Saturday, September 6, 2014

From Lombok, Gili Trawangan to Bali With Love (Part 2)

Tujuan selanjutnya dari suami istri bolang kali ini adalah ke Gili Trawangan. Rencananya kami akan nginep semalam di Gili untuk kemudian Island Hoping ke Gili Air dan Gili Meno. Kami parkir kendaraan di Pelabuhan Bangsal. Di sini memang banyak rumah-rumah yang dijadikan tempat penitipan kendaraan bagi yang ingin menyeberang ke Gili Trawangan dan sekitarnya. 
Untuk mobil, tarif menginap semalamnya sekitar Rp 30.000, kebetulan waktu itu mobil kami ditempatkan di dalam garasi yang ada pintu besinya, jadi kami merasa cukup aman, karena dengar-dengar kabar Pelabuhan Bangsal ini termasuk tempat yang tidak aman terutama bagi turis, apalagi turis mancanegara.
Tiket perahu untuk menyeberang ke Gili Trawangan Rp 10.000/orang sekali jalan. Perahu yang dipakai untuk menyeberang juga perahu sederhana yang memuat 20-50 orang dan ada hampir setiap jam setiap harinya. Batas waktu penyeberangan kalau nggak salah jam 5 sore.. CMIIW ya, soalnya saya agak lupa aturannya.

Penyeberangan ke Gili Trawangan memakan waktu sekitar 30-45 menit tergantung kondisi ombak saat itu. Sesampainya di Gili Trawangan, kami langsung mencari penginapan. Di Gili Trawangan, berbagai penginapan tersedia, dari yang fasilitas hotel bintang 5 sampai dengan hostel rumah penduduk juga ada. Kebetulan kami dapat penginapan bergaya bungalow bergaya arsitektur rumah sasak dengan 1 kamar+kamar mandi dalam yang bersih dan cukup memadai. Semalam kami dipatok tarif menginap Rp 350.000 dengan alasan saat itu sedang High Season (harga normal seharusnya antara Rp 250.000 - Rp 275.000/malam).

Setelah membersihkan diri, kami bermaksud untuk bersantai di kafe pinggir pantai karena cuaca saat itu sedang tidak terlalu panas. Untuk dapat mengelilingi pulau, turis-turis seperti kami dapat menyewa sepeda atau naik cidomo (kereta kuda). Menurut saya, suasana di Gili Trawangan nggak berasa seperti di Indonesia. Selain tempatnya meskipun ramai tapi tetap bersih, mungkin juga karena jarang sekali ada turis lokal. Kalau saya liat 85% turis yang ada di sana berasal dari mancanegara. Pemandangannya juga indah, pasirnya putih, lautnya bening, penduduk lokal juga cukup ramah dibandingkan penduduk lokal di Lombok yang entah mungkin mereka belum terlalu terbiasa dengan kehadiran turis atau karena mereka lebih seneng ngeladenin turis mancanegara dibanding turis lokal. Hehehe.

Magic Mushroom yang nggak magic-magic amat

Yang jelas saking kepincutnya di Gili Trawangan, niat Island Hoping  Gili2 yang lain batal. Kita berdua ngendon di Gili Trawangan selama 2 hari. Sempet ditawarin Mushroom sama penjaga hotel saya. Segelas besar milkshake waktu itu harganya Rp 150.000 (mahal ya? katanya sih waktu itu mushroom lagi jarang banget). Bukannya malah halusinasi, eh kita berdua malah sukses tewas di kamar, tidur sampe pagi. Hahaha.. Entah karena kualitas "mushroom"nya udah nggak se-oke jaman dulu, atau karena kita diboongin sama mas-masnya.. Ga tau jg deh. Itu pengalaman bodoh sih.. Hihihihi.


Restoran yang recommended di Gili menurut saya Scallywags. Jadi sebenernya itu resort, tapi ada restoran di pinggir pantainya. Dan makanannya menurut saya.. Hadeuh... Enyak maksimum!! Ga rugi deh makan di sana.


Western Cuisine di Scallywags yang nagih banget





Restoran yang nggak cocok dengan lidah kami itu di Irish Pub & Bar gtu (saya lupa nama persisnya apaan) yang nyajiin seafood bakar. Asli rasa rempah-rempahnya terasa tapi plain banget, selera bule kali yaa.. Seto yang biasanya nggak pernah nggak ngabisin makanan aja, kali itu terpaksa membiarkan beberapa potong seafood pesanan kami nggak habis. Mahal pula harganya. Huhuhu.. Lebih baik sih kalau mau cari makanan dengan harga terjangkau di Gili Trawangan, coba pergi deh ke central marketnya. Disana kalau malam banyak sekali jajanan khas lokal, seafood, dan makanan seperti burger, dll. porsinya juga disesuaikan dengan pelanggannya yang kebanyakan bule-bule, super size. Hehehe.

Sunset di Gili #nofilter

Setelah puas 2 hari di Gili Trawangan (sebenernya sih belum puas. Hehehe), keesokannya kami kembali menyebrang ke Lombok untuk melanjutkan perjalanan ke Bali. Sampai di Lombok kami sempat menyusuri tebing-tebing yang di bawahnya merupakan Pantai Senggigi. Nah kalau di sini suasananya sudah hampir seperti Bali karena ramai, namun pantainya sendiri sudah tidak begitu alami lagi.

Kapan-kapan kalau berkesempatan ke Lombok lagi saya ingin mengunjungi Pantai Pink, yang katanya butiran pasirnya jika terkena matahari akan memancarkan refleksi warna pink seperti di Pulau Komodo, Flores.

No comments:

Post a Comment