perut bagian bawah ini saya rasakan saat bulan ke-4 pernikahan. Nyerinya seperti urat yang ditarik-tarik, seperti mau putus.
e. Tekanan darah tinggi -> Tekanan darah saya rendah. Biasanya 100/70

Perlu diingat bahwa adanya PCOS tidak berarti tidak akan hamil. Namun penderita PCOS mungkin membutuhkan bantuan untuk dapat berovulasi dengan normal. 

Upaya yang dapat dilakukan antara lain: 
1. Minta bantuan  kepada ahli medis untuk cek hormon mana yang tidak seimbang untuk selanjutnya diberikan vitamin atau obat yang dapat menyeimbangkan kadar hormon tersebut.
2. Olahraga teratur, karena dengan olahraga dapat menekan kadar gula darah yang memicu PCOS.
3. Atur pola makan. Hindari konsumsi makanan dengan karbohidrat yang tinggi, banyak konsumsi makanyan yang mengandung Omega-3 seperti Ikan Salmon, banyak makan sayur dan buah-buahan. Saya sendiri termasuk orang yang tidak terlalu suka makan sayur dan buah, kecuali sudah diolah dalam bentuk salad. Untungya suami saya seringkali berbaik hati membuatkan salad untuk saya kalau malam hari :)

Dari info yang saya kumpulkan dari berbagai sumber, tahapan untuk penanganan PCOS tergantung dari kondisi masing-masing orang. Untuk perempuan yang obesitas maka menurunkan berat badan minimal 10% itu perlu dilakukan. Olahraga teratur dan pemberian obat anti diabetes bila ada gejala resistensi insulin juga terbukti mengurangi gangguan siklus haid yang merupakan efek dari PCO.

Jika terapi di atas tidak berhasil, ada 2 alternatif  tindakan medis yang bisa dilakukan:
1. Laparoscopic ovarian drilling, tindakan mengurangi jumlah sel tur yang ga matang menggunakan jarum panas.
2. Ovarian Wedge Resection, tindakan pembedahan untuk mengambil sebagian jaringan indung telur

Meskipun ga kebayang gimana prosesnya, kalau saya sendiri sih berharap ga perlu sampai ada tindakan medis seperti itu. Yang perlu terus ditanamkan itu pikiran positif bahwa saya pasti bisa sembuh dari PCO dan bisa segera hamil. Saya juga perlu memulai lagi aktivitas olahraga yang sudah cukup lama saya tinggalkan (ini nih yang susah. Huhu). Atur pola makan, rajin ke dokter sesuai anjuran untuk cek kondisi sel telur, mulai terapi jeruk nipis yaitu minum air perasan jeruk nipis setiap hari selama 2 minggu berturut-turut tanpa putus, dengan jumlah kelipatan 4 jeruk per hari - langkah detailnya nanti saya share di kesempatan lain ya. Katanya sih terapi ini bisa bikin siklus haid teratur. Ada yang bilang juga rajin minum jus tomat-wortel-apel setiap hari. Yang ini sih belum saya lakuin, rencananya setelah terapi jeruk nipis selesai akan saya lanjutkan dengan rutin minum jus ini. Rajin minum vitamin E juga membantu, karena baik untuk kesuburan. Minum susu kambing 2x sehari setiap pagi dan malam karena katanya sih susu kambing baik bagi kesehatan. Berhubung sy suka susu jd saya sih seneng-seneng aja minumnya. Hihi. Saya juga mulai lagi rajin sarapan oatmeal yang katanya kaya serat, menghindari makanan yang mengandung terlalu banyak gula dan lemak (Hiks.  Susah nih.. Saya paling seneng makan yang enak-enak soalnya). Oya, yang paling penting sih terus berdoa dan percaya, kalau memang niat kita baik dan usaha kita sepenuh hati saya yakin Allah SWT pasti mengabulkan doa kita. 

Semoga posting-an saya kali ini bermanfaat ya. Kelanjutan cerita saya berkaitan dengan TTC - Fighting PCOS ini pasti akan saya share di kesempatan lain. Untuk ibu-ibu di luar sana yang punya cerita serupa dengan saya, jangan patah semangat dan saling mendoakan agar bisa segera punya baby ya. Amin YRA ^^